Deretan Makanan Tradisional Pulau Binongko Tempo Dulu, Kini Jarang Ditemui

Wiwik Prihastiwi, telisik indonesia
Jumat, 19 Mei 2023
0 dilihat
Deretan Makanan Tradisional Pulau Binongko Tempo Dulu, Kini Jarang Ditemui
Kasubia Mohoro, singkong rebus/kukus akan semakin nikmat jika ditaburi dengan parutan kelapa muda. Foto: Ist.

" Banyak makanan khas yang mulai langka dan sulit ditemui. Salah satunya makanan tradisional di Pulau Binongko "

WAKATOBI, TELISIK.ID - Seiring perkembangan zaman, banyak makanan khas yang mulai langka dan sulit ditemui. Salah satunya makanan tradisional di Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kue-kue ini biasanya mengandalkan hasil kebun yang terbebas dari zat kimia dan lebih alami.

Beberapa makanan tersebut di antaranya:

1. Kasubia Mohoro

Masyarakat Binongko menjadikan singkong sebagai makanan sehari-hari pada zaman dulu. Salah satunya diolah menjadi Kasubia Mohoro. Cara mengolahnya cukup mudah, singkong yang telah dibersihkan kemudian direbus atau dikukus hingga matang.

Setelah singkong rebus ditiriskan, kemudian taburi dengan parutan kelapa muda untuk menambah cita rasa. Makanan ini memiliki rasa pas antara manisnya khas singkong dan gurihnya parutan kelapa.

2. Kasoami Koloure

Ketika mendengar kata 'kasoami' mungkin yang terlintas di benak adalah makanan olahan singkong yang berbentuk kerucut berwarna putih. Sama halnya dengan makanan satu ini. Namun bedanya, kasoami jenis satu ini dicampur dengan koloure (kacang kampung). Jenis kasoami satu ini memiliki sensasi tersendiri saat dimakan, namun terasa nikmat.

3. Ure-Ure

Ure-Ure merupakan makanan pokok tempo dulu di Pulau Binongko yang disajikan setiap hari bersama sayur kelor atau sayur pepaya. Makanan ini terbuat dari jagung yang digiling.

Baca Juga: Berbentuk Unik, Kuliner Khas Buton Ini Bisa jadi Peluang Usaha

Cara olahan makanan satu ini terbilang sederhana. Pertama jagung digiling terlebih dahulu menggunakan alat khusus. Beberapa orang akan kesusahan menggiling jika tekstur jagungnya keras. Jagung yang telah digiling tersebut kemudian diayak, memisahkan bagian yang kasar dan halus.

Bagian kasar jagung dimasak terlebih dahulu dengan air mendidih hingga mengental, kemudian baru bagian halusnya dimasukkan. Setelah itu api dikecilkan dan panci ditutup untuk proses pematangan yang sempurna. Terakhir Ure-Ure siap disajikan.

Kasoami yang dicampur dengan koloure (kacang kampung) memiliki cita rasa yang berbeda dengan kasoami pada umumnya. Foto: Ist.

 

Menurut salah seorang warga Popalia, Sudiati untuk membuat Ure-Ure perlu menyiapkan jagung untuk kemudian digiling. Namun tidak perlu repot-repot lagi untuk melewati proses penggilingan, karena sekarang sudah ada yang menjual jagung siap dimasak.

"Meskipun makanan ini makanan tempo dulu, namun rasanya enak terlebih disandingkan dengan kaudafa (sayur kelor) dan ikan asin, baik yang dibakar ataupun digoreng," ungkapnya.

4. Poufe

Ini merupakan sayur kelor yang dicampur dengan daun dan bunga pepaya. Poufe dimasak cukup lama sampai menghasilkan rasa pahit. Karena sensasi makanan satu ini yaitu rasa pahit. Makanan ini juga biasa dilengkapi dengan sambal colo-colo, campuran kacang dan belimbing wuluh. Untuk menambah rasa nikmat.

Baca Juga: Mengenal Kapusu Nosu, Kuliner Pengganti Nasi Masyarakat Buton

"Semakin pahit rasanya semakin nikmat. Biasa dimakan dengan kasoami atau pun dengan ikan," ungkap Wa Sia, salah seorang warga Popalia.

Ure-Ure, olahan jagung sebagai pengganti nasi. Foto: Repro Facebook Lan

 

Makanan satu ini meski memiliki rasa pahit namun mempunyai manfaat yang cukup baik untuk tubuh. Karena beberapa masyarakat menjadikan daun pepaya sebagai obat penyakit malaria.

5. Gandu Bae-Bae

Sementara makanan yang satu ini merupakan makanan pokok berupa jagung yang dikukus. Pada zaman dulu, makanan ini disajikan di setiap acara menggantikan fungsi nasi. Karena pada saat itu beras belum ada.

Di Popalia Kecamatan Togo Binongko, makanan satu ini disebut Gandu Soami. Namun secara teknis, olahan makanan satu ini sama.

"Makanan Gandu Bae-Bae/Gandu Soami sekarang jarang ditemui, biasanya orang-orang tua yang masih mengonsumsi itu sampai saat ini," ungkap Sanariah salah satu warga Popalia, Sabtu (1/7/2023). (A)

Penulis: Wiwik Prihastiwi

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga