Politik Injury Time, Parpol Jangan Salah Pilih

M. Najib Husain, telisik indonesia
Minggu, 28 Juni 2020
0 dilihat
Politik Injury Time, Parpol Jangan Salah Pilih
Dr. M. Najib Husain, dosen FISIP UHO. Foto: Ist.

" Partai politik telah menjadi mediator paling penting antara negara dan masyarakat sipil (Keith Faulks, 2010) "

Oleh: Dr. M. Najib Husain

Dosen FISIP UHO

Partai politik telah menjadi mediator paling penting antara negara dan masyarakat sipil (Keith Faulks, 2010)

Di bulan November 2019 dan Januari 2020 saya diundang sebagai panelis di tiga partai politik besar di Sultra, pada tahapan kegiatan proses penjaringan bakal calon bupati/wakil bupati di tingkat partai dalam pemilihan serentak 2020 yaitu tahapan mendengar pemaparan para calon bupati/wakil bupati serta pedalaman visi dan misi dari panelis.

Undangan ini sangat penting untuk saya hadir karena memberikan kesempatan untuk memberikan masukan pada misi dan visi para calon bupati/wakil bupati di 7 kabupaten se-Sultra serta sebagai dukungan upaya partai politik di tingkat lokal yang melakukan seleksi yang transparan dan akuntabel sebagai model partai politik yang modern.

Karena, hanya partai yang inovatif yang memiliki kekuatan gagasan perubahan, yang mampu membangun relasi konstituensi yang rasional, dan partisipatif yang nantinya akan memperoleh kepercayaan dan dukungan rakyat. Tidak ada demokrasi modern tanpa keberadaan partai politik (itu kata kunci yang sering kita dengar).

Peran partai politik sangat sentral dalam dunia politik, sebagai tulang punggung demokrasi yang menjelma menjadi saluran aspirasi masyarakat, terutama para pemilih. Pada hakekatnya partai politik berfungsi sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah, sehingga seharusnya dan semestinya partai politik terbuka pada publik mulai dari tahapan penjaringan awal bakal calon bupati/wakil bupati sampai keputusan akhir siapa yang diberikan rekomendasi oleh partai untuk mendaftar secara resmi di KPU.

Jika menghitung bulan sebenarnya sudah saatnya saat ini partai politik bisa menentukan siapa calon yang akan didukung untuk bertarung di 7 kabupaten (Buton Utara, Kolaka Timur, Konawe Kepulauan, Konawe Selatan, Konawe Utara, Muna dan Wakatobi) se-Sultra pada pemilihan serentak 9 Desember 2020.

Baca juga: Pilkada 2020, Pertarungan di Dunia Maya

Nama-nama semua bakal calon sudah dibawa ke pusat dan sudah dikonsultasikan dengan berbagai catatan mulai dari hasil survey tentang tingkat elektabilitas calon, kontribusi calon buat partai, kader partai atau bukan, dan pasangannya siapa serta partai apa yang akan diajak berkoaliasi serta bagaimana kekuatan modal dalam bertarung nantinya.

Namun, kenyataan sampai hari ini partai masih saling mengintip sehingga masih menjadi teka-teki bagi pemilih dan antara bakal calon saling mengklaim telah didukung oleh partai tertentu. Mekanisme ini juga sebenarnya yang perlu  diperbaiki karena sering terjadi keinginan dan dukungan pada calon bupati/wakil bupati dari DPD I/II dan DPP berbeda yang akibatnya terjadi perlawanan dari para kader terhadap keputusan partai yang berbeda  dengan aspirasi di tingkat bawah.

Sehingga yang bertarung di pemilihan serentak adalah sesama orang  partai, dari kelompok pragmatis elite dan aktivis partai yang ideologis (kader), saat aktivis partai tidak mendukung pilihan para elitnya maka kepercayaan pada partai akan hilang dan melahirkan pemilih-pemilih yang lebih memilih untuk golput saat pencoblosan nantinya.

Saat ini yang terjadi partai-partai politik, termasuk di Sultra  yang punya suara untuk memberikan dukungan para calon lebih memilih untuk menggunakan cara klasik yaitu penentuan resmi partai akan diberikan kepada calon bupati/wakil bupati saat injury time sebelum pendaftaran di KPU.

Istilah injury time sangat dikenal dalam dunia persepakbolaan, yang disebut sebagai detik-detik terakhir dari suatu pertandingan, namun istilah ini tidak hanya berlaku dalam sepak bola tetapi juga berlaku di dalam kehidupan kita sehari-hari.

Salah satu yang kami rasakan adalah saat memberikan tugas pada mahasiswa yang biasanya para mahasiswa akan mengumpulkan tugas mereka di masa injury time (detik-detik terakhir), akibatnya banyak tugas yang sama, tugas yang tidak jelas siapa pemiliknya dan kadang salah dalam mengumpulkan tugas.

Baca juga: Bermain dalam Pesta Demokrasi

Seperti inilah biasanya nasib partai politik yang menentukan pilihan di masa injury time, di mana yang kadang terjadi adanya dukungan ganda partai politik, partai politik yang akhirnya tidak memiliki calon (lari kosong), dan partai politik yang punya calon tapi sebenarnya bukan orang yang tepat sesuai dengan ideologi partai sehingga ditinggalkan oleh kadernya.

Menetapkan calon bupati/wakil bupati di masa injury time, sebagai langkah partai yang sangat beresiko dan kadang salah dalam mengambil keputusan. Akhirnya yang terjadi partai salah dalam memilih calon bupati/wakil bupati karena pertimbangan waktu yang sempit dan pemikiran yang pragmatis, sehingga kadang ada calon yang sebenarnya menjadi pilihan masyarakat tapi hanya sebatas calon di baleho karena tidak memenuhi syarat untuk mendaftar di KPU karena dukungan partai politik yang kurang.

Akibatnya, pemilih dipaksa memilih calon pemimpin yang terburuk dari yang terburuk. Di sisi lain, sulitnya terjadi konsolidasi antara mesin politik dari keluarga dan Partai Politik untuk bersinergi dalam memenangkan calon karena sulit dalam komunikasi kedua pihak yang kadang berbeda dalam strategi.

Begitu juga, waktu untuk partai politik melakukan sosialisasi dalam memperkenalkan calon yang didukung kepada semua fungsionaris partai mulai dari tingkat elit sampai ke tingkat ranting akan terkendala oleh waktu yang singkat. Jika selama ini partai politik tetap amanah untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat sebenarnya tidak perlu khawatir bagaimana pemilih akan mengenal para calon pemimpinnya padahal pendaftaran cakada di KPU akan dimulai awal September 2020.

Hanya persoalannya minimnya pendidikan politik dari setiap parpol ditambah dengan adanya pandemi COVID-19 memaksa masyarakat menjadi apolitis dan pragmatis terhadap pilihan parpol untuk memberikan kepastian dukungan di masa injury time.

Untuk itu, ke depan parpol dituntut lebih serius membangun komitmen ideologi dan membuat program sesuai kebutuhan masyarakat dan bukan hadir setiap 5 tahun sekali. Artinya, parpol harus menata basisnya dengan pendekatan programatik, bukan dogmatis. Substansi dari membangun partai politik adalah memberdayakan masyarakat dengan edukasi politik. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga