Arta Graha Tak Ingin Dibedakan dengan Pemilik Lahan Lain di Teluk Kendari

Kardin, telisik indonesia
Rabu, 04 November 2020
0 dilihat
Arta Graha Tak Ingin Dibedakan dengan Pemilik Lahan Lain di Teluk Kendari
Koordinator Sekretariat Artha Graha Kendari, Umbu HT, saat menunjukan lokasi lahan Arta Graha di Teluk Kendari. Foto: Kardin/Telisik

" Saat dibeli sama warga tahun 2003 kondisinya sudah terbuka dan masih menjadi tambak ikan. Pihak kami membeli tanah dibuktikan dengan sertifikat, kemudian kami balik nama penguasaannya di Badan Pertanahan Kota Kendari. "

KENDARI, TELISIK.ID - DPRD Kota Kendari menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait lahan Hutan Mangrove di Teluk Kendari.

Pada kesempatan itu, pihak Artha Graha Group, selaku salah satu pemilik lahan menjelaskan kepemilikan tanah seluas 4,2 hektare di lahan Hutan Mangrove Teluk Kendari.

Koordinator Sekretariat Artha Graha Kendari, Umbu HT mengaku, tanah yang dimiliki oleh Artha Graha di lokasi Hutan Mangrove Teluk Kendari merupakan hasil jual beli dengan warga sudah bersertifikat pada tahun 2003.

"Saat dibeli sama warga tahun 2003 kondisinya sudah terbuka dan masih menjadi tambak ikan. Pihak kami membeli tanah dibuktikan dengan sertifikat, kemudian kami balik nama penguasaannya di Badan Pertanahan Kota Kendari," jelas Umbu HT, Rabu (4/11/2020).

Atas hal itu kata dia, jika pihaknya disebut bersalah lantaran melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pihaknya merasa keberatan. Pasalnya Perda tersebut berlaku Tahun 2010 dengan status ruang terbuka hijau (RTH).

"Kami agak keberatan kalau dibilang melanggar. Karena kami kuasai lahan itu sejak 2003 dan memiliki sertifikat, kami tinggal balik nama saja," jelasnya.

Baca juga: Hari Ini, Pasien COVID-19 yang Sembuh Capai 132 orang

Umbu menjelaskan, sebelumnya lahan tersebut tidak ada pohon mangrove dan hanya tambak ikan atau empang, namun karena ada kegiatan penanaman mangrove dari masyarakat khususnya mahasiswa sampai saat ini, akhirnya dinilai sebagai Hutan Mangrove Teluk Kendari.

"Dulu tidak ada mangrove di situ, hanya empang saja. Tapi karena ada kegiatan mahasiswa menanam mangrove dan sekarang sudah besar-besar. Akhirnya disebut Hutan Mangrove,” ungkapnya.

Kata Umbu, meski adanya tuntutan pencabutan sertifikat tanah Artha Graha di wilayah Teluk Kendari karena dinilai ada pelanggaran, pihaknya mengaku tetap taat dengan hukum yang berlaku.

"Kami sebenarnya taat sama aturan atau regulasi yang ada. Kalau memang itu sudah keputusan resmi dari pemerintah dan DPRD, kami tetap akan taat dengan catatan tidak membeda-bedakan karena sepanjang Teluk Kendari bukan Artha Graha saja yang punya tanah, tapi ada juga masyarakat lain memiliki tanah," pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Kota Kendari, La Ode Lawama menjelaskan, lahan di Teluk Kendari yang dipersoalkan saat ini sudah dimiliki oleh warga dibuktikan dengan sertifikat jauh sebelum ada Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Kendari Tahun 2010-2030.

"Jauh sebelum ada Perda RTRW itu lokasi di Teluk Kendari sepanjang pinggir pantai dijadikan empang oleh masyarakat pada tahun 80-an," ungkap Lawama.

Baca juga: Reses Dewan Kota Kendari Kembali Dilakukan Pekan Depan

Politisi PDIP ini menjelaskan, kepemilikan tanah di area Teluk Kendari bukan hanya Artha Graha, tetapi juga terdapat beberapa orang dan harus memiliki kajian hukum untuk mencabut kepemilikan tersebut.

“Kalau kepemilikan tanah Artha Graha dan beberapa orang hari ini tidak bisa kita menyalahi dan dicabut sertifikatnya, karena sertifkat dikeluarkan langsung Pertanahan," jelasnya.

Hanya saja, kata Lawama mengingatkan, jika Artha Graha ke depannya melakukan aktivitas di Hutan Mangrove Teluk Kendari akan bertentangan dengan Perda tersebut.

"Kalau nanti ada aktivitas Artha Graha di tanah yang sudah diklaim di Hutan Mangrove Teluk Kendari, harus berkomunikasi dengan pemerintah," ucapnya.

Belum lagi kata dia, saat ini tanah yang ada di Teluk Kendari yang diklaim oleh Perda tersebut bahwa areal sebelah kanan dari kantor DPRD Kendari sampai wilayah tapak kuda masuk area kawasan hijau.

"Tapi area kawasan hijau tidak membunuh hak-hak rakyat. Pemerintah tetap menghormati hak-hak rakyat walaupun sudah ditetapkan masuk jalur hijau," tutupnya. (B)

Reporter: Kardin

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga