Penutupan Masjid Jangan Dipukul Rata

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 01 Mei 2020
0 dilihat
Penutupan Masjid Jangan Dipukul Rata
Muballigh Sultra, Ustadz Husein Harun Akuba usai mengisi khutbah Jumat di salah satu masjid. Foto: Ist.

" Fatwa MUI pun sebenarnya melakukan pembagian secara mendetail terkait masalah ini. Tidak langsung pukul rata sebagaimana yang terjadi sekarang. Dan bagi yang menyerukan agar masjid ditutup semua, maka dia telah melakukan keharaman. "

KENDARI, TELISIK.ID - Muballigh Sultra, Ustadz Husein Harun Akuba menilai, instruksi penutupan masjid sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19, jangan diberlakukan ke semua masjid.

Dimana, kata dia, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menginstruksikan agar salat berjamaah dan Jumat tidak dilakukan di masjid, bukan untuk semua masjid. Tolak ukurnya adalah apakah daerah sekitar masjid tersebut masuk zona merah COVID-19 atau tidak.

"Fatwa MUI pun sebenarnya melakukan pembagian secara mendetail terkait masalah ini. Tidak langsung pukul rata sebagaimana yang terjadi sekarang. Dan bagi yang menyerukan agar masjid ditutup semua, maka dia telah melakukan keharaman," katanya, Jumat (1/5/2020).

Pasalnya, kata dia, hukum salat berjamaah di masjid adalah fardlu kifayah, dan ini adalah pandangan masyhur ulama dari kalangan Mazhab Syafi'iy, mazhab yang kebanyakan dipegang oleh orang Indonesia. Artinya, setiap waktu salat, wajib ada yang melaksanakan salat berjamaah.

"Disini pengurus masjid bisa menentukan siapa yang melaksanakan kewajiban ini secara bergantian, sehingga pelaksanaan fardlu kifayah ini tetap terlaksana. Sama dengan hukum mengurus jenazah yang juga hukumnya fardlu kifayah," ujarnya.

Baca juga: Mulai Hari ini Pemda Kolaka Utara Tiadakan Aktivitas di Masjid

Sedangkan, tambah dia, hukum melaksanakan salat Jumat bagi laki-laki baligh adalah fardlu 'ain. Artinya kewajiban ini bagi laki-laki mukmin tidak bisa tergantikan oleh yang lain, selama tidak ada udzur syar'iy yang menghalangi kewajiban tersebut, maka yang tidak melaksanakan, dia berdosa di sisi Allah SWT.

Adapun udzur syar'iy yang dimaksud adalah dia sebagai hamba sahaya, masih anak-anak, musafir, sakit atau takut. Dan dalam kaidah ushul fiqh, tidak ada qiyas dalam masalah ibadah, artinya hanya yang disebutkan oleh dalil saja yang menjadi udzur dalam pelaksanaan hal tersebut, tidak bisa dianalogikan kepada yang lainnya.

Olehnya itu, ia melanjutkan, kalau dikaitkan dengan ilmu safety maka ada yang disebut pengendalian risiko, yakni ikhtiar terakhir dalam pengendalian bahaya adalah menggunakan APD.

Dimana aplikasinya yang sering dicontohkan adalah bekerja di ketinggian. Risiko untuk jatuh sangat tinggi, maka resiko tersebut dapat dikendalikan dengan menggunakan APD, yaitu menggunakan full body harness.

"Jika kita menganggap bahwa kewajiban melaksanakan salat Jumat adalah kewajiban asasi, maka bagi lelaki muslim yang sehat yang tidak ada indikasi awal COVID-19, maka mereka menggunakan APD ketika ke masjid," lanjutnya.

ADP yang bisa digunakan ketika ke masjid diantaranya adalah menggunakan masker, membawa sajadah sendiri, berwudhu dari rumah, sebelum masuk masjid cuci tangan pakai sabun, tidak berjabat tangan, tidak bersentuhan satu sama lain dan sebagainya.

"Semestinya seperti ini yang diatur oleh pengurus masjid dan dibantu oleh aparat. Jadi ketika ada jamaah yang tidak mau patuh terkait hal tersebut, maka diminta untuk tidak masuk ke dalam masjid. Apabila ini diterapkan, insya allah risiko untuk tertular satu sama lain sangat kecil," tutupnya.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Rani

Artikel Terkait
Baca Juga