Masalah dalam Kamus Sejarah

Usmar, telisik indonesia
Sabtu, 24 April 2021
0 dilihat
Masalah dalam Kamus Sejarah
Dr. Usmar, SE, MM, Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta. Foto: Ist.

" Sesungguhnya kekecewaan yang muncul dari warga nahdliyin dapat dipahami, mengingat peran Hadratus Syech Hasyim Asy'ari tidak hanya sebagai pendiri NU, tapi juga sebagai ulama pejuang yang berperan aktif untuk berdiri dan tegaknya Negara Republik Indonesia tercinta ini. "

Oleh: Dr. Usmar, SE, MM

Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta

UNGKAPAN kekecewaan dan kemarahan warga nahdliyin, ketika mengetahui bahwa tokoh dan ulama besar pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syech Hasyim Asy'ari yang juga Pahlawan Nasional, meski terpampang jelas foto beliau pada sampul Kamus Sejarah Indonesia (KSI), namun di alfabetis huruf “H”, dari halaman 84-90, justru tidak ada nama, uraian dan penjelasan tentang Hasyim Asy'ari.

Sesungguhnya kekecewaan yang muncul dari warga nahdliyin dapat dipahami, mengingat peran Hadratus Syech Hasyim Asy'ari tidak hanya sebagai pendiri NU, tapi juga sebagai ulama pejuang yang berperan aktif untuk berdiri dan tegaknya Negara Republik Indonesia tercinta ini.

Di sisi lain, jika melihat dasar pemikiran dan gagasan dari Direktorat Sejarah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, untuk membuat dan menerbitkan Kamus Sejarah Indonesia sesungguhnya patut di apresiasi tinggi.

Kalaupun kemudian muncul dan berkembang berbagai tafsir dalam melihat terbitnya kamus sejarah Indonesia tersebut, sebagai dampak ketidaktelitian dan keakuratan Tim pembuatan Kamus ini, adalah suatu konsekuensi yang harus dipertanggung jawabkan dan diterima.

Esensi Sejarah

Hakekatnya kehidupan ini terdiri dari tiga dimensi waktu, yaitu “kemarin, hari ini dan esok”

Karena “hari ini” adalah dimensi waktu yang sedang kita jalani, dan “esok” adalah dimensi kemungkinan yang akan terjadi, maka hanya dimensi “kemarin” lah yang dapat kita jadikan sebagai cerminan pembelajaran, yang kemudian disebut sejarah.

Baca juga: Larangan Mudik Perlu Kebijakan Nyata Agar Masyarakat Tak Galau

Sejarah sebagai sebuah ungkapan dari berbagai rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, dapat digunakan sebagai bahan kajian dan pembelajaran buat generasi masa kini dan masa depan dalam membangun peradaban.

Memang setiap generasi punya tantangan dan jawabannya sendiri sesuai teks dan konteks zamannya.

Namun sejarah adalah instrumen yang tidak memiliki kepentingan intrinsik, kecuali hanya memberi ruang bagi yang membacanya untuk mengetahui, memahami dan mengerti, serta menafsirkan makna yang tersirat dan tersurat dari sejarah, untuk dapat berbuat dalam membangun peradaban yang lebih baik lagi dari yang pernah ada.

Seperti kita ketahui, dalam pelajaran sejarah kita mengenal istilah “historia magistra” yang dapat diartikan "sejarah adalah guru kehidupan". Inilah sebenarnya esensi dari sejarah.

Kamus Sejarah

Dalam memaknai pengertian tentang dan makna “kamus”, menurut Webster’s New College Dictionary “kamus adalah karya acuan yang memuat kata-kata suatu bahasa, sistem atau bidang pengetahuan yang dimuat secara alfabetis dan diberi batasan; leksikon (1959 : 230).

Dan jika menurut KBBI “kamus” adalah buku yg memuat kumpulan istilah atau nama yg disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang  makna dan pemakaiannya.

Jadi berdasar definisi tentang kamus dan esensi sejarah, maka peran Kamus Sejarah, dalam hal ini Kamus Sejarah Indonesia yang digagas oleh Direktorat Sejarah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, menempati posisi yang strategis dalam memberikan informasi kepada penggunanya.

Berdasar informasi yang terbaca dalam pengantar kamus tersebut,  Direktorat Sejarah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud berencana menerbitkan Kamus Sejarah Indonesia terdiri atas dua jilid. Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998).

Jika peran Kamus Sejarah Indonesia berada pada posisi yang strategis dalam memberikan informasi, maka ketelitian, keakuratan dan kebenaran informasi yang akan dimuat dan disampaikan dalam kamus tersebut, haruslah valid dan benar adalah wajib hukumnya.

Baca juga: Pancasila Hilang di PP 57/2021

Para Tokoh dalam Sejarah

Dalam memaparkan para tokoh dalam sejarah, tidak boleh hanya memilih para tokoh berdasarkan aliran, ideologi, agama, dan keyakinan tertentu.

Tetapi seluruh para tokoh yang memang terlibat dalam sebuah peristiwa yang ingin disampaikan dalam kamus sejarah itu, apa pun perannya, baik pada posisi protagonis, antagonis, atau apapun namanya yang memang ikut mewarnai sebuah peristiwa yang ingin disampaikan dalam kamus sejarah dimaksud haruslah diungkapkan.

Karena apapun yang kita lakukan dan alami pada hari ini, dikemudian hari kelak, juga akan dinamakan sejarah.

Sama seperti para tokoh dalam sejarah yang ada di dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I Nation Formation (1900-1950) yang sedang ramai dibicarakan saat ini.

Saya meyakini, para tokoh hebat itu, semua berpikir, berbuat dan bertindak berdasarkan keyakinan yang mereka miliki saat itu, untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara ini dalam perspektif masing-masing. Tanpa mereka maksud kelak dikemudian hari akan tetap tercatat dalam sejarah meski mereka tak akan bisa melihat.

Tinggal kita atau nanti generasi ke depan yang membaca Kamus Sejarah Indonesia ini, dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa yang pernah dan telah terjadi.

Baca juga: Milenial Bicara Politik, Kenapa Tidak?

Sejarah Milik Pemenang

Ada adagium yang mengatakan bahwa pada dasarnya “sejarah itu adalah milik pemenang”. Jadi para tokoh yang dimunculkan dalam sejarah, dalam perspektif pandangan ini adalah tokoh yang menunjukkan dan berkorelasi dengan pemenang pada saat sejarah itu di munculkan.

Memang untuk melakukan penelitian dan penulisan sejarah secara independen, tidaklah mudah, karena konsekuensi yang mungkin terjadi akan menghilangkan kesan heroik, tentang tokoh yang menjadi ikon dari rezim pemenang itu.

Namun sebagai generasi saat ini, di era kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, tentu upaya sekecil apapun untuk memanipulasi sejarah, dapat diketahui dengan cepat.

Sudah saatnya kini, sejarah dapat ditampilkan apa adanya. Kita jadikan sejarah sebuah cermin besar untuk mengambil hal baik, dan membuang hal buruk dalam perjalanan bangsa.

Karena setiap era peristiwa ada orangnya dan setiap orang ada eranya, tentu melekat dengan peran dan karakteristik beserta tingkah laku perbuatannya.

Jadi kita dapat belajar dari sejarah yang pernah ada, untuk tidak mengulangi kekeliruan itu lagi, seperti dalam sejarah Serangan 1 Maret 1949 yang kemudian dikenal dengan nama perang "janur kuning" yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia, untuk membuka mata dunia untuk mengakui Indonesia sebagai negara berdaulat.

Dengan lebih terbukanya informasi. generasi sekarang ini dapat mengetahui siapa tokoh sebenarnya dalam pertempuran itu, yang ternyata bukanlah tokoh seperti yang disampaikan dalam penulisan sejarah di era Orba itu.

Untuk itu, kita meminta kepada Direktorat Sejarah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penerbitan Kamus Sejarah Indonesia, baik Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998) untuk segera menarik kembali kamus sejarah Indonesia tersebut.

Lakukan revisi dan koreksi menyeluruh. Masih banyak tokoh besar dalam arus utama perjuangan yang memiliki kontribusi fundamental dalam membuat dan membangun lanskep Indonesia merdeka, seperti Tan Malaka misalnya di alfabetis huruf "T", juga tidak ada dalam kamus sejarah Indonesia ini.

Tidak perlu terburu-buru, tapi keliru. Biar sedikit bersabar tapi benar.  

Karena Kamus Sejarah Indonesia ini, kelak akan menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi anak bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia umumnya dalam membangun peradaban kedepan.

Jadi dalam menulis sejarah, kita harus berpegang pada prinsip untuk menyampaikan kebenaran. Kita tidak boleh memberikan informasi salah apalagi berdusta. (*)

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga