Pendidikan Karakter, Berbudaya, Mandiri secara Ekonomi

Neldi Darmian L, telisik indonesia
Sabtu, 01 Mei 2021
0 dilihat
Pendidikan Karakter, Berbudaya, Mandiri secara Ekonomi
Neldi Darmian L, Mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Foto: Ist.

" Pendidikan harus bisa menjadi ruang dimana karakter-karakter mandiri anak bangsa dapat dikembangkan dan dioptimalkan setelah keluar dalam ruang proses yang namanya pendidikan. "

Oleh: Neldi Darmian L

Mahasiswa Akuntansi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

PADA dasarnya pendidikan adalah sebuah ruang proses bagi anak bangsa untuk mampu mengembangkan karakter sesuai dengan kodrat yang ia miliki.

Hal ini sesuai dengan ciri khas Pancadarma dalam Perguruan Tamansiswa yang digagas oleh Tokoh Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, yang salahsatunya adalah Kodrat Alam.  

Dalam buku Saku Tamansiswa, Sebagai Badan Perjuangan dan Pembangunan Masyarakat dijelaskan bahwa dalam Kodrat Alam, terdapat keyakinan akan adanya kekuatan kodrat pada manusia sebagai makhluk Tuhan.

Ini berarti bahwa Siswa atau Mahasiswa perlu bertanggungjawab akan kemajuan hidupnya bahkan hingga dapat mengusahakan keselamatan dan kebahagiaan hidupnya secara lahir dan batin.  

Menurut paham penulis, pendidikan harusnya dapat bisa menjadi ruang proses yang mampu mengembangkan Sumber Daya Manusia dalam hal ini mahasiswa untuk tidak ragu lagi akan masa depannya.

Pendidikan harus bisa menjadi ruang dimana karakter-karakter mandiri anak bangsa dapat dikembangkan dan dioptimalkan setelah keluar dalam ruang proses yang namanya pendidikan.

Namun realitasnya pendidikan hari ini seperti apa?

Kita berbicara dalam hal relevansi pendidikan terhadap kebutuhan kerja hari ini. Secara faktual dapat kita telisik secara bersama-sama. Stakeholders pendidikan dirasa belum mampu membaca hal ini secara mendasar. Pendidikan tidak sebatas pada pembelajaran yang berubah seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, namun lebih pada itu.  

Baca juga: Hikmah Polemik Kamus Sejarah Indonesia

Pengintegrasian pada materi pembelajaran dan perkembangan teknologi. Sebagai contoh kecilnya adalah pada materi kuliah tentang ekonomi (sebagai disiplin ilmu penulis). Ilmu ekonomi yang disadurkan dalam materi pembelajaran lebih pada pemahaman secara teoritis namun secara praktik tidak lebih ditekankan sebagai prioritas.

Hal ini yang dirasa penulis sebagai sumber mengapa dalam keluaran pendidikan, terkhusus Fakultas Ekonomi masih pada karakter-karakter yang kuat secara naratif namun lemah secara praktik penerapannya.

Keluaran pada disiplin ilmu ekonomi yang dipahami penulis sebagai batasan penjelasan adalah pada bagaimana pembentukan karakter-karakter yang mampu bersaing pada jajaran pasar (baca: mendasar) dengan menghadirkan terobosan-terobosan gagasan, yang mampu mendiagnosa permasalahan dengan ilmu dan menghadirkan solusi dengan praktik yang relevan.

Materi pembelajaran dengan menghadirkan permasalahan pada tingkatan koorporasi namun lemah pada permasalahan mendasar, bukakah itu sia-sia? Kita terlalu jauh berpijak pada tingkatan tertinggi namun pada permasalahan mendasar kita masih begitu sakit-sakitan untuk menyelesaikannya.

Sumber daya lahiran Fakultas Ekonomi perlu dan berani terjun di pasar-pasar sentral. Dimana nadi perekonomian masyarakat bertumbuh.

Oke, kita kembali ke topik bahasan pendidikan pada perguruan tinggi secara khusus masih menganut sistem-sistem konservatisme, keterbukaan terhadap kemajuan sistem pembelajaran belum dapat diterima secara bersama, hal ini pun yang menjadi penghambat bagi mahasiswa dalam hal pengembangan karakternya.

Keterbukaan informasi merupakan lentera harapan yang harusnya dapat bisa dimanfaatkan secara baik. Pendidikan harus mampu mengembangkan karakter anak bangsa. Saya lebih pada istilah mengembangkan tertimbang membentuk.

Secara karakter setiap anak bangsa berbeda-beda, maka tanpa perlu membentuk karena secara kultur yang berbeda, karakter itu telah tertanam pada setiap diri anak bangsa.

Maka untuk itu, pentingnya pengembangan karakter dalam ruang proses pendidikan. Sebuah filosofi yang relevan hingga saat ini pernah dituliskan oleh Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terkait dengan pendidik dalam hal ini seorang pamong.

Baca juga: Kartini dan Kesetaraan Gender

Pendidik pada dasarnya sama dengan seorang petani padi. Ia akan merawat dan menuntun tumbuh kembangnya padi. Tapi seorang petani padi tidak akan bisa mengubah padi itu menjadi jagung.

Dilanjutkan dengan Albert Einstein, bahwa setiap anak adalah jenius, tetapi bila seorang pendidik menilai ikan dari cara ia memanjat pohon. Ikan itu akan merasa bodoh seumur hidupnya.

Hal ini juga yang perlu dihapuskan dalam prespektif pendidik terhadap siswa atau mahasiswa. Setiap anak terlahir dan berkembang dilingkungan keluarga dengan bentuk karakter yang berbeda-beda. Bila karakter terbelenggu oleh sistem dalam ruang proses pendidikan, maka dapat melemahkan karakter seorang anak untuk tumbuh dan berkembang.

Pengembangan karakter juga ditambahkan oleh Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, yang mengartikan bahwa pendidikan merupakan juga proses pembudayaan. Pendidikan memanglah harus sejalan dengan proses pembudayaan.

Kaitannya dengan budaya lokal adalah hal mendasar dan juga relevan dengan bagaimana landasan dasar gagasan pendidikan Indonesia dimasa lalu.

Dalam buku yang dituliskan oleh Pungkit Wijaya berjudul Ki Hadjar Dewantara. Tokoh Pendidikan Nasional selalu menekankan bahwa pendidikan sewajibnya tidak lupa pada yang namanya kebudayaan.

Dari kebudayaan, diharapkan bukan hanya aspek intelektual, tetapi juga nilai moral yang dapat diserap, sehingga pendidikan dapat menggerakkan kesadaran manusia seutuhnya.

Pendidikan karakter dengan elobarosinya pada pembudayaan lokal dapat menjadi sebuah refleksi kembali dalam pengimplementasiannya pada sistem pendidikan nasional hari ini.

Sudah sejauh mana pendidikan karakter diterapkan dalam sistem pendidikan nasional, dan sudah sampai mana penanaman budaya lokal pada kurikulum pembelajaran kita hari ini.

Baca juga: Masalah dalam Kamus Sejarah

Pendidikan karakter dan budaya adalah satu kesatuan yang dapat bisa menjadi evaluasi bersama tidak hanya pada stakeholders pendidikan namun juga siswa atau mahasiswa sebagai bagian didalamnya.

Dan pada bagian akhir penulis mengaitkannya dengan kemandirian secara ekonomi. Di samping pendidikan karakter yang tidak terlepas dari budaya lokal.

Kemandirian ekonomi juga begitu penting dalam hal ini sebagai akhir dari ruang proses pendidikan secara khusus bagi mahasiswa.

Menurut Bung Hatta dalam buku yang ditulis oleh Siffia Hanani berjudul Bung Hatta & Pendidikan Karakter. Bangsa yang tangguh adalah bangsa yang dihuni oleh masyarakat atau warga negara yang mandiri.

Dan kemandirian itu dapat terbentuk dan dikembangkan melalui ruang proses yaitu pendidikan. Dilanjutkan bahwa, Bung Hatta pernah menyebutkan keistimewaan Pendidikan Tamansiswa dan Sekolah Hindia Belanda yaitu pada karakter kemandirian anak bangsa.

Secara khusus salahsatunya adalah kemandirian secara ekonomi, hal ini dirasa penting sebagai output dalam ruang proses pendidikan. Dengan begitu banyaknya pilihan dari kemudahan yang dihadirkan teknologi, siswa atau mahasiswa hari ini dapat bisa dengan mudah mengembangkan dirinya dalam hal apapun sesuai dengan kodrat yang dia miliki.

Keluaran dari ruang proses pendidikan diharuskan mandiri dalam artian mapan secara ekonomi, dengan karakter dan passion yang Ia miliki. Gerakan mandiri secara ekonomi khususnya mahasiswa harus dapat bisa dipantik, dan dibangunkan dari tidur panjangnya.

Gerakan diartikan bukan dalam bentuk demonstrasi jalanan menuntut kebijakan dari pemerintah tetapi gerakan ini lebih pada anak muda yang menawarkan sesuatu untuk bangsanya, baik dengan karya dan juga gagasan-gagasan kreatif yang dimilikinya.

Dengan bentuk gerakan yang berbeda dan dengan satu tujuan yang sama antar gerakan tidak perlu saling mendiskreditkan. Semua masih berada pada satu tujuan yang sama yaitu kemajuan bangsa kedepannya. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga