Sosok Soesalit Djojoadhiningrat, Anak Tunggal RA Kartini Jarang Diketahui dan Terlupakan

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Selasa, 22 April 2025
0 dilihat
Sosok Soesalit Djojoadhiningrat, Anak Tunggal RA Kartini Jarang Diketahui dan Terlupakan
Anak tunggal RA Kartini, Soesalit Djojoadhiningrat, terlupakan dalam sejarah perjuangan bangsa. Foto: Repro Detik.

" Nama RA Kartini selalu dielu-elukan setiap tanggal 21 April, diperingati dengan upacara, pidato, dan simbol emansipasi perempuan di berbagai pelosok negeri "

JAKARTA, TELISIK.ID - Nama RA Kartini selalu dielu-elukan setiap tanggal 21 April, diperingati dengan upacara, pidato, dan simbol emansipasi perempuan di berbagai pelosok negeri.

Namun di balik ketenaran nama Kartini, sosok anak tunggalnya, Soesalit Djojoadhiningrat, justru tenggelam dalam sejarah dan jarang disebut dalam narasi resmi kenegaraan.

Padahal, ia memiliki peran dalam perjuangan bangsa dan turut terlibat dalam sejarah militer Indonesia pasca-kemerdekaan. Siapa sebenarnya Soesalit dan mengapa namanya seolah hilang dari ingatan bangsa?

Peringatan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April menjadi momen untuk mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini sebagai tokoh emansipasi perempuan Indonesia.

Namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa Kartini memiliki seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat.

Melansir suara.com jaringan telisik.id, Selasa (22/4/2025), Soesalit Djojoadhiningrat merupakan buah pernikahan RA Kartini dengan RM Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat. Pernikahan tersebut berlangsung pada tanggal 12 November 1903, dan hanya berselang beberapa bulan kemudian, Kartini wafat setelah melahirkan Soesalit pada 13 September 1904.

Kartini meninggal dunia hanya empat hari setelah melahirkan Soesalit. Sejak saat itu, bayi Soesalit dibesarkan tanpa kehadiran sosok ibunya. Ia kemudian diasuh oleh neneknya, Ngasirah, ibu kandung RA Kartini yang berperan besar dalam mengasuh cucunya di masa kecil.

Baca Juga: Peringati Hari Kartini, Guru SMA Negeri 2 Wangi-Wangi Wakatobi Tampil Anggun dengan Balutan Kebaya

Namun nasib kembali tidak berpihak padanya ketika sang ayah, RM Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, meninggal dunia saat Soesalit masih berusia delapan tahun. Sejak itu, ia tinggal dan dirawat oleh Abdulkarnen Djojoadhiningrat, yang merupakan kakak tirinya dari pernikahan ayahnya dengan istri lain.

Abdulkarnen berperan penting dalam mendidik dan membimbing Soesalit hingga dewasa. Ia memberikan pendidikan serta membuka kesempatan kerja bagi adik tirinya tersebut. Soesalit mengawali pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere School, sekolah khusus untuk anak-anak Belanda dan bangsawan Jawa.

Pada tahun 1919, Soesalit menyelesaikan pendidikannya di Europeesche Lagere School dan melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) di Semarang. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan HBS pada tahun 1925, lalu melanjutkan ke Recht Hogeschool di Batavia, sekolah tinggi hukum kolonial.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Soesalit diterima sebagai pegawai pamong praja kolonial. Tak lama berselang, ia ditawari pekerjaan sebagai polisi rahasia Hindia Belanda. Dalam jabatan ini, ia mendapat tugas untuk mengawasi pergerakan nasional dan menangkal aktivitas spionase asing.

Namun, pekerjaan tersebut menimbulkan dilema karena ia harus memata-matai bangsa sendiri. Setelah pendudukan Jepang, Soesalit memilih bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA), sebuah organisasi militer bentukan Jepang yang kelak menjadi cikal bakal TNI.

Setelah Indonesia merdeka, Soesalit turut serta dalam membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia aktif dalam strategi pertahanan negara dan memiliki peran signifikan dalam awal pembentukan militer Indonesia.

Karirnya terus menanjak hingga ia ditunjuk sebagai Panglima Divisi Diponegoro. Namun pada tahun 1948, ketika terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, namanya terseret dalam pusaran konflik.

Ia dituduh memiliki hubungan dekat dengan tokoh-tokoh kiri dan laskar rakyat yang terlibat pemberontakan. Walau tidak pernah terbukti secara hukum dan tidak ada proses peradilan yang menyatakan keterlibatannya, Soesalit harus menjalani tahanan rumah.

Presiden Soekarno kemudian membebaskannya, namun ia tidak lagi memegang jabatan sebagai panglima. Ia dipindahkan menjadi perwira staf Angkatan Darat dan bertugas di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Baca Juga: Peringati Hari Kartini, Frontliner BRI BO Kendari Bypass Kenakan Baju Adat Layani Nasabah

Pada tahun 1950, Soesalit dipercaya sebagai Kepala Penerbangan Sipil. Beberapa tahun kemudian, dalam kabinet Ali Sastroamidjojo, ia ditunjuk menjadi Penasihat Menteri Pertahanan yang saat itu dijabat oleh Iwa Kusumasumantri.

Soesalit Djojoadhiningrat meninggal dunia pada tanggal 17 Maret 1962. Ia dimakamkan di kompleks makam RA Kartini yang terletak di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang. Namanya tidak pernah tercatat sebagai veteran resmi karena dugaan masa lalu yang tidak pernah dibuktikan secara hukum.

Ia menikah dengan seorang wanita bernama Siti Loewijah dan memiliki seorang anak bernama Boedi Setyo Soesalit. Meski menjadi cucu RA Kartini, kabar mengenai kehidupan anak dan cucunya jarang terdengar dan disebutkan hidup dalam kondisi yang tidak berkecukupan.

Meski telah mengabdi pada negara dan turut berperan dalam sejarah kemerdekaan, nama Soesalit Djojoadhiningrat tidak banyak disebut dalam catatan sejarah nasional. Perjuangannya seolah hilang dalam bayang-bayang sosok ibunya yang lebih dikenal luas. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga