Pelaksanaan Sekolah Tatap Muka, Sebaiknya dengan Persetujuan Orangtua

Siswanto Azis, telisik indonesia
Minggu, 09 Agustus 2020
0 dilihat
Pelaksanaan Sekolah Tatap Muka, Sebaiknya dengan Persetujuan Orangtua
Plt Kadis Kesehatan Sultra, dokter H. Muhamaad Ridwan, M.Si. Foto: Siswanto Azis/Telisik

" Jadi, untuk anak-anak mesti harus lebih hati-hati, karena penerapan protokol kesehatan pada anak-anak lebih sulit. Mereka kalau sudah ketemu kawannya, sulit untuk menerapkan protokol kesehatan. Makanya harus hati-hati. "

KENDARI, TELISIK.ID - Pemerintah melalui Dikmudora Kota Kendari berencana memulai kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah yang berada di zona hijau atau kuning.

Menanggapi itu, Plt Kelala Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, dokter Muhammad Ridwan berharap agar pelaksanaan rencana itu dilakukan dengan sangat berhati-hati. Ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan.

"Sebaiknya ada persetujuan orang tua utamanya di tingkat TK dan SD," harapnya.

Dokter Ridwan mengatakan, memang kasus anak-anak terpapar COVID-19 tidak terlalu banyak. Hal itu yang mungkin jadi dasar pemikiran akan dibukanya lagi kegiatan sekolah, selain pertimbangan zonasi yang sudah ditetapkan sebagai syarat.

Namun, Ia mengingatkan, gejala atau akibat klinis yang ditimbulkan pada anak-anak yang terpapar COVKD-19 berbeda dengan orang dewasa. Di sisi itulah kehati-hatian perlu diperhatikan, mengingat perilaku anak-anak yang cenderung sulit dikendalikan, apalagi untuk tingkat Sekolah Dasar.

"Jadi, untuk anak-anak mesti harus lebih hati-hati, karena penerapan protokol kesehatan pada anak-anak lebih sulit. Mereka kalau sudah ketemu kawannya, sulit untuk menerapkan protokol kesehatan. Makanya harus hati-hati," kata Dokter Ridwan Kepada Telisik.di, Minggu (9/8/2020).

Mantan Direktur RS Jiwa itu berpendapat, pertama, idealnya sekolah tatap muka baru boleh dibuka hanya di daerah yang berzona hijau, yang tingkat penularan atau rate of transmission-nya di bawah angka satu. Dan sudah tidak ada kasus lagi selama beberapa hari sebagaimana panduan WHO atau pemerintah.

Baca juga: Bertambah 20 Kasus, Total Positif COVID-19 di Sultra 1001 Orang

"Artinya, peluang timbulnya penyakit kecil," ujar dokter Ridwan.

Kedua, lanjut dia, sebelum betul-betul dibuka, harus dilakukan prakondisi, yakni dengan menggelar percobaan atau simulasi.

"Simulasinya itu untuk anak-anak. Jangan simulasi ala dewasa, tapi anak-anak. Perilaku anak-anak itu bagaimana," tambahnya.

Ketiga, proteksi ketat tetap harus diterapkan. Dua minggu sekali harus dievaluasi, jika perlu ada tes kesehatan secara periodik, seperti dilakukan kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.

"Anda lihat pengalaman di China, masuk (sekolah) anak-anak dengan kayak begitu proteksinya, tapi apa yang terjadi, dua minggu kemudian 70 positif. Oleh karena itu harus hati-hati," katanya.

Karenanya ditegaskan, simulasi diperlukan. Dokter Ridwan juga berpendapat, pembukaan sekolah harus dilakukan secara bertahap. Tidak secara langsung kepada semua jenjang.

Dimulai dari anak SMA kemudian turun-turun ke belakang. Kenapa anak SMA? Karena mereka lebih bisa diajak komunikasi. Bayangkan kalau anak TK dan SD," ujarnya.

Reporter: Siswanto Azis

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga