Pemindahan Lokasi Serta Izin Lingkungan Proyek RSUD Busel Kembali Disoal
Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 12 Oktober 2021
0 dilihat
Bangunan IGD RSUD Busel. Foto: Ist.
" Pada kasus tersebut, Kejari Baubau menganggap bila Negara atau Daerah mengalami kerugian total (Total Loss) "
BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Pemindahan lokasi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buton Selatan (Busel), dari Kelurahan Masiri, ke Kelurahan Bandar Batauga, Kecamatan Batauga, terus menuai polemik.
Selain persoalan izin lingkungan yang tak pernah diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan PTSP, masalah lainnya adalah soal pembelian lahan.
Bagaimana tidak, Pemda Busel lebih memilih mengucurkan anggaran Rp 1,6 miliar guna pembelian lahan seluas 3 hektare untuk pembangunan RSUD di Kelurahan Bandar Batauga, ketimbang harus melanjutkan kembali pembangunan yang telah ada di Kelurahan Masiri.
Padahal di Kelurahan Masiri, lahan yang telah dibebaskan untuk pembangunan RSUD tersebut seluas 10 hektare.
"Lahannya itu gratis dihibahkan untuk pemerintah. Dan sudah ada pembangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang menelan anggaran sebesar Rp 35 miliar termasuk pembangunan puskesmas di Kecamatan Batuatas. Nah kenapa harus pilih yang dibayar ketimbang yang gratis," beber salah satu tokoh pemekaran Buton Selatan, La Ode Tarmin.
Menurutnya, apabila Pemda Busel beralasan bahwa pembangunan RSUD di Kelurahan Masiri tidak layak, harusnya disertai dengan kajian akademik. Kajian ilmiah ini yang kemudian menjadi dasar untuk membantah kembali Dokumen Amdal yang telah ada di Masiri.
"Semua harus melalui studi ilmiah. Nah, apakah di Bandar Batauga itu telah mengantongi izin lingkungan? Jika pernah, kapan Dinas Perizinan menerbitkan izin lingkungannya," tanya La Ode.
Pada kesempatan itu, dirinya sempat menyandingkan proyek pembangunan RSUD tersebut dengan proyek pembangunan Pasar Palabusa, Kota Baubau yang oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau telah ditetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Pada kasus tersebut, Kejari Baubau menganggap bila Negara atau Daerah mengalami kerugian total (Total Loss).
"Informasi yang saya dapat kenapa kasus tersebut dinyatakan total loss, sebab lokasi pembangunan pasar saat ini tidak sesuai dengan lokasi awal. Sementara semua perencanaan pembangunan daerah itu harus melalui persetujuan DPRD. Kalau mau diubah, harus minta persetujuan DPRD agar melahirkan Perda baru," terangnya.
Kata dia, kaitan kasus Pasar Palabusa dengan proyek RSUD yang menggunakan dana pinjaman daerah sebanyak puluhan miliar itu cukup relevan. Sebab pada tahun 2020 lalu, pemerintah Busel masih menganggarkan proyek pembangunan peningkatan jalan RSUD di Kelurahan Masiri menggunakan Dana Alokasi Khusus dengan nilai kontrak sebesar Rp 2 763 368 000 dan dikerjakan oleh, CV Adya Ramdhani.
"Artinya Pemda masih mengakui bila jalan tersebut menuju lokasi rumah sakit. Ini anggarannya DAK yang harus diusulkan sebelumnya di Pusat. Harusnya proyek itu di Bandar Batauga, bukan di Masiri. Sebab di Masiri sudah tidak ada RSUD," nilainya.
Di tempat berbeda, Kadis Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Busel, La Ode Mpute, membenarkan bila pihaknya tak pernah menerbitkan izin lingkungan terkait dengan pembangunan RSUD itu.
Namun izin lingkungan proyek tersebut diterbitkan langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Busel. Hal ini merujuk pada PP Nomor 21 tahun 2009 tentang pendelegasian kewenangan.
"Nah, tahun 2018 lalu itu sudah pernah mau didelegasikan di PTSP. Hanya tidak pernah selesai. Hanya saya lupa nomor izin lingkungannya nomor berapa," terang mantan Kadis DLH Busel itu.
Baca Juga: Nelayan Asal Buton Selatan Hilang saat Memancing
Baca Juga: Datangi Rujab, Massa Akhirnya Temui Bupati Buton
Setelah dikroscek, PP Nomor 21 tahun 2009 yang dimaksud La Ode Mpute, ternyata bukan soal pendelegasian kewenangan melainkan tentang peraturan gaji anggota kepolisian negara republik Indonesia.
"Persoalan dibenarkan atau tidaknya penerbitan izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup, kami merujuk pada pendelegasian bupati. Yang pasti, PTSP tidak pernah menerbitkan izin lingkungan itu," imbuhnya.
Kendati begitu, dirinya menegaskan bila proses pemindahan RSUD dari Kelurahan Masiri ke Bandar Batauga sudah sesuai dengan proses kajian mendalam yang dinilai langsung oleh Komisi Penilai Amdal (KPA). Dari kajian KPA tersebut kemudian lahir surat pertimbangan teknis (pertek). Setelah Pertek lahir maka kemudian dilahirkan surat ketetapan kelayakan lingkungan.
"Dari surat ketetapan ini kemudian lahirlah izin lingkungan pembanguan RSUD itu. Nah yang keluarkan izinnya ini adalah Dinas Lingkungan Hidup. Saat itu saya bertindak atas nama bupati. Makanya pendelegasian itu saya yang bertandatangan," ungkapnya.
"Jadi pengkajian kelayakan studi ini dilakukan oleh tim terkait studi yang saat itu pematerinya adalah Dr Ahmad. Nah, untuk Bandar Batauga mendapat skor 91 sedangkan Masiri 54. Skor ini diambil berdasarkan 21 kriteria," pungkasnya.
Perlu diketahui, bangunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Busel di Kelurahan Masiri itu kini telah beralih fungsi menjadi kantor Pekerjaan Umum (PU) Busel. Di sekitar lokasi, terdapat pula 10 kantor OPD yang diresmikan pada 22 Mei 2021 lalu. Wilayah itu kini menjadi kompleks perkantoran. (B)
Reporter: Deni Djohan
Editor: Haerani Hambali