Banyak Wanita di Jepang Terjun ke Industri Film Porno, Alasannya Mengejutkan
Ibnu Sina Ali Hakim, telisik indonesia
Selasa, 04 Januari 2022
0 dilihat
Bintang film porno Jepang, Maria Ozawa. Foto: Repro hipwee.com
" Setiap tahun, ada sekitar 6.000 orang menjadi pendatang baru di industri film porno di Jepang "
TOKYO, TELISIK.ID - Jepang dikenal sebagai negara yang sangat inovatif, terutama pada bidang teknologi. Negara tersebut bisa dibilang salah satu pelopor industri teknologi, terutama di pasar Asia.
Tak hanya itu Jepang juga identik dengan industri film Porno yang sudah mendunia. Bisnis film porno di Jepang makin berkembang setelah dilegalkan oleh pemerintah.
Setiap tahun muncul wajah baru menjadi bintang di film esek-esek tersebut. Bahkan dikutip dari Japan Today, ada sekitar 6.000 orang menjadi pendatang baru di industri film porno setiap tahunnya.
Banyak wanita di Jepang yang terjun dan memutuskan untuk berkarier di industri tersebut. Namun ternyata hal itu disertai oleh berbagai alasan yang cukup mengejutkan.
Salah satu alasan wanita di Jepang main film porno karena kondisi kehidupan pribadinya.
"Alasannya banyak. Tapi alasan utama adalah kehidupan mereka sebelumnya kacau," kata Syacho, warga asli Jepang.
"Kehidupannya susah. Misalnya ada wanita yang dapat pelecehan seks dari ayahnya," lanjutnya.
"Di keluarganya ada masalah," kata Syacho lagi, dilansir dari Jurnalsoreang, Selasa (4/11/2021).
Selain Syacho, salah satu pemeran film dewasa yang cukup terkenal namanya di Indonesia yaitu Maria Ozawa, mengungkapkan keluh kesah dirinya saat masih berkecimpung di industri film dewasa.
Melalui laman YouTube pribadinya, Maria Ozawa mengaku terjun di industri ini sejak usia 18 tahun.
"Aku sendiri memulai debut ketika umur 18 tahun. Dan aku sudah bekerja setelah lulus dari sekolah menenanghku," ungkap Maria Ozawa.
Maria Ozawa mengakui kalau saat itu dirinya tidak memiliki keahlian apapun untuk bekerja dan mendapat gaji tinggi.
Sementara itu dilansir dari tabloidbintang.com, dalam buku populer berjudul The Namelesa Woman, karya Atsuhiko Nakamura, sang penulis berdasarkan sumber pelaku industri film porno membeberkan, banyak gadis muda Jepang tergiur dengan kesenangan semu yang terlihat dari industri tersebut.
“Banyak gadis yang terjun ke industri film dewasa tiap tahunnya, rata-rata memiliki tujuan yang sama. Beberapa karena ingin memiliki uang banyak, sementara yang lainnya karena merasa nyaman berhubungan seks disaksikan orang-orang dan merasa pekerjaan itu sangat mudah,” terang Atsuhiko Nakamura.
Fakta banyaknya gadis muda yang menjadikan bintang film porno sebagai tujuan hidupnya membuat persaingan makin ketat. Hal itu diduga menjadi alasan banyak para bintang porno yang memilih pensiun lebih cepat.
Entah karena kalah saing atau pun menemukan jodoh untuk hidup normal. Namun banyak pula yang terjebak dalam pola pikir yang disebut AV-no (Adult Video mindset) kesulitan saat melakukan pekerjaan lainnya.
Baca Juga: Deretan Kota Ini Hanya Ditinggali Wanita, Pria Dilarang Masuk
“Banyak di antara mereka yang kesulitan untuk melakukan pekerjaan lainnya usai menjadi model video dewasa. Mereka telah terbiasa mendapatkan bayaran yang lumayan besar dan kesulitan saat mengerjakan sesuatu dengan gaji yang jauh lebih kecil," tambahnya.
Berikut telisik.id merangkum fakta wanita Jepang yang terjun di Industri film porno.
1. Mengalami pelecehan di luar Syuting
Aktris wanita yang terjun di industri film dewasa, diketahui rawan mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan di tempat umum.
2. Rawan eksploitasi
Saat melakukan adegan, diketahui para pemain dipaksa untuk melakukannya secara terus-menerus dan berulang.
Baca Juga: Ternyata Prostitusi di Turki Legal, Ada PSK dari Indonesia
Bahkan untuk menunjang durasi bermain, alat kelamin dari sang pria disuntik dengan cairan khusus supaya bisa tetap berdiri tegak meskipun sudah beberapa kali keluar.
3. Adegan 'senang' hanya terjadi saat perekaman
Meskipun bekerja di industri film dewasa diimingi oleh bayaran yang sangat besar, tapi itu tidak dibarengi dengan kebahagian saat melakukannya. (C)
Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim
Editor: Haerani Hambali