Muhammadiyah Dukung RUU Larangan Minuman Alkohol
Muhammad Israjab, telisik indonesia
Kamis, 12 November 2020
0 dilihat
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dadang Kahmad. Foto: Repro monitor.co.id
" Pendapatan dari minuman beralkohol itu tidak sebanding dengan risikonya. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dukung larangan minuman beralkohol dan meminta larangan itu dilakukan secara menyeluruh.
Maka, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) mulai membahas Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Mirol).
"Dari Muhammadiyah, sebab 87 persen penduduk Indonesia adalah umat Islam. Dalam ajaran Islam, minuman yang memabukkan (beralkohol), baik sedikit maupun banyak, adalah haram. Maka sebaiknya UU tersebut melarang memproduksi, mengedarkan, dan mengkonsumsi minuman yang memabukkan (mengandung alkohol) di seluruh Indonesia," kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad dilansir dari detik.com, Rabu (11/11/2020).
Selain itu, Dadang mengatakan larangan itu harusnya dilakukan tanpa membedakan usia. Dia menyebut masih banyak makanan yang menyehatkan untuk dikonsumsi.
"Sebaiknya bagi umat Islam dilarang secara menyeluruh dan total, tidak ada kecuali. Masih banyak makanan yang menyehatkan dan halal," tuturnya.
Sementara itu, RUU ini merupakan usulan dari beberapa anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Gerindra.
Tujuan dari disodorkannya RUU ini untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari minuman beralkohol.
"Serta menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol. Selain itu untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum alkohol," ujar Anggota Baleg DPR RI Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rapat baleg, Selasa (10/11/2020).
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tolak Bintang Mahaputera dari Presiden Jokowi
Menurut Illiza minuman beralkohol selama ini lebih banyak membawa dampak negatif daripada dampak positif terhadap kehidupan sosial dan bahkan ekonomi masyarakat.
Ia memaparkan data WHO tahun 2011 yang mencatat bahwa ada sebanyak 2,5 juta orang yang meninggal akibat minuman beralkohol dan 9% di antaranya merupakan usia produktif.
Di tahun 2014, data rata-rata kematian akibat minuman beralkohol meningkat menjadi 3,3 juta orang setiap tahunnya atau 5,9?ri semua jenis kematian.
Kemudian Illiza juga membandingkan pengaruh minuman beralkohol terhadap pendapatan dengan risiko yang ditimbulkannya.
Penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dari tahun 2014-2016 hanya sekitar Rp 5,3 triliun.
"Pendapatan dari minuman beralkohol itu tidak sebanding dengan risikonya," sambungnya.
Untuk itu, para pengusul berharap lewat RUU ini bakal ada penerapan larangan secara tegas sekaligus sanksi atas penggunaan minuman beralkohol di Indonesia.
"Aturan minuman beralkohol hanya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan, di mana dalam hierarki peraturan perundang-undangan di bawah UU dan tidak mengatur sanksi," tambahnya.
Baca juga: PAN Apresiasi Sikap Pemerintah Soal Kepulangan Habib Rizieq
Berikut 2 larangan yang diusulkan dalam RUU tersebut:
1. Setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual, dan mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan.
2. Setiap orang yang menggunakan, membeli dan/atau mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan untuk kepentingan terbatas harus berusia minimal 21 tahun dan wajib menunjukkan kartu identitas pada saat membeli di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, menurut Illiza rincian dari kedua larangan di atas akan disesuaikan kembali dengan masukan dari para anggota partai-partai lainnya yang hadir dalam rapat Baleg DPR RI.
RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. RUU ini juga sempat membuat heboh warganet beberapa bulan lalu saat draft-nya beredar di media sosial.
Namun, menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi (Awiek), RUU yang muncul di medsos tadi adalah draf lama yang dibuat tahun 2015 silam.
Draft RUU ini ternyata baru diterima Baleg pada 17 September 2020. Maka dari itu, RUU tersebut baru dibahas hari ini.
Itupun, masih akan mengalami penyesuaian atau harmonisasi seiring dengan masukan-masukan yang diterima dari berbagai pihak lain sebelum akhirnya disodorkan ke pemerintah pusat. (C)
Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Fitrah Nugraha