Selamat Memasuki 2025: Sebentar Lagi Seabad
Suryadi, telisik indonesia
Minggu, 29 Desember 2024
0 dilihat
Suryadi, Pemerhati Budaya. Foto: Ist.
" Indonesia sudah melangkah jauh, sebentar lagi seabad. Maju bukan abai, dan kepedulian musti selalu dibuktikan "
Oleh: Suryadi
Pemerhati Budaya
BUMI ini sudah semakin tua. Jangan tunggu runtuhnya. Indonesia sudah melangkah jauh, sebentar lagi seabad. Maju bukan abai, dan kepedulian musti selalu dibuktikan.
Siapkah masing-masing menjadi kita? Sediakan pundak bagi sesama bersandar dan menangis. Juga, nyala api pembakar dada, agar siap bangkit mengepak sayap dan melangkahkan kaki untuk maju bersama.
Waktunya kini singkirkan dan penjarakan iri, dengki, dan buruk sangka. Ganti dengan tepuk tangan gembira menyokong saat sesama sukses menggapai cita-cita.
Sediakan dan lontarkan koreksi dan kritik pertanda memang milik kita bersama. Jika memang para pelontar janji itu patriot sejati, buka mata dan telinga, terima semua dengan lapang dada. Kemudian, akui dan segera berubahlah!
Bangkitkan semangat gotong-royong menggantikan egoisme dan kepongahan, tepuk dada. Tuhan saja “terlalu rendah hati”, Ia menguji manusia tidak di luar kemampuan manusia yang Ia uji. Padahal, dalam sekejap saja Ia bisa musnahkan seketika!
Demokrasi buruk kita sudah hampir tiga dasawarsa direformasi.
Baca Juga: Jelang 2025: Saya, Kami, Dia, dan Kita
Rasanya terlalu lama dan mahal. Terlalu banyak makan korban, bukan cuma jiwa dan raga, tapi juga moral. Karenanya, tak boleh padam dan disia-sia hanya karena kedudukan semata.
Gotong-royong? Ya gotong-royong itu sejalankan dengan silaturahim.
Budaya gotong-royong kita tertebar pada setiap suku di belasan ribu pulau negeri. Jangan biarkan budaya individualis yang nyata-nyata materi semata merambah masuk mendompleng memusnahkan gotong-royong milik kita.
Kita tidak bodoh, apalagi konyol, tapi mungkin saja terperdaya. Mungkin pula mau dihina-bobokkan, asalkan terpenuhi selera. Padahal, semua sama dihadapan-Nya. Cuma seonggok daging yang bernurani, serta diberi kesempatan bernafas dan berpikir untuk berbuat baik bagi sesama.
Adalah pasti, Tuhan agama apa pun memerintahkan untuk mengutamakan keluarga sendiri. Tapi, Tuhan agama apa pun, juga tidak pernah memerintahkan “utamakan keluarga sendiri, abaikan orang lain.” Jebakkanlah diri dalam egoisme bangsa dan kemanusiaan.
Kebaikan dan keadilan bukan untuk diomong-omong belaka. Demikian pula dengan tekad berantas perilaku maling. Realitas menuntut satunya kata yang baik dengan perbuatan dan karya nyata. Waktu bukan alasan, tapi perbuatan nyata!
Kebangkitan bukan untuk menghilangkan orang miskin, tapi dengan nurani, otak, dan kerja, kita meniadakan kemiskinan. Buang jauh-jauh aku, saya, kami, kamu, kalian, dan mereka ketika persoalan kemanusian harus menjadi milik kita.
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2024: Mempertimbangkan Kepemimpinan Presidium sebagai Kepemimpinan Kolektif Kolegial Organisasi IDI
Bersatulah di jiwa dalam raga Indonesia, bukan pekik "lu lu gua gua" dalam keseolah-seolahan terbuka, sehingga jauh nyata dari upaya. Mari semua menjadi kita.
Jangan beri arti dan tempat bagi popularitas yang mudah dibaca cuma sebagai pemanis belaka. "Omong doang" itu tak guna, sebab jawaban selalu muncul setelahnya. Jangan lantaran tak tercapai cita, lantas ikut bergabung bersama yang asal banyak saja.
Saudaraku bumi sudah semakin tua. Tetapi, langkah tak boleh surut, sebab hanya akan menghapus semua upaya, termasuk gema pekik para pendiri bangsa kepada dunia. Para pendiri bangsa itu memang sudah laya raga. Tetapi, ini waktu adalah untuk bersama menatap dan melangkah ke muka hingga terwujud kita.
Sama sekali bukan aku, saya, kami, kau, kalian, dia atau mereka. Masing-masing ego menjadi nomor kesekian belas. Semua terbasuh oleh kita. (*)
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS