MK Ketuk Palu SD-SMP Gratis dan Tiadakan Iuran akan Diatur dalam RUU Sisdiknas

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Sabtu, 31 Mei 2025
0 dilihat
MK Ketuk Palu SD-SMP Gratis dan Tiadakan Iuran akan Diatur dalam RUU Sisdiknas
MK sahkan pendidikan dasar gratis di SD dan SMP swasta nasional. Foto: Repro Antara.

" MK resmi menetapkan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta, wajib diselenggarakan tanpa memungut biaya "

JAKARTA, TELISIK.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menetapkan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta, wajib diselenggarakan tanpa memungut biaya.

Putusan tersebut akan diperkuat melalui Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang tengah dirancang oleh DPR RI.

Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan bahwa RUU Sisdiknas disusun dengan memasukkan substansi putusan MK agar setiap anak mendapatkan hak pendidikan yang setara.

“RUU Sisdiknas akan memperkuat landasan hukum putusan MK tersebut. Kami ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa melihat latar belakang ekonomi atau jenis sekolahnya, mendapat jaminan pendidikan dasar yang benar-benar gratis,” ujar Hetifah, seperti dikutip dari SindoNews, Sabtu (31/5/2025).

Meskipun demikian, Hetifah mengingatkan bahwa perlakuan terhadap sekolah swasta tidak bisa disamakan sepenuhnya. Menurutnya, pembiayaan sekolah swasta perlu diatur dengan skema subsidi yang adil.

“RUU Sisdiknas akan memberikan ruang bagi diferensiasi skema pendanaan, di mana sekolah swasta berbiaya rendah dapat menerima subsidi penuh dari negara, sementara sekolah swasta premium tetap dapat memungut biaya tambahan secara terbatas dengan pengawasan,” jelasnya.

Sekolah swasta premium, lanjut Hetifah, merupakan lembaga pendidikan swasta dengan kualitas tinggi, baik dari segi kurikulum, fasilitas, tenaga pengajar, maupun program ekstrakurikuler.

Biasanya, sekolah jenis ini menyasar kalangan menengah ke atas. Beberapa ciri utamanya meliputi kurikulum internasional, pengajar lulusan luar negeri, serta penggunaan bahasa Inggris dalam pengajaran.

Baca Juga: Daftar 17 PTN Buka Seleksi Mandiri 2025 dengan Nilai UTBK SNBT Tanpa Tes Tambahan

Di sisi lain, Komisi X juga menegaskan bahwa pemaknaan belanja pendidikan sebesar 20% harus jelas dan tidak multitafsir.

Hetifah menjelaskan bahwa selama ini masih ada perdebatan apakah 20% itu dihitung dari pendapatan atau dari belanja negara.

“Komisi X DPR RI bersama Panja RUU Sisdiknas menekankan bahwa 20% anggaran pendidikan yang dijamin oleh Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945, harus dihitung dari total belanja negara, bukan pendapatan,” tegas Hetifah.

Langkah ini penting agar pendidikan tidak menjadi korban pemangkasan anggaran. Sebagaimana dalam RAPBN 2024, usulan pemotongan anggaran pendidikan sempat mencuat, namun dibatalkan karena mendapat kritik luas dari berbagai pihak.

Hetifah menambahkan, anggaran pendidikan dalam RUU ini akan disalurkan ke sektor-sektor strategis pendidikan. Prioritas alokasi termasuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), pendidikan inklusif, serta mendukung program Wajib Belajar 13 Tahun yang sedang digagas.

Ia juga menyebut bahwa Panja RUU Sisdiknas saat ini sedang dalam tahap finalisasi naskah akademik dan draf RUU.

“RUU Sisdiknas berada pada tahap finalisasi naskah akademik dan rancangan RUU oleh Panja, yang akan segera disampaikan untuk harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI dan disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR,” ujar Hetifah.

Setelah tahap tersebut, pembahasan akan dilanjutkan ke Tingkat I bersama Pemerintah. Komisi X membuka ruang partisipasi publik untuk menyempurnakan isi RUU.

“Semua pemangku kepentingan pendidikan: guru, orang tua, organisasi profesi, mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil kami undang untuk memberi masukan agar RUU ini benar-benar menjawab kebutuhan bangsa,” kata Hetifah.

Putusan MK sendiri merupakan hasil dari permohonan uji materiil yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga individu: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Putusan ini dibacakan pada Selasa, 27 Mei 2025, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.

MK mengabulkan permohonan tersebut sebagian dan menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Mahkamah menegaskan bahwa negara wajib menjamin wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, termasuk di satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan masyarakat (swasta).

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa penafsiran lama terhadap Pasal 34 ayat (2) menyebabkan ketimpangan akses pendidikan dasar. Dalam banyak kasus, siswa terpaksa masuk sekolah swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri dan harus membayar biaya yang tidak sedikit.

Baca Juga: Hasil Seleksi SNBT SNPMB 2025 UHO Kendari dan 42 PTN Resmi Diumumkan, Ini Link Akses dan Panduannya

“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” jelas Enny.

Data tersebut menunjukkan adanya kebutuhan besar terhadap keberadaan sekolah swasta untuk menampung siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri. Dengan demikian, negara wajib hadir dan memastikan akses pendidikan dasar gratis juga berlaku di sekolah swasta yang memenuhi syarat.

Meski begitu, Mahkamah juga menekankan bahwa sekolah atau madrasah swasta tidak sepenuhnya dilarang membiayai operasional dari peserta didik atau sumber lain, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Bantuan pendidikan dari negara kepada sekolah swasta tetap dapat diberikan selama memenuhi kriteria yang ditentukan. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga