Nelayan Pulau Buton Keluhkan Rumpon Ilegal

Deni Djohan, telisik indonesia
Kamis, 06 Mei 2021
0 dilihat
Nelayan Pulau Buton Keluhkan Rumpon Ilegal
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia (NDFWI), Moh Abdi Suhufan. Foto: Ist.

" Rumpon di perairan Buton, Wakatobi dan laut Banda dilaporkan sangat banyak, jarak yang tidak teratur, dengan kepemilikan yang tidak jelas. "

BUTON, TELISIK.ID - Sejumlah nelayan yang selama ini melakukan penangkapan ikan di Laut Banda atau WPP 714 Pulau Buton, mengeluhkan banyaknya rumpon yang terpasang di daerah fishing ground mereka.

Rumpon tersebut disinyalir terpasang tanpa izin, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia (NDFWI), Moh Abdi Suhufan membenarkan hal itu. Menurutnya, pemasangan rumpon tersebut sangat berdekatan satu sama lain dan menggangu alur pelayaran.

Selain itu, banyak kapal penangkap ikan ukuran di bawah 30GT melakukan penangkapan ikan lintas provinsi dan tanpa perjanjian atau izin resmi. Akibatnya, banyak hasil tangkapan nelayan kecil di Kabupaten Buton semakin menurun dan berpotensi menimbulkan konflik sosial antar nelayan.

Berdasarkan hasil investigasi terhadap keluhan para nelayan Buton tersebut, puluhan bahkan ratusan rumpon yang ada dimiliki oleh nelayan lokal dan nelayan pendatang dari Sulawesi Selatan.

Baca juga: Cegah Mudik, Posko Pengendalian di Pelabuhan Kedindi NTT Dibangun

“Rumpon di perairan Buton, Wakatobi dan laut Banda dilaporkan sangat banyak, jarak yang tidak teratur, dengan kepemilikan yang tidak jelas,” kata Abdi merujuk pada hasil investigasi yang dilakukan.

Sesuai ketentuan Permen 26/2014, lanjut dia, jarak antar rumpon adalah 10 mil. Namun yang terjadi di lapangan jarak antar rumpon hanya 1 mil.

“Kami memastikan rumpon-rumpon tersebut dipasang tanpa izin atau ilegal, dan jarak pemasangan yang sangat berdekatan tidak sesuai dengan ketentuan Permen Kelautan dan Perikanan No 26/2014 tentang Rumpon,” tambahnya.

Berdasarkan hasil tersebut, dirinya meminta pada KKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sultra untuk melakukan pemeriksaan dan patroli guna menertibkan rumpon-rumpon tersebut.

Apalagi dari kegiatan tersebut, menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan lokal dan menggangu alur pelayaran, serta berpotensi menimbulkan konflik sosial antar nelayan lokal dan pendatang.

Sementara itu, salah seorang nelayan lokal asal Desa Holimombo Jaya, kabupaten Buton, La Saleh mengatakan, selain banyaknya rumpon aktivitas penangkapan ikan dari luar menggunakan alat tangkap purseine atau kapal redi menggunakan mata jaring berukuran 1 inchi juga banyak terjadi saat ini.

Baca juga: Salat Idul Fitri di Mubar Bisa di Masjid dan Lapangan Terbuka

Akibatnya, ikan ukuran kecil juga tertangkap tapi tidak bisa terjual di pasar.

”Sejak tahun 2018, kita telah menyampaikan ini kepada pemerintah Kabupaten Buton tapi belum ada tindaklanjut," katanya.

Di tempat lain, peneliti DFW Indonesia, Nasruddin menilai, lemahnya pengawasan pemerintah provinsi menjadi faktor utama dalam persoalan ini.

Akibatnya, penangkapan ikan dilakukan secara sembrono dengan mata jaring kecil, pemasangan rumpon yang tidak berizin dan berjarak antar rumpon dibiarkan terjadi tanpa upaya penindakan.

"Padahal tata kelola perikanan dan pengawasan di laut Banda atau WPP 714 mesti menjadi perhatian pemerintah," kata Nasruddin.

Menurutnya, KKP perlu memberikan bantuan teknis dan operasional kepada pemeirntah provinsi Sultra untuk mengawasi laut Banda dan sekitarnya dari kegiatan penangkapan ilegal yang sudah sangat menggangu dan meresahkan nelayan setempat. (B)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga