Dalam Penilaian Perbankan, DPR Minta OJK Kedepankan Profesionalitas

Marwan Azis, telisik indonesia
Jumat, 19 Juni 2020
0 dilihat
Dalam Penilaian Perbankan, DPR Minta OJK Kedepankan Profesionalitas
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati. Foto: Ist.

" Kita ingin tahu, bagaimana dan apa usaha OJK untuk mempertahankan objektifitas penilaian ini, sehingga informasi yang diberikan kepada Menteri Keuangan adalah informasi yang objektif dan akurat. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta tetap objektif dan mengedepankan profesionalitas dalam memberi penilaian sehat tidaknya sebuah perbankan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati di Jakarta, Jumat (19/6/2020) merespon posisi OJK dalam PEN terutama dalam penilaian sehat-tidaknya sebuah perbankan dalam program PEN.

Dikatakan, dalam menjalankan kewenangannya, OJK mesti mengikuti Peraturan OJK Nomor 8/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri Oleh Bank Umum, menggunakan pendekatan risk base bank rating berstandar list yang komprehensif terhadap kinerja profil risiko permasalahan yang dihadapi dan prospek penerimaan bank.

Politisi PKS ini mempertanyakan tingkat relevansi pendekatan risiko selama masa pandemi COVID-19 di saat fakta menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi terpukul.  Anies juga menyoroti pemberlakuan kebijakan relaksasi bank umum konvensional dan bank umum syari’ah.

Baca juga: PAN Klaim dari Awal Sudah Tolak RUU HIP

“Apakah pendekatan ini masih relevan? Dan dimana tingkat relevansinya? Bagaimana dampak yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan pelaporan, perlakuan atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi. Begitu juga dengan dampaknya terhadap penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama periode relaksasi dan dampaknya terhadap penundaan implementasi Basell III Reform,” kata Anis melalui keterangan tertulisnya yang diterima Telisik.id.

Terkait penilaian kesehatan bank yang menjadi wewenang OJK dimana penilaian meliputi kualitatif dan kuantitatif.  Menurut politisi Senayan dapil DKI Jakarta 1 ini, penilian aspek kualitatif yang sangat mungkin penilaian bersifat subjektif. Unsur yang dinilai secara kualitatif diantaranya yaitu tata kelola risiko, kerangka managemen risiko, proses managemen risiko kecukupan SDM, kecukupan sistem informasi manajemen, dan kecukupan sistem pengendalian resiko dengan memperhatikan karakteristik dalam kompleksitas bank.

"Kita ingin tahu, bagaimana dan apa usaha OJK untuk mempertahankan objektifitas penilaian ini, sehingga informasi yang diberikan kepada Menteri Keuangan adalah informasi yang objektif dan akurat," ujarnya.

Baca juga: Fadel Muhammad: Besarnya Peran Pemda dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Ia juga mempertanyakan, mengenai bagaimana proyeksi OJK terhadap tingkat keberhasilan dari program PEN untuk bagian yang menjadi core kewenangan dan tugas OJK serta dampak dari kebijakan yang diambil OJK dalam rangka memberi stimulus pada industri jasa keuangan.

"Bagaimana proyeksi tingkat keberhasilan dari program PEN dan bagaimana dampak stimulus pada industri jasa keuangan terhadap anggaran OJK hingga 2023?" imbuhnya.

Anis juga menyinggung rilis yang dikeluarkan oleh Satgas Investigasi OJK pada 22 Mei 2020 lalu terkait 50 fintech ilegal berkedok koperasi simpan pinjam. Penyebutan beberapa nama koperasi, memancing reaksi dan gelombang protes. Dan ketika gelombang protes terjadi, satgas mengeluarkan rilis susulan pada tanggal 29 Mei 2020 sebagai koreksi atas rilis terdahulu dengan menyebutkan beberapa fintech yang ternyata bukan fintech ilegal.

Belajar dari kasus tersebut, Anis mengingatkan agar tidak terulang lagi, karena sangat terkait dengan profesionalitas OJK. Walaupun sudah dikeluarkan rilis baru, tidak serta merta membuat koperasi yang disebut namanya itu terpulihkan.

“Recovery-nya tidak semudah itu. Dan profesionalitas OJK disoroti masyarakat," tambahnya.

Reporter: Marwan Azis

Editor: Sumarlin

Baca Juga