AMSI: Penyelesaian Sengketa Pemberitaan Lewat Dewan Pers

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 29 Mei 2020
0 dilihat
AMSI: Penyelesaian Sengketa Pemberitaan Lewat Dewan Pers
Ketua AMSI Pusat, Wenseslaus Manggut Foto: Repro satuBMR.com

" Pers tentu tidak alpa dari kesalahan. UU Pers dibuat untuk memastikan koreksi dapat dilakukan, dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers. Kesalahan jurnalistik tidak boleh berujung pada kekerasan atau pemidanaan terhadap wartawan. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Pusat mengimbau warga masyarakat yang memiliki sengketa pemberitaan dengan media massa, agar menyelesaikannya melalui UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam siaran pers yang diterima Telisik.id menyatakan bahwa setiap pengaduan terhadap media dapat disampaikan pada redaksi untuk memperoleh hak jawab dan koreksi.  

Jika ternyata belum memuaskan, warga bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi melalui mediasi. Karena sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Pers adalah lembaga negara yang berhak memberikan penilaian atas ada tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik dan memberikan sanksi pada media massa.  

Imbauan ini menjadi penting karena sejak Selasa, 26 Mei 2020 lalu terjadi kasus kekerasan yang menimpa wartawan Detikcom terkait pemberitaan mengenai Presiden Joko Widodo. Korban mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh. 

Kasus ini bermula ketika Detikcom memuat berita tentang rencana Presiden Joko Widodo membuka mall di Bekasi, Jawa Barat, di tengah pandemi COVID-19.  

Baca juga: WFH Bagi ASN Diperpanjang Hingga 4 Juni

Informasi itu didasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi. Belakangan berita itu dikoreksi karena ada ralat dari Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Setelah koreksi itu dipublikasi, jurnalis Detikcom mulai mengalami kekerasan.

Identitas pribadi jurnalis itu dibongkar dan dipublikasikan di media sosial, termasuk nomor telepon dan alamat rumahnya.  Jejak digitalnya diumbar dan dicari-cari kesalahannya. Bahkan, yang bersangkutan juga menerima ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp.  Serangan serupa ditujukan pada redaksi media Detikcom.  

Hal ini jelas mencederai kebebasan pers dan berlawanan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.  

"Pers tentu tidak alpa dari kesalahan. UU Pers dibuat untuk memastikan koreksi dapat dilakukan, dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers. Kesalahan jurnalistik tidak boleh berujung pada kekerasan atau pemidanaan terhadap wartawan," tulis Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut dan Ketua Departemen Advokasi AMSI, Nuruddin Lazuardi. 

Dengan kebebasan pers yang kokoh, masyarakat diuntungkan oleh adanya mekanisme check and balances untuk menjamin akuntabilitas pemerintah memenuhi kepentingan warga.  

Menyerang pers dan mengintimida?i wartawan hanya akan mencederai ekosistem informasi yang kredibel dan bebas, serta merusak demokrasi.  

Baca juga: Pemda Konut Siapkan BLT untuk Mahasiswa

Untuk itu, Pengurus Pusat AMSI menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak pejabat pemerintah atau warga negara yang dirugikan oleh pemberitaan media massa untuk menggunakan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.  

Caranya dengan mengirim permintaan hak jawab, koreksi ke media terkait, lalu jika tidak mendapat tanggapan yang diharapkan, baru mengadukan masalahnya ke Dewan Pers.  Sejak era reformasi 1998, inilah mekanisme hukum yang disepakati dalam penyelesaian sengketa pers tanpa mengganggu independensi media dan kebebasan pers.  

2. Mengkritik keras perisakan dan intimidasi siber (terutama praktek doxing atau dibukanya informasi pribadi) yang dilakukan para buzzer atau warganet yang berpotensi merusak kebebasan pers dan demokrasi di negeri ini.  

Tanpa pers yang bebas dan jurnalisme yang berkualitas, informasi yang beredar di masyarakat akan mudah disetir oleh pihak-pihak tertentu dengan berbagai kepentingan politik maupun ekonomi.

3. Meminta aparat penegak hukum segera mengusut dugaan pelanggaran pidana berupa kekerasan siber (perisakan online dan doxing), serta ancaman terhadap jurnalis, hingga pelakunya diadili di pengadilan.  

Reporter:  Fitrah Nugraha

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga