Migor Langkah dan Mahal, Warga di Reok Manggarai Kembali Produksi Minyak Kelapa
Berto Davids, telisik indonesia
Rabu, 16 Maret 2022
0 dilihat
Warga Sengari, Kelurahan Wangkung memproduksi kelapa menjadi minyak goreng. Foto: Berto Davids/Telisik
" Sekelompok warga di Sengari, kembali memproduksi minyak kelapa sebagai pengganti minyak goreng (Migor "
MANGGARAI, TELISIK.ID - Sekelompok warga di Sengari, Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (16/3/2022), kembali memproduksi minyak kelapa sebagai pengganti minyak goreng (Migor).
Hal ini dilakukan warga menyusul kondisi Migor di pasaran yang langka dan mahal.
Minyak yang diolah secara tradisional dari bahan dasar kelapa ini menjadi harapan terakhir warga ketika Migor di pasar sulit lagi didapat.
Hasil dari produksi warga ini selain untuk dikonsumsi sendiri juga sisanya dijual demi kebutuhan ekonomi.
Damasus Levin, pembuat Migor dari buah kelapa mengatakan, kelapa yang diolah ini merupakan kelapa yang diambil dari kebun sendiri dan hasil dari olahan itu ia utamakan untuk kebutuhan dapur. Sisanya bisa untuk dijual.
"Kita utamakan untuk kebutuhan sendiri dulu. Kalau memang ada sisa yah bisa untuk dijual dengan harga yang terjangkau, yakni Rp.10.000 per liternya," tutur Levin kepada Telisik.id.
Ia mengaku, kelapa yang diproduksinya hari ini berjumlah 30 buah menghasilkan 5 liter atau 8 botol minyak kelapa.
"Ada 30 buah kelapa yang kami produksikan hari ini. Puji Tuhan hasil minyaknya juga lumayan banyak hingga mencapai 5 liter sehingga bisa pakai sampai 2 hingga 3 pekan kedepan," ujar Levin.
Ia berharap kondisi kelangkaan dan mahalnya Migor di pasaran ini menjadi perhatian serius pemerintah agar stok dan harganya kembali normal.
Senada dengan Levin, salah seorang pemilik kebun kelapa, David Delan Mahos juga menyampaikan keinginannya untuk memproduksi kembali kelapanya menjadi Migor. Hal itu akibat langkah dan mahalnya Migor di kios-kios terdekat.
Produksi minyak kelapa sendiri, kata Mahos, lebih praktis ketimbang memaksa membeli Migor yang mahal.
"Lebih baik saya produksikan kelapa menjadi minyak goreng ketimbang saya harus paksa beli. Buatnya praktis, tinggal kita kupas kelapanya, lalu cuci dan parut, kemudian airnya diperas lalu dimasak. Nah Jadilah minyak goreng yang siap dikonsumsi," tutur Mahos.
Baca Juga: Polres Konawe Ungkap Kepemilikan Ratusan Liter Minyak Goreng di Wawotobi
Menurutnya, minyak kelapa yang diolah sendiri lebih terasa manis dan enak ketimbang minyak goreng dari kelapa sawit yang dijual di pasaran.
Untuk diketahui sebelumnya, stok Migor di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat berkurang sejak akhir Februari 2022 lalu. Kondisi ini nyaris terjadi di seluruh toko maupun mini market atau swalayan.
Mini market Toko Pagi Reo misalnya yang terkenal dengan pemasokan barang jualan terbanyak juga mengaku tak ada stok alias kosong saat ditelusuri Telisik.id, Sabtu (5/3/2022) lalu.
Selain itu, Toko Benteng Mas Reo juga mengaku stok minyak goreng di gudangnya sudah mulai berkurang dan bahkan nyaris habis karena belum ada pendistribusian.
"Sudah tinggal sedikit mau habis karena lagi kosong dari PT Wings Ruteng sebagai distributornya. Nanti kalau ada masuk dari PT Wings saya kabarkan lagi," kata Koang, pemilik Toko Benteng Mas Reo.
Koang pun mengaku, saking stoknya tak ada ia terpaksa menjual encer ke kios demi membantu konsumen.
"Saya banyak jual encer karena stok sedikit. Sales dari distributor Ruteng juga jarang ke Reok untuk antar minyak goreng ke toko-toko, terpaksa kios pengecer di Reok banyak ambil langsung di distributor," ngakunya.
Telisik.id mencoba menelusuri lagi beberapa mini market di Kota Reo. Ternyata benar adanya. Salah satu mini market, yakni Toko Zahran juga mengaku kehabisan stok. Mini Market Bandung Utama Group pun terpantau demikian.
"Minyak goreng lagi kosong, kami juga kesulitan. Seles dari distributor Ruteng juga sudah pernah informasi ke kami bahwa minyak goreng memang tidak ada. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi karena memang tidak adanya distribusi dari Ruteng," kata Asri salah satu karyawan Toko Zahran Reo.
Asri mengaku, ukuran minyak goreng 2 liter ia jual dengan harga Rp 53.000 dan harga 1 liter Rp 25.000. Hal itu dilakukannya karena pembeliannya juga mahal.
Ada pula kios pengecer dekat TPI Reo yang mengaku saking sulit mendapatkan minyak goreng ia terpaksa membeli langsung dari luar daerah, yakni Bima Nusa Tenggara Baray (NTB) karena memang stok dari agen dan distributornya kurang. Minyak goreng itu pun terpaksa ia jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) karena berpikir dari sisi keuntungan ekonomis.
Satu liter minyak goreng dijual dengan harga Rp 23.000 dan lima liter dijual dengan harga Rp 125.000. Sungguh jauh dari HET yang diatur.
Kurangnya stok minyak goreng ini disinyalir sebagai penyebab harga minyak goreng naik melampaui HET. Padahal pemerintah pusat melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) resmi memberlakukan HET untuk minyak goreng mulai 1 Februari 2022 lalu. Hal tersebut pun tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022, pasal 2 dan 3 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
Dalam Permendag itu dijelaskan, minyak goreng yang dimaksud adalah minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.
HET untuk minyak goreng curah yang telah ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter, sementara minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.
HET yang ditetapkan dalam Permendag itu disesuaikan dengan berlakunya kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) untuk pasokan minyak sawit mentah (CPO) dan olein dari pasar luar negeri ke pasar dalam negeri. Kemudian besaran HET yang ditetapkan juga sudah sesuai dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), seperti yang terkutip dalam pasal 3 ayat 3.
Dengan aturan ini, maka pengecer dan agen wajib menjual minyak goreng kepada masyarakat sesuai HET yang ditetapkan.
Menurut penelusuran Telisik.id, kenyataan di lapangan rupanya jauh berbeda dengan apa yang tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
Hampir 50 persen harga yang ditetapkan oleh agen maupun pengecer jauh diatas HET yang sebenarnya, terutama minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.
Harga minyak goreng yang semula dapat dijangkau kini diatur seenaknya oleh para penjual hingga nyaris tak terkontrol.
Baca Juga: Berdayakan Petani Cabai, Dinas TPHP Konawe Lakukan Hal Ini
Mulai dari yang terkecil, harga satu botol minyak goreng di kios pengecer mencapai Rp 6.000 hingga Rp 12.000. Padahal sebelumnya harga minyak goreng hanya berkisar Rp 5.000 hingga Rp 10.000.
Pemilik warung makan yang terletak di tengah Kota Reo juga mengaku kecewa dengan HET yang diatur seenaknya oleh agen dan pengecer. Ia mengaku merugi jika bandingkan HET minyak goreng dengan harga makanan di warungnya yang tak pernah berubah.
"Harga minyak goreng di toko sudah mencapai Rp 120.000, sementara makanan yang kami dagangkan tidak berubah, harganya tetap sama dan tidak mengikuti harga minyak goreng. Akibatnya kami tidak mendapat untung lebih," kata Uni, pemilik warung makan.
Senada dengan pemilik warung, salah satu ibu rumah tangga di Kecamatan Reok, Nurlaila mengaku, sangat merasakan dampak dengan langkah dan mahalnya minyak goreng ini.
"Sudah langka, mahal lagi. Akibatnya kami ibu rumah tangga yang tak punya penghasilan jadi susah mau beli. Apalagi sekarang dekat bulan suci ramadhan," ungkapnya.
Nurlaila pun mengaku, kalau memang ada tidak bertahan lama, stok yang datang ke Alfamart juga sedikit. Jadinya banyak pembeli yang tidak kebagian. (A)
Reporter: Berto Davids
Editor: Kardin