Bapelkes Sultra Perkuat Kapasitas Tenaga Kesehatan Tangani Korban TPPO dan Kekerasan Anak
Ana Pratiwi, telisik indonesia
Senin, 27 Oktober 2025
0 dilihat
Kepala Bapelkes Sultra, Dr. Mutalib, S.Kep., M.Kes., saat membawakan materi pelatihan kepada para tenaga kesehatan puskesmas, Senin (27/10/2025). Foto: Ana Pratiwi/Telisik
" Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara masih sering tenggelam di balik stigma sosial "

KENDARI, TELISIK.ID — Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara masih sering tenggelam di balik stigma sosial.
Banyak di antara mereka yang memilih diam karena dianggap aib keluarga atau urusan rumah tangga yang tidak pantas dibicarakan di ruang publik. Sementara di balik diam para korban, banyak yang membutuhkan pertolongan medis dan psikologis.
Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Provinsi Sulawesi Tenggara bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Buton Utara menjalin kerja sama untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak terulang.
Bapelkes Sultra dan Dinkes Buton Utara kemudian mengadakan pelatihan bagi tenaga kesehatan agar mampu memberikan pelayanan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtP/A) serta tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca Juga: Bapelkes Sultra dan Dinas Kesehatan Buton Utara Latih Tenaga Kesehatan Puskesmas Tekan Angka Stunting
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, dr. Asridah, M.Kes, mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak sering kali tidak terdeteksi karena korban enggan melapor.
Di sisi lain, tenaga kesehatan di lapangan masih banyak yang belum memiliki kemampuan khusus untuk menangani kasus semacam itu.
“Selama ini banyak kasus tidak terungkap karena dianggap aib. Padahal, tenaga kesehatan memiliki peran penting untuk menolong korban, baik secara fisik maupun psikis,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Setiap puskesmas dan rumah sakit dinilai perlu memiliki petugas yang mampu menangani kasus kekerasan dan TPPO sesuai standar pelayanan. Selain pengobatan, tenaga kesehatan juga berperan dalam deteksi dini dan pendampingan yang berempati terhadap korban.
Sementara itu, Kepala Bapelkes Sultra, Dr. Mutalib, S.Kep, M.Kes, menilai pelatihan semacam ini sangat penting karena banyak tenaga kesehatan di daerah belum memiliki pemahaman utuh tentang batas perannya dalam kasus kekerasan dan perdagangan orang.
“Kasus seperti ini sering jadi dilema. Kadang dianggap urusan kepolisian, padahal tenaga kesehatan punya tanggung jawab besar untuk memastikan korban tertangani secara medis dan psikologis,” jelasnya.
Menurutnya, pendekatan terhadap korban kekerasan tidak bisa dilakukan secara kaku. Dibutuhkan sensitivitas dan kemampuan komunikasi agar korban mau terbuka dan merasa aman.
“Banyak korban tidak mau bercerita karena takut atau malu. Jadi dibutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih untuk membangun kepercayaan itu. Itulah kenapa kami dorong agar setiap puskesmas punya SDM yang sudah terlatih,” tambahnya.
Baca Juga: Dokter RS Bhayangkara Kendari Bebas Proses Hukum Dugaan Persetubuhan dan Sidang Etik Usai Korban Cabut Laporan
Mutalib mengungkapkan, pelatihan seperti ini menjadi bagian dari target nasional, yakni seluruh puskesmas harus memiliki tenaga kesehatan yang mampu menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dari 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, hampir seluruhnya telah melaksanakan pelatihan serupa.
Bapelkes Sultra juga terus memperluas akses pelatihan, baik melalui anggaran pemerintah pusat, daerah, maupun program mandiri.
“Kami ingin semua tenaga kesehatan punya kesempatan yang sama untuk meningkatkan kompetensinya. Karena pada akhirnya, pelayanan kesehatan yang berperspektif korban adalah bagian dari tanggung jawab moral profesi,” tutupnya. (B-Adv)
Penulis: Ana Pratiwi
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS