Sawah di Kolaka Utara Tak Lagi Produksi, Tertutup Lumpur Tambang

Muh. Risal H, telisik indonesia
Kamis, 09 Februari 2023
0 dilihat
Sawah di Kolaka Utara Tak Lagi Produksi, Tertutup Lumpur Tambang
Ketua DPRD Buhari dan Ketua Komisi III DPRD Kolaka Utara, Abu Muslim berdialog dengan perwakilan perusahaan pertambangan ketika monitoring di lokasi terdampak luberan lumpur PT KMR dan PT TMM. Foto: DPRD Kolaka Utara.

" Belasan hektare lahan persawahan tidak lagi produksi gegara limpasan lumpur tambang yang masuk ke area persawahan yang diperkirakan sudah setinggi satu meter "

KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Aktivitas penambangan nikel yang dilakukan PT Kasmar Tiar Raya (KTR) dan PT Tambang Mineral Maju (TMM) di Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, diduga merusak area pertanian milik warga setempat.

Belasan hektare lahan persawahan tidak lagi produksi gegara limpasan lumpur tambang yang masuk ke area persawahan yang hingga kini diperkirakan sudah setinggi satu meter.

Ketua DPRD Kolaka Utara, Buhari, usai melakukan menitoring ke lapangan bersama jajarannya pada Senin (6/2/2023) miris melihat kondisi lahan pertanian warga setempat yang mustahil dipulihkan kembali.

"Kondisinya sangat parah. Persoalan di sana memang kompleks. Kalau tidak cepat ditangani, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih parah lagi," terangnya, Kamis (9/2/2023).

Kata dia, luberan lumpur yang merusak area pertanian dan perkebunan warga tidak hanya dari kawasan pertambangan PT KTR namun juga PT TMM.

"Kami lihat kerusakan terparah dan terluas berada sekitar area pertambangan PT KTR. Kalau PT TMM dampaknya hanya sekitar 3 hektaran saja," ujarnya.

PT Kasmar mengaku, lanjut Buhari, izin operasional mereka mulai berlaku pada Oktober 2022 sementara PT TMM berlaku November tahun yang sama karena itu, kedua perusahaan berdalih jika luberan lumpur akibat aktivitas pertambangan sebelum izin mereka berlaku dilakukan para penambang koridor.

"Mereka mengaku bukit di sana sudah gundul sebelum perusahaannya beroperasi dan katanya itu dilakukan penambang koridor," ucapnya.

Baca Juga: Aktivitas Tambang Diduga Ilegal Rusaki Penampungan Air Bersih Warga Kolut

Meski demikian, kedua perusahaan tetap dinyatakan bersalah karena menambang tidak sesuai kaidah pertambangan yang baik. Sediment pond PT KTR  dipandang tidak memadai sehingga tidak mampu membendung luberan lumpur saat hujan deras.

"Kami juga meninjau sawah terdampak itu dan lumpurnya mencapai satu meter," bebernya.

Sekertaris DPC Partai Demokrat ini menuturkan, pengakuan petani kepada anggota legislatif saat meninjau area persawahan, sebelumnya mereka dapat memperoleh hasil panen setiap hektare Rp 20 juta-Rp 25 juta per tahun. Karena lumbung padi mereka sudah tertutup lumpur, petani tidak produktif lagi.

"Kami menyarankan agar perusahaan baiknya membebaskan lahan terdampak khususnya yang 6 hektare itu. Kalau hal itu terwujud pihak perusahaan dapat menjadikan lokasi tersebut untuk sediment pond pasti hasilnya jauh lebih baik," kata dia.  

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kolaka Utara, Abu Muslim menyatakan, kedua perusahaan siap duduk bersama membahas dampak kerusakan yang ditimbulkan. Hanya saja, pihak PT KTR meminta terlebih dulu melakukan normalisasi sungai yang sudah tertutup lumpur.

"Jika hal itu sudah dilakukan, baru kedua perusahaan membahas terkait ganti rugi dampak antara PT KTR, PT. TMM dan masyarakat," bebernya.

Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kolaka Utara, Bidang Penataan dan Penataan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) telah melakukan monitoring di lokasi terdampak.

Hasil monitoring tersebut pun telah diuraikan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama anggota DPRD Kolaka Utara.

Menurut Kabid PPLH, Ukkas, aktivitas pertambangan yang diduga tidak terkendali dilakukan PT Kasmar Tiar Raya di Kecamatan Batu Putih, berdampak ke Desa Lelewawo dan Mosiku.

Baca Juga: Ketua DPRD Keluhkan Dampak Lingkungan Akibat Aktivitas Tambang di Kolut

DLH mencatat di Dusun IV Desa Lelewawo, akibat limpasan lumpur sebuah empang milik warga telah tertutup lumpur. Sungai yang melintasi area perkebunan warga awalnya sedalam satu meter alami pendangkalan bahkan nyaris rata akibat luapan lumpur.

Area perkebunan kakao, pohon-pohon sagu, dan lada juga terdampak luberan lumpur membuat tanaman tidak bisa diolah lagi.

Sementara di Desa Mosiku, kondisinya cukup memprihatinkan karena belasan hektare sawah milik warga setempat kini jadi lahan mati yang hanya ditumbuhi semak belukar.

"Petakan-petakannya saja sudah tidak kelihatan rata tertutup lumpur akibatnya dua tahun terakhir warga tidak lagi bersawah," jelasnya.

Pihak DLH saat itu tidak sepenuhnya mampu menjangkau areal yang terdampak luberan lumpur dikarenakan akses jalan tertutup lumpur hingga mencapai pinggang orang dewasa. (A)

Penulis: Muh. Risal H

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga