Cina, Malaikat Penyelamat Resesi RI

Rut Sri Wahyuningsih, telisik indonesia
Minggu, 06 November 2022
0 dilihat
Cina, Malaikat Penyelamat Resesi RI
Rut Sri Wahyuningsih, Institut Literasi dan Peradaban. Foto: Ist.

" Meski di tengah ancaman resesi yang membuat semua negara khawatir, ada satu sosok ‘malaikat’ yang bisa membuat Indonesia tidak terdampak dari ‘ngerinya’ fenomena resesi "

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui adanya andil Cina dalam kekuatan perekonomian Indonesia. Saat banyak negara jatuh ke jurang krisis, Indonesia kini mampu bertahan.

“Ekonomi Indonesia, termasuk sedikit negara yang bisa mempertahankan ekonomi sampai saat ini tidak terlepas dari kerja sama yang begitu hebat antara Tiongkok dan Indonesia,” (cbnc31/10/2022).

Ancaman resesi global 2023  seringsekali didengungkan, setiap petinggi negeri ini seolah mewanti-wanti agar rakyat Indonesia lebih waspada. Dengan terus menjelaskan berbagai risiko yang mulai muncul di permukaan.

Laju inflasi tinggi, fenomena strong dollar, krisis pangan hingga perang yang jauh dari kata ‘damai’ menjadi alasan kuat semua pemangku kepentingan di dunia menyalakan alarm bahaya.

Menteri Luhut memberikan sedikit clue bahwa meski di tengah ancaman resesi yang membuat semua negara khawatir, ada satu sosok ‘malaikat’ yang bisa membuat Indonesia tidak terdampak dari ‘ngerinya’ fenomena resesi. Cina, negara yang diakui sendiri oleh menteri Luhut.  

Disebutkan ekonomi Indonesia kini mampu tumbuh sekitar 5%, kembali seperti sebelum pandemi COVID-19 terjadi. Ke depan, ketika banyak negara alami krisis, Indonesia diperkirakan masih mampu tumbuh tinggi.

Luhut menuturkan, delapan tahun terakhir hubungan Indonesia dan Cina sangat erat, baik di bidang perdagangan maupun investasi. Termasuk ketika Presiden Xi Jinping menempatkan Indonesia sebagai poros maritim.“Jadi ini seperti pohon besar yang sudah tumbuh karena kerja sama tadi,” ujarnya.

Menurut Luhut, China juga aktif dalam transfer ilmu pengetahuan dan teknologi ke Indonesia. Hal ini turut mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya Indonesia bagian timur.

“Dalam beberapa tahun terakhir mulai terus berkembang dan dilihat dari sektor kritis dan semua saling menguntungkan. Saya melihat Tiongkok memberikan teknologi terbaik dia dan juga Tiongkok memberikan transfer teknologi dan membantu kita membangun politeknik,” papar Luhut.

Benarkah Cina Penyelamat Krisis di Indonesia?

Jejak digital memang tak bisa begitu saja dihapus. Luhut saat di ajang temu investor-startup Nexticorn International Summit 2022, September lalu menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa diatur oleh negara manapun. Indonesia tak bisa didikte negara besar seperti Cina dan Amerika.

Dia mencontohkan Indonesia baru-baru ini mengenakan bea masuk anti-dumping untuk impor besi dan baja dari Cina. Selain itu, RI pernah mengutamakan laptop produk dalam negeri yang kemudian diprotes oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Baca Juga: Gagasan Elite Politik Minus Empati

Lantas menilik pendapat Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang  menyayangkan mayoritas pekerja industri nikel Tanah Air didominasi tenaga kerja asing (TKA) Cina. Menurutnya, Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Tapi pekerjanya, mulai dari hulu sampai hilir kebanyakan tenaga kerja asing (TKA) asal Cina.

“Ini daerah kaya nikel, tapi yang kerja semua Cina dari daratan sampai tukang las,” ujar Jusuf dalam peringatan HUT 70 Tahun Kalla Group, di Grand Ballroom Kempinski Jakarta (cnnindonesia, 28/10/2022).

Menanggapi pernyataan Jusuf Kalla, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai keberadaan TKA Cina di industri nikel Indonesia sudah pasti ada dan menjadi hal yang wajar. Sebab, investor terbesar di pengelolaan nikel Indonesia adalah Cina.

Setidaknya, ada dua perusahaan besar pengelola tambang nikel di dalam negeri yang berasal dari Cina, yakni PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah dan PT Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI) di Sulawesi Tenggara.

“Saya kira sebenarnya ini bukan karena mereka (TKA Cina) hebat, tapi lebih kepada mereka inikan membawa investasi dan modal, di mana salah satu kekuatannya adalah bisa membawa SDM dari negara mereka seoptimal mungkin,” kata Mamit (CNNIndonesia.com, 31/10/2022).

Menurut Mamit, TKA Cina ini tak akan bisa dihilangkan. Pasalnya, teknologi pengolahan smelter dibawa dari negeri Tirai Bambu dan tentu lebih dikuasai oleh pekerja mereka sendiri dibandingkan TKI. Pekerja dari asal negara investor ini biasanya hanya untuk mengisi posisi operator pengendali mesin atau teknologi saja. Sedangkan, untuk tenaga kasar lebih banyak menggunakan TKI.

Pendapat serupa disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli. Ia menilai penggunaan TKA Cina ini tidak terlepas dari perjanjian dan izin yang diberikan oleh pemerintah pada saat negosiasi investasi dilakukan.

Cina pun tak mau rugi. Sebab sejatinya, kini Cina adalah negara kapitalis, menghidupi penduduknya dengan cara neoimperialisme. Indonesialah sasaran empuknya. Jadi sekali lagi, benarkah Cina malaikat bagi Indonesia?

Ekonomi Kapitalisme Akar Krisis Ekonomi

Krisis dalam sistem ekonomi kapitalis sebagaimana yang diemban dunia termasuk Indonesia hari ini memang akan muncul secara berulang. Disebabkan sistem kapitalis tidak hanya bergerak di bidang ekonomi riil namun juga non riil yang meniscayakan ada muamalah bukan antar barang dan jasa saja, namun juga modal dan alat tukar, seperti saham, emas dan perak.  

Produksi barang besar-besaran terjadi karena kapitalisme tidak mengenal kepemilikan, mereka bebas memiliki apa saja asalkan ada modal, termasuk memiliki harta kepemilikan umum yang menjadi milik rakyat. Bisa dimiliki oleh individu atau perusahaan asing melalui kebijakan yang dikeluarkan negara. Berikut juga kerjasama yang ditandatangani oleh petinggi negeri ini dengan asing.  

Salah satunya Cina. Faktanya bukan hanya Cina, karena bentuk kerjasama ini tak melulu menggunakan nama negara yang bersangkutan. Kapitalis sangat konsen terhadap produksi sebab mereka menganggap bahwa kebutuhan manusia tak terbatas sedangkan barang pemuasnya terbatas, maka solusinya adalah terus berproduksi, tak peduli bagaimana penyerapannya (distribusi) di masyarakat.

Sebab, secara alamiah daya beli masyakarat tak sama. Inilah yang akhirnya menciptakan krisis, dimana harga barang naik dan tak terbeli meski jumlah barang bisa jadi banyak.  

Terlebih pasca pandemi COVID-19, masyarakat dunia khususnya Indonesia belum pulih sepenuhnya. Lapangan pekerjaan masih sulit, karena beberapa kerjasama dengan asing ternyata include modal dan SDM.

Dengan alasan SDM kita skilnya rendah, maka kalaulah ada lowongan hanya untuk buruh kasar. Sarjana kita tak terserap, output SMK yang sudah dibekali ketrampilan pun hanya mampu menyediakan tenaga terampil terdidik yang terbatas.

Lapangan yang tersedia akhirnya hanya sektor remah-remah industri seperti UMKM, perusahaan unicorn atau filantropi dengan keluhan klasik minimnya modal. Akhirnya kesimpulannya, ketika perhatian negara tidak fokus untuk maslahat umat di sinilah dimulainya bencana. Jadi, kapitalisme secara konsep maupun praktik memiliki cacat asal yang tidak bisa diperbaiki.  

Berbicara minimnya peran negara terhadap penguatan perekonomian bangsa makin terlihat dari pernyataan para menterinya, tanpa malu lagi Luhut mengakui Cina sangat berarti hingga serupa dengan malaikat penyelamat resesi. Benarkah? Penjelasan di atas mungkin bisa sedikit menggambarkan. Bila sudah begini, akankah kita terus bertahan? Sebab saat beban kian berat maka dampak negatifnya akan segera menyusul.

Kita masih ingat bagaimana negara Yunani runtuh, Yugoslavia dan negara-negara lain yang terlibat kerjasama dengan Cina, akankah kita menunggu nasib yang serupa? Meskipun beberapa pihak masih yakin akan ada harapan Indonesia akan bisa bertahan dari resesi namun berapa lama? Mengingat resesi ini adalah siklus rutin kapitalisme.

Dimana mereka mencari solusi dengan mencari darah segar bagi modal mereka melalui serangkaian kerjasama termasuk adanya penghapusan utang tempo hari untuk Indonesia oleh empat negara. Debt Swep yang dimaksud adalah ditukar proyek yang senilai.

Tentulah proyek ini akan diterjemahkan dengan eksploitasi SDA besar-besaran. Ibarat keluar dari mulut buaya masuk mulut harimau, tak akan pernah lepas dari cengkeraman asing. Nasib rakyat kian terpinggirkan.

Sistem Ekonomi Islam Anti Resesi

Dalam Islam, mewajibkan negara berperan penuh terhadap jaminan kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu pengelolaan hak milik umum dan negara wajib dikelola oleh negara, hasilnya yang dimasukkan dalam Baitul Mal untuk pembiayaan fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, masjid, jembatan, jalan raya, gaji pegawai dan sebagainya.  

Majunya teknologi, sain dan industri tak lepas dari kualitas pendidikan. Maka negara akan kosentrasi pula menggarap dunia pendidikan tidak semata berhubungan langsung dengan dunia kerja, namun benar-benar mencetak ilmuwan, arsitek, ahli kesehatan dan lainnya yang mumpuni secara keilmuan dan berdaya guna untuk maslahat umat.

Jikapun harus membayar ahli dari luar negeri karena di dalam negeri belum ada itupun sifatnya sementara dan akadnya adalah kontrak kerja. Sebagaimana Khalifah Muhammad Al Fatih ketika hendak menaklukkan konstantinopel.

Ia membuat sayembara kepada insinyur dimanapun yang sanggup membuatkan beliau sebuah meriam. Meriam itu diberi nama “The Muhammed’s Greats Gun”. Meriam ini dibuat oleh seorang ahli teknik mesin dan kimia asal Hongaria bernama Orban di Edirne.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan: Fanatisme Berujung Tragis

Atau pada masa Rasulullah yang meminta dibuatkan mimbar kepada orang Yahudi. Namun hanya sebatas muamalah, bukan dengan syarat yang menjebak semisal kerjasama yang terjadi dengan pihak asing hari ini.  

Negara juga akan memberlakukan perekomonian riil, yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan bagi para laki-laki. Dari Baitul Mall akan diberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan modal, bahkan hingga santunan jika memang karena suatu hal benar-benat tidak mampu bekerja.

Negara akan memberantas monopoli perdagangan, tidak mematok harga dan menindak mereka yang melakukan penipuan keji dan penimbunan. Suasana pasar benar-benar akan dibiarkan sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan.

Negara juga akan menjamin keamanan dalam dalam luar negeri dengan tidak mengadakan kerjasama dengan negara asing yang jelas-jelas memusuhi Islam bahkan berniat melemahkan. Negara juga akan memberlakukan mata uang emas dan perak.

Sebab nilainya relatif stabil dibandingkan dengan sistem fiat money hari ini yang tidak didukung oleh cadangan emas samasekali. Emas dan perak malah dijadikan komoditas dan berputar pada orang-orang kaya kapitalis saja.  

Dengan sistem ekonomi Islam, maka setiap orang akan mudah mengakses ekonomi, baik dengan mandiri maupun bantuan negara. Sebab negara akan mengharamkan riba, dan mengatur kepemilikan benar-benar pada yang berhak. Semua ini hanya bisa terwujud jika syariat yang diterapkan, sementara kapitalisme harus dicabut. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga