Cerita Pemulung di Kendari: Berjuang di Tengah Hiruk-Pikuk Kota
Erni Yanti, telisik indonesia
Minggu, 26 Januari 2025
0 dilihat
Pemulung di Kendari tengah beristirahat setelah mencari barang bekas. Foto: Erni Yanti/Telisik
" Di tengah gemerlap Kota Kendari yang sibuk dengan deru kendaraan dan kesibukan warganya, Sahir, seorang pemulung berusia 53 tahun, menjalani hari-harinya dengan penuh perjuangan "
KENDARI, TELISIK.ID – Di tengah gemerlap Kota Kendari yang sibuk dengan deru kendaraan dan kesibukan warganya, Sahir, seorang pemulung berusia 53 tahun, menjalani hari-harinya dengan penuh perjuangan.
Meski bagi sebagian orang mungkin ia hanya sekilas bayangan di tengah keramaian, namun hidup Sahir menyimpan kisah tentang ketekunan dan semangat bertahan di kerasnya kehidupan.
Setiap pagi, Sahir memulai aktivitasnya dengan mendorong gerobak sepeda yang ia sewa seharga 5 ribu rupiah per hari. Dari tumpukan sampah yang dibuang orang lain, ia mencari barang-barang bekas untuk dijual.
Sahir berasal dari Jawa dan telah menetap di Kendari selama beberapa tahun. Ia tinggal sendirian di sebuah kamar kos sederhana di kawasan MTQ dengan biaya sewa 600 ribu rupiah per bulan. Jauh dari keluarga, ia tetap bertahan di kota yang tak pernah berhenti bergerak ini.
Pada Sabtu sore (25/1/2025), tim telisik.id bertemu Sahir di sudut jalan dekat sebuah hotel. Hari itu, ia belum menemukan barang bekas yang bisa menjadi sumber penghasilannya. Ia duduk dengan sabar, menunggu peluang—mungkin dari tumpukan sampah di bak atau sisa-sisa dari hotel terdekat.
Baca Juga: 25 Tahun Jualan, Pedagang Gorengan Keliling Ini Berhasil Biayai Anaknya Kuliah
“Kadang kalau nggak dapat di bak sampah, saya harus menunggu sampah dari hotel,” kata Sahir sambil menatap jalanan yang ramai kendaraan, seakan berharap ada keajaiban kecil di antara hiruk-pikuk itu.
Setiap dua minggu sekali, Sahir menimbang hasil memulungnya. Dari barang bekas yang ia kumpulkan, ia bisa mendapatkan sekitar 800 ribu rupiah. Uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar sewa kos. Meski penghasilannya tak selalu stabil, ia tetap bersyukur.
Namun, pekerjaan Sahir tak lepas dari berbagai tantangan. Ia harus bersaing dengan pemulung lain demi mendapatkan barang bekas yang bernilai.
“Saya nggak punya pilihan lain. Saya sudah tua, nggak ada lagi pekerjaan lain yang bisa saya lakukan,” katanya dengan nada rendah hati.
Baca Juga: Usaha Ternak Bangkrut, Kakek Tua di Kendari Ini Nafkahi Keluarga dengan Memulung
Terkadang, hasil jerih payahnya cukup menggembirakan, namun tak jarang pula ia hanya memperoleh sedikit. Meski begitu, Sahir tak pernah kehilangan rasa syukurnya.
“Kita jalani saja. Penghasilan kita cukup-cukupkan, yang penting tetap bersyukur,” ujarnya dengan senyum tipis.
Di tengah kerasnya hidup, Sahir adalah potret ketangguhan. Sosok sederhana ini mengajarkan bahwa di balik setiap perjuangan, selalu ada harapan—meski hanya seberkas cahaya dari tumpukan sampah. (C)
Penulis: Erni Yanti
Editor: Fitrah Nugraha
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS