Benteng Tawulagi, Bukti Kabaena Pusat Kerajaan Moronene

Siswanto Azis, telisik indonesia
Minggu, 21 Juni 2020
0 dilihat
Benteng Tawulagi, Bukti Kabaena Pusat Kerajaan Moronene
Muhammad Amsar. Foto: Ist.

" Benteng Tawulagi merupakan tempat pelantikan mokole, mataewolangka tempat mengintai musuh dari arah Selatan, Benteng Doule tempat mengintai dari arah Barat dan Utara dan dua benteng penunjang lainnya masing-masing tuntuntari dan tontowatu merupakan tempat mengintai dari arah Timur. "

KENDARI, TELISIK.ID - Pulau Kabaena yang terletak di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), di masa lampau merupakan pusat Kerajaan Moronene, salah satu etnis di Sultra.

"Benteng Tawulagi, tempat pelantikan mokole (raja), merupakan bukti kuat bahwa Kabaena pernah merupakan pusat Kerajaan Moronene," kata tokoh pemuda Kabaena, Muhammad Amsar, Minggu (21/6/2020).

Menurut Amsar, ada beberapa benteng penunjang benteng utama Tawulaagi, yaitu Benteng Doule, Tontowatu, Mataewolangka dan Tuntuntari.

"Benteng Tawulagi merupakan tempat pelantikan mokole, mataewolangka tempat mengintai musuh dari arah Selatan, Benteng Doule tempat mengintai dari arah Barat dan Utara dan dua benteng penunjang lainnya masing-masing tuntuntari dan tontowatu merupakan tempat mengintai dari arah Timur," katanya

Di wilayah daratan Tenggara Sulawesi sebagai asal muasal etnis Moronene Kabaena, tidak ditemukan benteng seperti di Pulau Kabaena.

Itu membuktikan jika pusat Kerajaan Moronene memang di Kabaena, bukan di wilayah daratan. Di Benteng Tawulagi, kata Muhammad Amsar, selain masih tampak batu besar dan agak tinggi tempat melantik mokole, juga terdapat sebuah meriam besar. Dulu, kemungkinan besar untuk melawan penjajah Belanda maupun Tobelo.

Baca juga: Pemkot Kembangkan Bungkutoko Menjadi Kampung Kerang

"Tobelo merupakan sekelompok orang pada zaman dulu yang kerjanya sebagai perompak laut, bahkan tidak segan-segan merampas dan membunuh warga di daratan," ujar Amsar.

Menurut Muhammad Amsar, benteng-benteng di Kabaena diperkirakan didirikan pada tahun 1600-an yang digunakan sebagai tempat persembunyian dan tempat bertahan dari para musuh.

Dalam kesempatan tersebut, Muhammad Amsar juga menceitakan terkait bahasa yang digunakan sehari-hari suku Kabaena maupun suku Moronene.

Menurut Amsar, Rumbia (Bombana Daratan) menamakan bahasanya bahasa Moronene, sedangkan pada masyarakat Kabaena menamakan bahasanya bahasa Tokotua.

Dari segi kesukuan, Kabaena menyebut dirinya Tokotua, berarti kesukuan/kelompok. Sedangkan masyarakat dari Rumbia menyebut dirinya to-Moronene. To berarti kesukuan/kelompok.

Reporter: Siswanto Azis

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga