Tragedi Kanjuruhan: Fanatisme Berujung Tragis

Nurhayati , telisik indonesia
Minggu, 09 Oktober 2022
0 dilihat
Tragedi Kanjuruhan: Fanatisme Berujung Tragis
Nurhayati, S.S.T, Aktivis Perempuan Kendari. Foto: Ist.

" Kerusuhan yang terjadi di Kanjuruhan antara para supporter sebenarnya bukan kali pertama terjadi, sebelumnya 48 kejadian kekerasan selama kurun waktu 3 dekade yang menimpa sepak bola nasional "

Oleh: Nurhayati, S.S.T

Aktivis Perempuan Kendari

INNALILLAHI wa innailaihi rojiun. Malang berdarah, PSSI berduka. Tragedi Kanjuruhan adalah tragedi terbesar sepanjang sejarah PSSI berdiri. Tragedi itu usai pertandingan Arema FC (Malang) melawan Persebaya (Surabaya), Sabtu (1/10/2022).  

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pemprov Jawa Timur Sabtu (8/10) pukul 08.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia 131 orang, luka ringan sebanyak 550 orang, luka berat 23 orang, dan 37 masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Menjadi ironi adalah aksi serang oleh prajurit kepada para supporter yang viral di sosial media. Video yang diunggah di Twitter oleh pemilik akun @mhmmd_faizall, video tersebut terdapat dua prajurit yang terbang sembari menendang ke arah tubuh dua suporter di lapangan Kanjuruhan.

Kedua suporter ini mendapat tendangan keras, tepat ketika berusaha kembali ke area tribun penonton usai memasuki lapangan pertandingan (Kompas.com, 3/10/2022).

Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Tragedi ini menuai respon dari para pejabat, yakni datang dari Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa yang mengatakan aksi para prajurit saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan sudah melampaui batas dan mengarah kepada tindak pidana, dirinya juga tidak hanya akan melakukan tindakan pendisiplinan saja tapi akan dijerat tindak pidana atas kejadian ini.

Baca Juga: BBM Naik Demi Pertumbuhan atau Inflasi?

Tak hanya itu, kasus ini telah menyeret Ketum PSSI, Kapolda Jatim yang dituntut oleh Presiden untuk melakukan pengusutan tuntas atas tragedi ini dimana kesalahan yang dilakukan oleh aparat saat itu adalah menembakkan gas air mata, padahal dalam aturan FIFA jelas tercatat di sana yang tertuang dalam pasal 19 B FIFA tentang petugas penjaga keamanan lapangan (Pitchside stewards).

Bunyi pasal tersebut, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used" (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan).

Kerusuhan yang terjadi di Kanjuruhan antara para supporter sebenarnya bukan kali pertama terjadi, sebelumnya 48 kejadian kekerasan selama kurun waktu 3 dekade yang menimpa sepak bola nasional.

Menjadi PR bagi PSSI yang menggawangi seluruh klub sepak bola ini untuk membenahi diri, bukan hanya mengejar prestasi namun melalaikan banyak hal termasuk tidak menyentuh urusan supporter yang menjadi salah satu faktor ramainya dalam setiap pertandingan.

Dari Kanjuruhan kita dan negara harus belajar bahwa fanatisme terhadap golongan termasuk dalam urusan sepak bola bukanlah membawa perdamaian akan tetapi membawa kerusuhan berakhir melayangnya nyawa.  

Pasalnya, pendukung Arema FC mengaku kecewa hingga turun dari tribun sebab selama 23 tahun perjalanan klub sepak bola kesayangan mereka tidak pernah kalah. Pahitnya Arema kalah tanding di kandang sendiri dikalahkan oleh Persebaya.

Harus ada kesadaran bagi para suporter bahwa menang kalah adalah ladzim dalam sebuah pertandingan. Yang tidak ladzim adalah bersikap anarkis akibat kekalahan klub olah raganya. Pemain dalam klub itu adalah manusia biasa yang memiliki kelemahan dan tidak selamanya akan menang.

Pada level negara, kerusuhan ini harusnya menjadi renungan bagi negara ternyata bukan hanya aspek ekonomi negara ini babak belur namun sepak bola pun memiliki problematika yang mengakibatkan orang tidak terselamatkan.

Fanatisme Golongan dalam Islam

Adalah bukan hal yang terpuji manakala fanatisme terhadap golongan baik itu kepada suku, kelompok, supporter/fans menjadikan kita harus saling serang yang berujung pada kehilangan nyawa.

Ada baiknya semangat saling mencintai dan rasa kebersamaan itu lahir untuk sesuatu yang bermanfaat dan mengarahkan pada kebangkitan umat hari ini. Negeri ini sudah terpuruk dari segala aspek, baik ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya. Tak elok kiranya pernasalahan sepak bola negeri ini menambah catatan kelam bagi masa depan generasi.

Baca Juga: Gagasan Elite Politik Minus Empati

Energi kita harusnya diarahkan kepada perubahan secara mendasar yakni pemikiran secara menyeluruh bahwa negeri kita hari ini sedang tidak baik-baik saja, kezaliman kian nampak, kesewenang-wenangan penguasa dalam menetapkan kebijakan, dan tata kelola negara yang masih perlu perbaikan harusnya menjadikan pemicu untuk umat ini bergerak.

Jika sepak bola yang berkaitan dengan hobi ataupun kesenangan begitu kita perjuangkan, apatah lagi urusan akhirat yang sudah jelas akan kita songsong. Jangan karena fanatik justru melupakan tujuan penciptaan kita. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.  (TQS. Az Zariyat: 56)

Allah subhanallahu wa ta’ala memerintahkan kita bersatu bukan dibawah bendera atau dasar kecintaan kepada golongan, sebab agama ini adalah agama kasih sayang yang tidak membatasi kecintaan hanya terbatas golongan tertentu, “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…” (TQS. Ali Imran:103).

Semoga tragedi Kanjuruhan adalah kasus terakhir dalam kasus persepak bola nasional dinegeri ini dan semoga korban meninggal Allah ampuni dosa-dosanya, dan menerima amal kebaikan mereka semasa hidup di dunia. Amin. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga