Hikmah Polemik Kamus Sejarah Indonesia
Usmar, telisik indonesia
Sabtu, 01 Mei 2021
0 dilihat
Dr Usmar, SE, MM, Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta/Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional. Foto: Ist.
" Karenanya, setiap hal besar yang akan dibuat atau diputuskan, yang dapat mempengaruhi perjalanan bangsa dan berdampak pada kehidupan bangsa dan negara, wajib hukumnya dilakukan uji dan pendapat publik yang juga sebagai pemilik sah republik Indonesia tercinta ini. "
Oleh: Dr Usmar, SE, MM
Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta/Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional
SETELAH Kemendikbud melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid menarik semua buku yang terkait Kamus Sejarah Indonesia (KSI), yang jadi polemik, sesungguhnya ada beberapa hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa tersebut.
Karena dalam perspektif sejarah, peristiwa yang mendasari ditariknya peredaran buku KSI tersebut, juga akan menjadi bagian cerita sejarah dari latar belakang terbitnya Kamus Sejarah Indonesia modern itu sendiri nantinya.
Untuk itu dalam momentum perbaikan tersebut, hendaknya Direktorat Sejarah Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, memeriksa secara cermat, berbagai kekurangan KSI tersebut.
Adapun usulan perbaikan sebagai hikmah dari polemik tersebut, yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, yaitu:
Pertama; adalah tentang Sistematika Periodesasi tahun dan peristiwa sejarah.
Kedua; adalah tentang mendata ulang para Tokoh dan Pahlawan Nasional yang tercecer dan tidak dimasukkan dalam buku KSI, baik di Jilid 1 maupun di Jilid 2. Mungkin dapat diawali dari daftar pahlawan nasional yang jelas ada dokumen lengkapnya.
Baca juga: Masalah dalam Kamus Sejarah
Sistematika Periodesasi Sejarah
Seperti kita ketahui bahwa buku Kamus Sejarah Indonesia yang telah dibuat tersebut terdiri dari 2 jilid, yaitu Jilid I Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II Nation Building (1951-1998).
Tapi kita kesulitan menangkap alasan sosiologis, filosofis, maupun logis, dalam membagi periodesasi tersebut, kecuali yang terkesan sekedar menyederhanakan per 50 tahun-an saja.
Adapun usulan kami, sistematika Periodesasi Sejarah Indonesia, dapat dimulai dari periode tahun 1900 – 1944.
Sedangkan sebagai Titik Nol atau awal dimulainya sejarah Indonesia Merdeka ya, sudah pasti dan harusnya tahun 1945, ketika Proklamasi di kumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Jadi periode berikutnya mungkin dapat dimulai tahun 1945-1965. Lalu diikuti periode 1966-1998.
Dengan periodesasi tersebut, kita dapat menjelaskan alasan historis dan sosiologis perjalanan sejarah bangsa Indonesia untuk generasi kini dan generasi nanti.
Baca juga: Pancasila Hilang di PP 57/2021
Inventarisir Ulang Nama Tokoh yang Tercecer
Perlu diketahui bersama, selain Tokoh dan Ulama Besar Hadratus Syech Hasyim Asy'ari sebagai pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki anggota organisasi yang berjumlah puluhan juta dan bahkan mungkin ratusan juta, sehingga dapat lantang bersuara menggugat kealpaan di muatnya beliau dalam buku KSI.
Tetapi sesungguhnya masih banyak juga para Tokoh dan Pahlawan Nasional yang memang memilih jalan sunyi dalam kiprahnya, yang berkonsekuensi sepi dalam publikasi tentang pengabdiannya kepada bangsa dan negara Indonesia, sehingga ketika tidak ada dalam buku KSI tersebut, juga tak ada suara lantang memprotesnya.
Misalnya Djuanda yang pernah menjadi Menteri sebanyak 14 kali, dan menjadi Perdana Menteri terakhir sebelum jabatan itu dihapus. Dan sangat berjasa melahirkan Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), dikenal sebagai negara kepulauan.
Atas Jasanya tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh nasional/pahlawan kemerdekaan nasional.
Dengan peran penting sedemikian besar, beliau juga tidak masuk dalam buku KSI ini. Baik di bagian alfabetis huruf “D” di halaman 50-70, juga di alfabetis huruf “J” di halaman 105-109
Selain itu ada Bapak bangsa pejuang sejati yang tanpa kompromi menuntut Indonesia harus merdeka 100% yaitu Tan Malaka juga tidak ada, di bagian alfabetis huruf “T”, di halaman 313-326.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa "Sejarah adalah guru kehidupan" atau dalam terminologi sejarah disebut “Historia magistra”, maka idealnya yang disampaikan kepada seluruh anak bangsa dan umat manusia adalah kiprahnya para Tokoh besar dalam arus utama perjuangan yang memiliki kontribusi fundamental dalam membangun lanskap Indonesia Merdeka.
Baik itu Tokoh dalam arus utama perjuangan yang memang sarat publikasi atau dengan kata lain “Media Darling”, maupun mereka yang berjuang di jalan sunyi yang sepi publikasi, harus dan wajib hukumnya untuk masuk dalam Kamus Sejarah Indonesia yang akan di terbitkan itu.
Baca juga: Kartini dan Kesetaraan Gender
Tokoh Besar di Jalan Sunyi Publikasi
Salah satu tokoh besar dan Pahlawan Nasional yang dapat disebut Bapak Bangsa Indonesia Merdeka yang sepanjang hidupnya di wakafkan buat kemerdekaan Indonesia, yaitu “Tan Malaka”, tidak ditulis dan diungkapkan dalam buku KSI.
Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka, adalah seorang putra minang yang cerdas dan militan. Lahir pada tgl 2 Juni 1897, di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.
Beliau wafat pada 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, pada umur 51 tahun.
Belian adalah seorang intelektual dan kaum terpelajar yang menguasai 8 bahasa dengan fasih yakni Minang, Indonesia, Belanda, Rusia, Jerman, Mandarin dan Tagalog.
Juga tidak kurang dari 26 Buku yang telah ditulisnya, yang jadi referensi penting para Tokoh pergerakan pada Pra Kemerdekaan. Selain Buku yang jadi master mindnya yaitu Madilog dan Gerpolek, Beliau juga sudah menulis buku tentang Indonesia Merdeka yaitu Naar de Republiek Indonesia pada tahun 1924.
Memang beliau sejak muda, perjuangannya memilih jalan sunyi publikasi. Namun bukan berarti kita dapat melupakannya sehingga tidak masuk dalam Kamus Sejarah Indonesia.
Kita semua akan memiliki dosa sosial yang sulit termaafkan, jika kita melupakan peran para tokoh yang memilih jalan sunyi tersebut.
Padahal negara memberikan mengapresiasi perjuangan Tan Malaka jasa besarnya, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.
Dan Tan Malaka pernah mengatakan bahwa "Nanti suaraku akan jauh nyaring terdengar dari lubang kubur". Alfatihah untuk bapak bangsa ini.
Baca juga: Provokasi Jabatan Presiden Tiga Periode
Dialektika Positif
Sebetulnya kita semua mesti bersyukur, saat Direktorat Sejarah Dirjen Kebudayaan Kemendikbud mengedarkan secara luas dalam format Pdf buku Kamus Sejarah Indonesia meski belum dicetak secara resmi.
Seperti diketahui buku Kamus Sejarah Indonesia ini mulai dibuat pada tahun 2017 yang lalu, berarti bukanlah kesalahan tunggal dari Kemendikbud era ini. Tapi akumulasi kekeliruan dari perjalanan waktu yang sudah berjalan 4 tahun.
Ini semua dapat kita jadikan pembelajaran bersama, bahwa ternyata meski pembaca utama dan editor adalah guru besar sejarah, ternyata ketidaktelitian itu dan kekhilafan itu sangat mungkin bisa terjadi.
Karenanya, setiap hal besar yang akan dibuat atau diputuskan, yang dapat mempengaruhi perjalanan bangsa dan berdampak pada kehidupan bangsa dan negara, wajib hukumnya dilakukan uji dan pendapat publik yang juga sebagai pemilik sah republik Indonesia tercinta ini.
Mungkin manusiawi, kesalahan dapat terjadi dan dilakukan oleh siapapun. Sebagai manusia kita maksimal bisa mengikhtiarkan, tapi Allah menakdirkan.
Terpenting semangat berbuat terbaik buat bangsa dan negara, buat hidup dan kehidupan dan buat manusia dan kemanusiaan, karena seperti kata pepatah "Hidup kayu berbuah, hidup manusia biar berjasa". (*)