Kaopi Ku Produk Lokal Buton Selatan Mendunia Sampai ke Amerika

Ali Iskandar Majid

Reporter

Senin, 30 September 2024  /  9:50 am

Uliyana, Ketua KWT Desa Bola saat menunjukan produk Kaopi ku (kiri). Produk Kaopi Ku (kanan). Foto: Ali Iskandar Majid/Telisik

BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari Kabupaten Buton Selatan, Kaopi Ku, sudah dibawah hingga ke Amerika.

Uliyani, pengelolah tepung ubi Kaopi Ku selaku Ketua KWT Desa Bola mengatakan, produk berbahan dasar singkong buatan ibu rumah tangga di desanya telah dibawa sebagai oleh-oleh dari Buton Selatan ke negara Amerika.

"Bahkan kemarin itu sudah sampai ke Amerika yang dibikin tuli-tuli (jajanan tradisional Buton)," ucap Uliyana kepada telisik.id, Senin (30/9/2024).

Usaha yang dirintis oleh 15 orang dari kelompok wanita tani (KWT) ini sudah berjalan sejak tahun 2019. Uliyani menuturkan, awalnya ide untuk mengelola singkong menjadi tepung Kaopi Ku berawal dari perhatiannya terhadap para ibu rumah tangga di desanya yang memiliki banyak waktu luang.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas itu, ia berinsiatif membentuk kegiatan yang bukan hanya saja mendatangkan pundi-pundi rupiah, namun juga menjadikan waktu luang para ibu rumah tangga menjadi lebih produktif.

Uliyani mulai mengajak mereka untuk bergabung di kelompok usahanya dengan mendatangi satu per satu dari pintu ke pintu. Ia hanya mencari orang yang bersungguh-sungguh, sebab menurutnya kegiatan ini butuh konsistensi dan komitmen.

Baca Juga: DPRD Buton Tetapkan Pendapatan Daerah Rp 849 Miliar di APBD Perubahan

Terlebih, dengan melihat potensi yang ada di Desa Bola didominasi oleh petani singkong, semakin memantik semangat Uliyani mewujudkan pengolahan tepung singkong Kaopi Ku.

Ia mengungkapkan, pertama kali mengelola singkong menjadi Kaopi ku, masih menggunakan alat seadanya yakni batu serta papan sebagai alat jepit dan pres untuk mengurangi kadar air dari parutan ubi.

Hingga pada tahun 2018 didatangkan alat pengelolaan modern seperti oven pemanggang, mesin parut, dongkrak, pengayak dan mesin trajam dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, untuk memudahkan proses pembuatan tepung Kaopi Ku.

Untuk satu kali produksi Kaopi Ku, diperlukan sebanyak 50 kilo gram singkong/ubi kayu yang dibeli langsung dari petani setempat dengan harga mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per kilo gramnya.

Dari 50 kg singkong, menghasilkan 20 bungkus tepung singkong Kaopi Ku. Ia mengatakan banyaknya jumlah hasil produksi juga berpengaruh pada usia singkong ketika dipanen. Semakin tua usia ubi saat dipanen, maka jumlah tepung yang dihasilkan semakin sedikit, karena singkong telah menyusut disebabkan kandungan air yang banyak.

"Kalau usia ubi yang dipanen 7-8 bulan bisa dapat 20 bungkus. Tapi kalau sudah di atas 1 tahun menyusut karena kebanyakan air," ucapnya.

Proses pembuatan tepung Kaopi Ku pun cukup sederhana. Singkong yang digunakan adalah yang berwarna putih yang kemudian dikupas, lalu dicuci dengan air bersih dan diparut.

Kemudian dipres untuk mengeluarkan kandungan air yang masih tertinggal, selanjutnya dijemur dan diayak sebelum nantinya dimasukkan ke dalam oven pemanggang untuk dikeringkan kembali dengan suhu 50 derajat celsius yang memakan waktu sekitar 6 jam.

Setalah itu, tepung didinginkan, lalu dikemas dan siap untuk dipasarkan. Pada awal merintis, produk Kaopi Ku masih bersifat promosi dan baru di sekitar desa untuk target pasarnya. Namun seiring waktu, produk lokal itu mulai terkenal dan sudah dijual di beberapa swalayan dengan harga Rp 35.000 per bungkus ukuran 1000 gram atau 1 kilogram.

Kelebihan tepung Kaopi kering bisa awet 6 bulan hingga satu tahun, dibanding jenis Kaopi basah yang hanya bisa bertahan paling lama 3 hari, diikuti dengan perubahan warna yang kekuningan.

Baca Juga: Pengusaha Jakarta Asal Muna Hadiahkan Sepatu ke Pelajar SMAN 1 Lohia Peserta Tri Lomba Juang

Produk tersebut juga sering dipamerkan di berbagai event misalnya pada perayaan Hari Pangan Sedunia, Kaopi Ku selalu eksis dengan langsung mengelola menjadi beberapa produk turunan seperti nastar dan brownies singkong.

Uliyani mengaku, pada awal merintis, omzet yang diperoleh berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan yang dibagikan kepada 14 anggota KWT lainnya. Dengan adanya industri rumahan Kaopi Ku, secara tidak langsung membantu menggerakkan perputaran roda perekonomian di Desa Bola, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan.

Sampai saat ini produk Kaopi Ku sudah menjadi oleh-oleh khas dari Buton Selatan baik bagi pengunjung yang berwisata di Buton Selatan, maupun masyarakat lokal yang berada di perantauan.

"Kalau orang Buton di luar daerah rindu sama kasoami, solusinya ada di tepung Kaopi Ku," tandasnya. (B)

Penulis: Ali Iskandar Majid

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS