Pilkada di Sultra, karena Kekuasaan Kawan Jadi Lawan

Musdar, telisik indonesia
Minggu, 31 Mei 2020
0 dilihat
Pilkada di Sultra, karena Kekuasaan Kawan Jadi Lawan
Pengamat Politik Nasional, Heri Budianto. Foto: Repro Covesia

" Dalam politik itu kan tidak ada kawan dan lawan. Berteman tidak ada yang abadi, berlawan juga tidak ada yang abadi, sehingga kepentinganlah yang ada disitu. "

KENDARI, TELISIK.ID -  Menghadapi Pilkada di Sultra 9 Desember mendatang telah banyak politisi memproklamirkan diri untuk ikut serta dalam kontestasi politik mempertahankan atau merebut kursi kepala daerah.

Kontestasi politik tujuh daerah di Sultra mempertontonkan beberapa pasang kepala daerah (bupati dan wakil bupati) kini bakal menjadi lawan di Pilkada 2020. Mereka "bercerai" setelah hampir lima tahun bergandengan tangan memimpin daerah.

Menanggapi situasi politik di Sultra, pengamat politik nasional, Heri Budianto menerangkan bahwa, pemilihan umum pada praktiknya merupakan proses politik untuk memperoleh kekuasaan sehingga tidak ada istilah kawan atau lawan abadi, yang sebelumnya musuh kini bisa menjadi kawan.

"Dalam politik itu kan tidak ada kawan dan lawan. Berteman tidak ada yang abadi, berlawan juga tidak ada yang abadi, sehingga kepentinganlah yang ada disitu," terang Heri Budianto kepada Telisik.id, Minggu (31/5/2020).

Baca juga: Ikuti Jejak Sergio Ramos, James Rodriguez Main TikTok Pakai Lagu Indonesia

Pengajar Komunikasi Politik di Jakarta ini menegaskan dalam konteks Pilkada, kandidat yang lima tahun lalu berpasangan dan sekarang bertarung sangat mungkin untuk terjadi, sepanjang didukung oleh partai politik dengan kursi yang cukup dan didukung masyarakat bagi yang independent.

"Sangat mungkin, karena yang diperebutkan adalah kontestasi kekuasaan," tegasnya.

Direktur Eksekutif PolcoMM Institute ini mengungkapkan bahwa, kondisi politik yang terjadi di Sultra juga terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Kondisi tersebut terjadi karena sistem Pemilu yang dianut Indonesia adalah sistem suara terbanyak, sehingga semua orang memiliki kesempatan untuk ikut mencalonkan diri.

"Akhirnya tidak bisa dihindarkan," tegasnya.

Baca juga: Pandan, si Hijau Wangi yang Kaya Manfaat

Selain itu, menurut Heri Budianto kondisi politik tersebut juga merupakan sebuah catatan kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi di tingkat daerah.

"Kalau kaderisasi pemimpin di daerah berjalan baik, tentu hal-hal tersebut bisa diminimalisir," tambahnya.

Menurutnya, partai harus benar-benar melakukan seleksi pemimpin yang ketat dari kader partainya sendiri dan bukan calon bajakan yang hanya memiliki uang dan mampu membeli kursi partai, karena kalau demikian, maka hanya orang tertentu yang memiliki kesempatan.

"Saya kira itu aspek negatifnya, karena kegagalan partai menyiapkan kaderisasi pemimpin daerah," pungkasnya.

Reporter: Musdar

Editor: Sumarlin

Baca Juga