Refleksi Sewindu UU Keistimewaan di Yogyakarta

Affan Safani Adham, telisik indonesia
Senin, 31 Agustus 2020
0 dilihat
Refleksi Sewindu UU Keistimewaan di Yogyakarta
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat menyampaikan sewindu UUK. Foto: Ist.

" UUK adalah wahana transformatif dalam sistem kepemimpinan daerah. "

YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Memperingati delapan tahun atau sewindu disahkannya Undang-undang Keistimewaan (UUK) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan sapa aruh refleksi di Bangsal Pagelaran Kraton Yogyakarta, Senin (31/8/2020).

Pada kesempatan itu, Sri Sultan HB X mengawali dengan mengingatkan jika UUK terbentuk dari manunggalnya Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.

"Ini adalah bentuk pergeseran dari monarki ke demokrasi yang deliberatif," katanya.

Peringatan kali ini, menurut Sultan HB X, menandai siklus pergantian delapan tahunan.

"Ini layaknya regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi sel baru melalui proses rejuvinasi. Dan kewajiban kita adalah yang rusak-rusak sebagai limbah negatif keistimewaan itulah yang harus diperbarui," paparnya.

Setelah sewindu berlalu introspeksi kritis, menurut Sultan HB X, harus terus diaktifkan. Hal itu agar bisa terus ditemukan ide-ide inovatif yang memiliki perspektif masa depan.

Baca juga: Larangan Usaha Jasa Ketinting di Baubau Disorot

Disampaikan Sultan HB X, tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat DIY. UUK terlahir atas perenungan terhadap keistimewaan sejarah Yogyakarta.  

"UUK adalah wahana transformatif dalam sistem kepemimpinan daerah," ujarnya.

Sultan HB X juga mengingatkan, harus dimengerti bahwa penjabaran kebudayaan keistimewaan penting dilakukan lewat pendidikan.

"Maka setiap penganggaran lewat Dana Keistimewaan harus melalui kesadaran holistik dan komprehensif," ungkapnya.

Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD), menurut Sultan HB X, harus memiliki kelapangan dada terhadap kritik dari masyarakat. Pasalnya, OPD saat ini masih belum sepenuhnya transparan dan akuntabel. Kurang membuka ruang dialog aspiratif.

Padahal menurutnya, sudah ada aturan untuk itu, supaya OPD transparan dan akuntabel.

Baca juga: 2021, Pemkab Muna Bakal Beli Dua Armada Damkar

"Negara juga sudah berusaha mendekatkan diri dengan rakyat lewat bantuan sosial. Juga hendaknya kritik itu harus diterima oleh OPD terkait dengan kebesaran hati," imbau Sultan.

Sultan HB X berpendapat, budaya melayani belum merasuk menjadi sikap dasar ASN (aparatur sipil negara). Mindset ASN, menurutnya, adalah pejabat merupakan pusat kekuasaan. "Sehingga dalam menjawab persoalan masyarakat terkesan difensif. Bukankah kita juga mengenal budaya pepe, budaya kawula berjemur di Alun-alun Utara menunggu Sultan menjawab keluhannya," kata Sri Sultan HB X.

Karena itu, data bantuan sosial COVID-19 kepada kelompok yang berhak perlu diketahui publik.

"Perlu ada informasi by name by address yang bisa diakses di kelurahan. Seandainya ada yang salah sasaran, efektifitas bantuan bisa kita betulkan bersama," ucapnya.

Bagi Sri Sultan HB X, hal ini penting, sebab potensi pembangunan kebanyakan justru berada di desa.

"Niscaya desa akan menjadi sentra pertumbuhan," tutupnya.

Reporter: Affan Safani Adham

Editor: Kardin

Baca Juga