6 Juni, Mengenang Kelahiran Sosok Soekarno Sang Proklamator Indonesia

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Sabtu, 06 Juni 2020
0 dilihat
6 Juni, Mengenang Kelahiran Sosok Soekarno Sang Proklamator Indonesia
Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno. Foto: Repro google.com

" Jangan sekali-kali kau lupakan nak, bahwa engkau ini putera dari sang fajar. "

KENDARI, TELISIK.ID - Hari ini, 6 Juni, tepat hari kelahiran bapak proklamator Indonesia yang juga Presiden RI pertama, Ir. Soekarno.

Dilansir KOMPAS.com, Presiden RI pertama, Ir. Soekarno dilahirkan pada 119 tahun lalu, tepatnya 6 Juni 1901. Sedangkan Soekarno atau akrab disapa Bung Karno meninggal pada 21 Juni 1970 di Jakarta. Dia meninggal dalam usia 69 tahun.

Kelahirannya diketahui lewat biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams, dengan judul Soekarno Penyambung Lidah Rakyat (cetakan pertama 1965).

Dalam buku biografi tersebut, Cindy Adams melukiskan saat-saat kelahiran Bung Karno.

"Bersamaan dengan kelahiranku, menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru. Menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru, karena aku dilahirkan di tahun 1901," tulis Cindy dalam biografi Bung Karno seperti yang dilansir KOMPAS.com, yang mengutip Harian Kompas, Kamis 6 Juni 1991.

Bung Karno juga menyebutkan apa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Pada waktu itu dirinya baru berumur beberapa tahun.

Baca juga: Keraton Yogyakarta Gelar Wisuda Abdi Dalem

Dia terbangun bersama ibunya sesaat sebelum matahari terbit. Mereka berdua duduk di dalam kegelapan pada beranda rumahnya yang kecil.

Lalu, ibunya segera memandang ke arah timur. Dengan sabar wanita Bali yang bersuamikan seorang guru Jawa ini menunggu matahari muncul naik ke langit.

Sang ibu mengulurkan kedua tangan, meraih tubuh kecil Soekarno, dan segera memeluknya dengan tenang.

Lewat suara lunak, ibu ini langsung berbisik, "Engkau sedang memandang fajar nak. Ini kukatakan kepadamu, kelak engkau menjadi orang yang mulia. Engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing."

Ibunya melanjutkan, bahwa orang Jawa percaya bahwa seseorang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya ditakdirkan terlebih dahulu.

Dia membisikkan juga pada Soekarno kecil untuk jangan melupakan pesan itu.

"Jangan sekali-kali kau lupakan nak, bahwa engkau ini putera dari sang fajar," ujarnya.

Baca juga: Dinas Kebudayaan Sleman Gelar Pertunjukan Wayang Orang Secara Daring

Dilansir Kompas.com, Senin (6/6/2016), Bung Karno menurut biografi itu lahir di Surabaya. Meski begitu, versi yang selama ini beredar pada era Orde Baru menyebut Bung Karno lahir di Blitar.

Ada beberapa versi mengenai kelahiran Bung Karno. Seperti diungkap Historia, berdasarkan buku induk mahasiswa Hogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung), Bung Karno lahir di Surabaya 6 Juni 1902.

Sementara itu Harian Kompas, Senin (5/10/1970), menyebutkan ada kemungkinan Bung Karno lahir sebelum 23 Mei 1901. Disebutkan bahwa kelahiran Bung Karno ditandai dengan letusan Gunung Kelud pada 23 Mei 1901.

Namun, meski ada beragam versi mengenai kelahiran Soekarno, telah disepakati bahwa kelahirannya bulan Juni. Hal itu diklaim oleh PDIP dan menjadikan bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno.

Di luar dari perdebatan tanggal kelahirannya, Bung Karno merupakan salah satu contoh terbaik dari seseorang yang berani mengambil risiko.

Sebagai seorang sarjana teknik pada tahun 20-an, ketika sebagian besar rakyatnya masih belum sempat mengenyam pendidikan, dia sudah mengambil risiko besar dengan tidak sudi bekerja sama dengan penjajah.

Baca juga: BPKAD Sultra Buka-bukaan Soal Dana COVID-19 Rp 400 Miliar

Padahal secara pribadi, Bung Karno mungkin lebih terjamin kehidupannya sampai ke anak cucunya, kalau bersedia bekerjasama dengan Belanda.

Dikutip Harian Kompas, Selasa (6/6/2006), Bung Karno mewariskan bangsanya dengan berbagai ajaran yang digalinya sejak ia berjuang pada usia muda.

Namun, jika diteliti secara saksama, ajaran pokok yang selalu didengung-dengungkan hingga menjelang wafatnya adalah persatuan bangsa.

Presiden Soekarno menyerukan persatuan salah satunya pada sambutannya di sidang kabinet 15 Januari 1966 di Istana Merdeka.

Ketika Pancasila masih dalam tahap draf, persatuan Indonesia dijadikan sila pertama. Tanpa persatuan, kata Bung Karno, suatu bangsa mustahil bisa maju membangun dirinya.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin

Baca Juga