Alami Resesi Seks, Sekolah di Jepang Banyak Tutup
Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Senin, 13 Februari 2023
0 dilihat
Dampak resesi seks di Jepang membuat banyak sekolah tutup karena tidak adanya populasi usia pelajar. Foto: Suara.com
" Jepang menjadi salah satu negara yang alami resesi seks karena banyak masyarakatnya yang usia produktif enggan untuk berhubungan seks maupun menikah "
TOKYO, TELISIK.ID - Jepang menjadi salah satu negara yang alami resesi seks karena banyak masyarakatnya yang usia produktif enggan untuk berhubungan seks maupun menikah. Hal ini berimbas pada tingkat kelahiran yang sangat rendah.
Dilansir dari Situbondo.jatimnetwork.com, populasi Jepang menyusut. Untuk pertama kalinya sejak pemerintah mulai melacak lebih dari seabad yang lalu, ada kurang dari 1 juta kelahiran tahun lalu, karena populasi negara itu turun lebih dari 300.000 orang.
Baru-baru terdapat berita viral yang menyebutkan banyak sekolah tutup karena berkurangnya anak-anak yang dilahirkan di Jepang. Video yang beredar di media sosial menunjukkan sekolah besar dengan fasilitas lengkap di Jepang harus ditutup karena tidak ada murid.
Sekolah dari tingkat SD hingga SMA itu terpaksa tutup setelah 20 tahun karena penurunan drastis jumlah anak-anak muda. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat pertumbuhan ekonomi harus berjalan seimbang dengan pertumbuhan penduduknya.
Dengan keseimbangan tersebut diharapkan tetap menjaga stabilitas ekonomi. Fasilitas sekolah bahkan dialihfungsikan menjadi café, hotel, dan tempat penginapan.
Dikutip dari Realita.co, efek dari resesi seks bisa sangat serius. Menurut data resmi dari Bank Dunia, Jepang merupakan negara dengan populasi lansia (di atas 65 tahun) terbesar kedua di dunia setelah Monaco.
Baca Juga: 4 Negara Alami Resesi Seks, Warganya Malas Berhubungan Badan
Jika populasi Jepang terus menyusut, artinya tidak akan ada usia produktif yang bisa menggantikan 'aging population'. Efek tersebut sangat fatal karena mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Negeri Sakura tersebut.
Dalam pidatonya, Perdana Menteri Jepang Fushio Kishida menyebut resesi seks merupakan masalah yang harus diselesaikan sekarang atau tidak sama sekali. Pihaknya juga sudah menyiapkan strategi dan menjanjikan tunjangan agar warganya mau memiliki anak.
"Kebijakan tentang anak dan pengasuhan anak adalah investasi paling efektif untuk masa depan," kata Kishida.
Sebuah survei tahun 2021 terhadap 5.800 pasangan menikah menemukan bahwa mereka menginginkan lebih banyak anak daripada yang sebenarnya mereka rencanakan. Namun mereka akhirnya tidak memiliki anak karena alasan keuangan.
Fenomena 'resesi seks' berujung pada penurunan angka kelahiran. Dalam beberapa dekade, ahli demografi memperkirakan akan ada lebih banyak kakek-nenek dari pada cucu imbas dari penurunan angka kelahiran.
Penurunan angka kelahiran berarti di masa depan, populasi orang tua akan lebih banyak dari usia produktif. Pada negara yang angka kelahirannya rendah, pemerintah harus memikirkan cara merawat populasi yang kebanyakan sudah lanjut usia.
"Di masa mendatang hanya akan ada sedikit anak-anak dan banyak manula, dan ini akan sangat sulit untuk mempertahankan masyarakat global," kata Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington, Christopher Murray.
Baca Juga: Fenomena Resesi Seks yang Berimbas Godoksa Mengancam Korea Selatan
"Coba pikirkan dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat di mana jumlah kakek-nenek lebih banyak dari pada jumlah cucu-cucu," lanjutnya.
Data resmi mencatat, kini Jepang memiliki 125 juta penduduk dan kemungkinan akan terus mengalami penyusutan. Faktor yang mempengaruhi resesi seks di Jepang di antaranya:
- Biaya hidup mahal.
- Perempuan lebih berfokus pada pendidikan dan karir.
- Akses kontrasepsi yang mudah.
- Perempuan lebih memilih untuk mempunyai sedikit anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali (childfree). (C)
Penulis: Adinda Septia Putri
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS