Tayangan Versi Uncut Film Gowok Kamasutra Tanpa Sensor, Durasi 2 Jam Lebih Pendidikan Tabu Seks

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Senin, 09 Juni 2025
0 dilihat
Tayangan Versi Uncut Film Gowok Kamasutra Tanpa Sensor, Durasi 2 Jam Lebih Pendidikan Tabu Seks
Versi uncut film Gowok Kamasutra hadirkan durasi panjang dan adegan dewasa. Foto: MVP Pictures.

" Film ini tidak sekadar menyuguhkan kisah cinta dan pengkhianatan, tetapi membawa penonton pada perenungan mendalam tentang pendidikan seks, tradisi, dan posisi perempuan dalam budaya Jawa "

JAKARTA, TELISIK.ID - Versi uncut dari film Gowok: Kamasutra Jawa garapan Hanung Bramantyo hadir dengan durasi lebih dari dua jam dan menghadirkan sejumlah adegan dewasa yang sebelumnya dipotong dalam versi bioskop.

Film ini tidak sekadar menyuguhkan kisah cinta dan pengkhianatan, tetapi membawa penonton pada perenungan mendalam tentang pendidikan seks, tradisi, dan posisi perempuan dalam budaya Jawa.

Disajikan secara utuh tanpa pemotongan sensor, versi ini mempertahankan visi orisinal sang sutradara dalam menyampaikan pesan budaya dan gender.

Film ini pertama kali diputar dalam versi uncut di ajang bergengsi International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025. Versi tersebut masuk dalam kompetisi Big Screen dan mendapat perhatian karena keberaniannya mengeksplorasi tema yang selama ini dianggap tabu dalam sinema nasional.

Dengan rating 21+, film ini menawarkan narasi yang lebih mendalam dan menyentuh isu-isu sensitif yang jarang diangkat secara terbuka di layar lebar Indonesia.

Sementara itu, versi cut dari film ini dirilis dengan rating 17+ untuk penayangan domestik di bioskop Indonesia. Beberapa adegan dihilangkan agar sesuai dengan regulasi lembaga sensor dan jam tayang nasional.

Melansir dari Tempo, Senin (9/6/2025), versi ini ditujukan agar film bisa lebih mudah diakses oleh penonton umum, terutama yang berasal dari latar belakang budaya yang masih konservatif terhadap isu seksualitas.

Perbedaan antara kedua versi tidak hanya terletak pada panjang durasi, tetapi juga pada kedalaman adegan yang berkaitan dengan relasi tubuh, pendidikan seks, dan dinamika karakter.

Dalam versi uncut, adegan-adegan sensual ditampilkan lebih panjang dan menyatu dengan konteks cerita, bukan sekadar pemanis visual. Hal ini memungkinkan penonton memahami tradisi gowok secara lebih menyeluruh, sebagai bentuk pendidikan dan bukan semata-mata erotika.

Baca Juga: Jadwal Film Menarik di Bioskop Kendari Hari Ini, Ada Waktu Maghrib 2

Gowok dalam tradisi Jawa adalah profesi perempuan lajang yang bertugas mengajarkan ilmu bercinta kepada calon pengantin laki-laki. Film ini berangkat dari gagasan tersebut dan dikembangkan berdasarkan serat fiktif Atmaprawesa.

Di dalam film, tokoh Nyai Santi (diperankan oleh Lola Amaria) adalah seorang gowok yang telah lama mengabdikan hidupnya untuk melatih para bangsawan muda sebelum menikah. Perannya digambarkan bukan hanya sebagai guru seks, tetapi juga pelindung harmoni rumah tangga.

Konflik utama bermula saat Kamanjaya muda (Devano Danendra), putra bangsawan yang dipersiapkan menikah, dikirim belajar kepada Nyai Santi.

Namun, pertemuannya dengan Ratri muda (Alika Jantinia), anak angkat Nyai Santi, membawa cerita ke arah yang lebih rumit.

Ratri sejatinya tengah dipersiapkan menjadi pewaris ilmu gowok dan harus menjaga keperawanannya hingga akhir hayat. Hubungan keduanya berkembang menjadi cinta terlarang di tengah tuntutan tradisi yang ketat.

Latar waktu film ini berada di era 1990-an, dengan nuansa budaya Jawa yang kental. Warna-warna hangat seperti cokelat, kuning tanah, dan hijau tua mendominasi sinematografi.

Hanung Bramantyo kembali menggunakan pendekatan visual yang cermat seperti dalam karya sebelumnya, Bumi Manusia. Bahasa yang digunakan pun konsisten dalam dialek Jawa ngapak khas Bumiayu, memberikan pengalaman autentik bagi penonton.

Film ini juga memperkenalkan tokoh-tokoh yang mewakili keberagaman ekspresi gender. Liyan, anak angkat laki-laki Nyai Santi yang berpakaian kebaya dan berperilaku kemayu, menjadi simbol kompleksitas identitas dalam budaya Jawa.

Ia bukan karakter pelengkap, tetapi bagian penting dari narasi yang mempertanyakan batasan norma sosial dan gender yang kaku dalam masyarakat tradisional.

Sisi historis film ini juga memuat kisah alternatif asal-usul profesi gowok, yang disebut berakar dari kedatangan Laksamana Cheng Ho ke tanah Jawa. Ia disebut membawa perempuan dari Tiongkok bernama Goo Wook Niang untuk mengajarkan seni bercinta kepada para bangsawan, yang kemudian diadopsi menjadi sistem pendidikan non-formal dalam masyarakat Jawa.

Ratri dewasa (diperankan Raihaanun) digambarkan tidak hanya menjadi gowok terakhir, tetapi juga pendiri komunitas perempuan Respati.

Kelompok ini diceritakan sebagai embrio dari Gerwani, sebuah organisasi perempuan Indonesia yang dikenal progresif pada masanya.

Dalam film, Respati menjadi wadah pendidikan dan pemberdayaan perempuan, menghadirkan narasi tandingan terhadap dominasi patriarki dalam sejarah Indonesia.

Dengan durasi 2 jam 4 menit, Gowok: Kamasutra Jawa versi uncut menyusun lapisan cerita yang kompleks: sejarah, seksualitas, relasi kuasa, dan trauma kolektif perempuan.

Hanung Bramantyo tidak memposisikan tubuh perempuan sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang berdaulat dan memiliki hak atas pengetahuan tentang dirinya sendiri. Pendekatan ini membuat film terasa reflektif dan provokatif dalam waktu yang bersamaan.

Baca Juga: Heboh Adegan Panas Luna Maya dan Maxime Bouttier di Film Gundik, Nyai Karakter Gelap Kaya Raya Dirampok 4 Orang

Di balik segala kontroversi yang mungkin muncul karena adegan eksplisit, film ini membawa pesan yang kuat: seks bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan secara sehat dan edukatif.

Lewat karakter-karakternya, Hanung membuka ruang untuk berdiskusi tentang bagaimana warisan budaya dapat menjadi sarana pembebasan, bukan pembatasan.

Film ini juga diperkuat oleh jajaran pemeran utama seperti Reza Rahadian, Lola Amaria, Raihaanun, hingga aktor senior Slamet Rahardjo.

Dialog-dialog intens, sinematografi lembut, dan iringan musik tradisional semakin memperkaya pengalaman menonton. Versi uncut film ini akan tayang terbatas di sejumlah festival dan platform berizin khusus, sementara versi cut tersedia secara luas di bioskop nasional mulai 5 Juni 2025. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga