Mengenal Sejarah Zaman Kegelapan Eropa, Percaya Mitos dan Buta Huruf

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 22 Agustus 2024
0 dilihat
Mengenal Sejarah Zaman Kegelapan Eropa, Percaya Mitos dan Buta Huruf
Abad Pertengahan atau zaman kegelapan berlangsung dari abad ke-5 hingga ke-15, setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat. Foto: Repro imdb

" Zaman Kegelapan dikenal sebagai era di mana masyarakat Eropa mengalami kemunduran signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam hal pengetahuan dan budaya "

JAKARTA, TELISIK.ID - Sejarah Eropa tak bisa lepas dari sebuah periode panjang, sering disebut sebagai Zaman Kegelapan atau Dark Ages. Istilah ini mengacu pada kurun waktu sekitar abad ke-5 hingga abad ke-15, di antara runtuhnya Kekaisaran Romawi dan kebangkitan kembali yang ditandai dengan masa Renaisans.

Zaman Kegelapan dikenal sebagai era di mana masyarakat Eropa mengalami kemunduran signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam hal pengetahuan dan budaya.

Pada masa ini, ilmu pengetahuan seperti tertidur panjang, dan masyarakat Eropa hidup dalam ketidaktahuan. Tradisi yang berkembang selama ratusan tahun tampak terhenti. Kehidupan sosial penuh dengan takhayul, mitos, serta beragam penindasan yang membuat masyarakat terjerat dalam kebodohan yang mendalam.

Mengutip nationalgeograficindonesia.com, kamis (22/8/2024) buta huruf menjadi hal yang lumrah, sementara pelecehan sosial dan seksual terjadi tanpa adanya sistem hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak individu.

Namun, istilah Zaman Kegelapan itu sendiri tidak sepenuhnya diterima oleh semua ahli sejarah. Sebagian dari mereka menganggap istilah tersebut terlalu mengabaikan perkembangan yang terjadi selama periode ini.

Bahkan, beberapa ahli lebih memilih untuk tidak menggunakan istilah ini karena dianggap terlalu merendahkan pencapaian masyarakat Eropa pada masa itu.

Istilah 'Zaman Kegelapan' pertama kali diperkenalkan oleh Francesco Petrarca, seorang ilmuwan Italia dari abad ke-14 yang dikenal dengan nama Petrarch. Ia menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kemunduran budaya dan intelektual yang ia rasakan setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi.

Bagi Petrarch, periode ini adalah masa kegelapan di mana cahaya pengetahuan hampir padam sepenuhnya. Namun, istilah ini kemudian digunakan secara lebih luas oleh para pemikir lain pada masanya untuk menggambarkan kemunduran yang terjadi di seluruh Eropa.

Baca Juga: Tak Dikawal Polisi Jepang, Soekarno Pilih Pengawalan VIP dari Yakuza

Meski demikian, Zaman Kegelapan tidak sepenuhnya gelap. Di balik kemunduran yang terjadi, ada pula perkembangan-perkembangan yang penting untuk diperhatikan. Misalnya, meskipun banyak yang buta huruf, ada kalangan tertentu dalam masyarakat Eropa yang tetap mempertahankan tradisi intelektual, terutama di kalangan gereja.

Di Inggris, uskup agung Theodore mendirikan sebuah sekolah di Canterbury pada akhir abad ke-7. Sekolah ini kemudian menjadi pusat pembelajaran ilmiah utama di Inggris Anglo-Saxon. Theodore sendiri berasal dari Tarsus di Asia Kecil tenggara, sebuah wilayah yang sekarang dikenal sebagai Turki tengah-selatan, dan pernah belajar di Konstantinopel.

Pengaruhnya di dunia pendidikan Inggris Anglo-Saxon menjadi bukti bahwa Eropa tidak sepenuhnya terputus dari dunia luar selama Zaman Kegelapan.

Meski begitu, perjalanan untuk memperoleh pendidikan dan pengetahuan bukanlah hal yang mudah pada masa itu. Orang-orang yang ingin belajar sering kali harus menempuh perjalanan jauh dan berbahaya. Bangsawan dan rakyat jelata sering melakukan ziarah ke Roma, dan bahkan lebih jauh lagi, demi menimba ilmu dan memperdalam keyakinan agama mereka. Namun, tidak semua pihak menyambut baik kedatangan para pelajar ini.

Ada catatan tentang keluhan seorang pengamat terhadap sebuah biara di kerajaan Charlemagne yang dijalankan oleh seorang kepala biara Inggris bernama Alcuin. Pengamat tersebut mencatat, "Ya Tuhan, bebaskan biara ini dari orang-orang Inggris yang datang mengerumuni rekan senegaranya seperti lebah yang kembali ke ratunya."

Penyangkalan terhadap keberadaan Zaman Kegelapan juga muncul di kalangan para sejarawan. Banyak dari mereka yang menolak pandangan Petrarch bahwa periode ini adalah masa kegelapan dalam bidang sastra dan pengetahuan.

Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa masa ini adalah periode di mana sastra dan seni justru didorong dan dihargai tinggi, terutama oleh kalangan atas dalam masyarakat Abad Pertengahan Awal. Pandangan ini semakin kuat pada masa Pencerahan abad ke-18, ketika banyak filsuf merasa dogma agama pada periode Abad Pertengahan tidak cocok dengan Zaman Logika yang baru.

Mereka memandang Abad Pertengahan sebagai periode yang kelam karena kurangnya catatan sejarah yang tersisa, serta dominasi peran agama yang terorganisir. Kondisi ini sangat kontras dengan periode yang lebih terang, yaitu zaman kuno dan Renaisans yang dianggap sebagai puncak kemajuan manusia.

Namun, pandangan ini juga mendapat kritik, terutama pada abad ke-20, ketika sejarawan mulai mengkaji kembali periode ini dan menemukan bahwa ada banyak hal yang layak diapresiasi dari Zaman Kegelapan.

Salah satu aspek yang sering diabaikan adalah peran penting gereja dalam mempertahankan dan menyebarkan pengetahuan. Meski tidak semua orang di Eropa melek huruf, para rohaniwan tetap berupaya keras untuk mengajarkan ilmu dan agama kepada masyarakat, bersumber dari wikipedia.org.

Banyak dari mereka yang menghabiskan hidupnya untuk menyalin dan memelihara manuskrip-manuskrip kuno, sehingga pengetahuan dari zaman klasik tidak hilang sepenuhnya. Bahkan, beberapa tokoh gereja menjadi intelektual terkemuka pada masanya, yang karyanya terus dibaca dan dipelajari hingga saat ini.

Selain itu, peran wanita dalam periode ini juga tidak boleh diabaikan. Meskipun sering kali dilihat sebagai objek penindasan, ada banyak wanita yang berhasil menonjol di bidang sastra dan seni.

Baca Juga: Delapan Benda Bertuah Milik Soekarno dan Soeharto hingga Keris Penghilang Tubuh Jenderal Soedirman

Mereka menulis puisi, menciptakan musik, dan bahkan mempengaruhi politik di kerajaan-kerajaan Eropa. Sayangnya, banyak dari karya-karya mereka yang hilang atau tidak mendapat perhatian yang layak, sehingga kontribusi mereka sering kali terlupakan dalam sejarah.

Di sisi lain, Zaman Kegelapan juga membawa dampak besar terhadap perkembangan agama di Eropa. Dominasi gereja yang kuat pada periode ini menciptakan sistem nilai yang berpusat pada keimanan dan moralitas.

Banyak aturan dan norma sosial yang terbentuk pada masa ini masih berpengaruh hingga saat ini, terutama dalam masyarakat yang masih mempertahankan tradisi Kristen.

Namun, Zaman Kegelapan juga tidak lepas dari berbagai konflik dan pertumpahan darah. Pertikaian antara kerajaan-kerajaan dan kelompok-kelompok suku sering kali berakhir dengan perang yang menghancurkan.

Bahkan, gereja yang seharusnya menjadi pusat perdamaian dan keadilan, terkadang terlibat dalam intrik politik dan konflik bersenjata. Hal ini menambah kesan bahwa periode ini benar-benar gelap dan penuh dengan penderitaan.

Meskipun istilah Zaman Kegelapan masih sering digunakan dalam budaya populer, para sejarawan modern cenderung lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Mereka menyadari bahwa periode ini terlalu kompleks untuk dirangkum dalam satu istilah yang merendahkan.

Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk mengakui bahwa Zaman Kegelapan adalah masa transisi yang penuh dengan tantangan, namun juga penuh dengan potensi untuk kemajuan. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga