Festival Liangkabori 2025 di Muna, Hugua: Lukisan di Gua Lebih Indah dari Monalisa Karya Leonardo da Vinci
Sunaryo, telisik indonesia
Jumat, 11 Juli 2025
0 dilihat
Wagub Sultra, Hugua (tengah) didampingi Bupati Muna, Bachrun La Buta (kanan) dan seorang peneliti dari Prancis, saat pembukaan Festival Liangkabori di Kabupaten Muna, Jumat (11/7/2025). Foto: Sunaryo/Telisik
" Festival Liangkabori yang diselenggarakan di Desa Liangkabori, Kecamatan Loghia, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah dimulai pada Jumat (11/7/2025) "

MUNA, TELISIK.ID - Festival Liangkabori yang diselenggarakan di Desa Liangkabori, Kecamatan Loghia, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah dimulai pada Jumat (11/7/2025).
Festival di area gua prasejarah itu dibuka oleh Wakil Gubernur Sultra, Hugua, yang disaksikan Bupati Muna, Bachrun Labuta; Bupati Buton Tengah (Buteng), Azhari; Wabup Muna, La Ode Asrafil Ndoasa; Wabup Muna Barat, Ali Basa; dan Forkopimda.
Hugua mengapresiasi pelaksanaan festival yang memilih lokasi wisata di kompleks Gua Liangkabori dengan lukisan-lukisan karya manusia purba.
Kata Hugua, berdasarkan penelitian, lukisan aktivitas manusia purba berupa layang-layang, menggembala, berburu, bermain layang-layang, manusia menggunakan perahu, serta adegan menari lebih indah dari lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci yang tersimpan di Museum Louvre di Paris, Prancis.
Baca Juga: Mantan Plt Kepala Desa di Konawe Kepulauan Diduga Gelapkan Dana Desa Puluhan Juta Rupiah
"Lukisan yang ada di Gua Liangkabori unik dan tertua. Usianya 60 ribu tahun lalu," kata Hugua.
Lukisan-lukisan di Gua Liangkabori, menurut mantan Bupati Wakatobi itu, menunjukkan peradaban awal yang menggambarkan adanya pergerakan manusia. Karenanya, untuk lebih memperkenalkan Liangkabori, festival ditetapkan menjadi agenda tahunan.
"Kita akan buatkan Perdanya," ujarnya.
Bupati Muna, Bachrun Labuta, mengatakan, Festival Liangkabori akan mengangkat perekomian masyarakat di bidang pariwisata. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga lukisan-lukisan yang terpampang di dinding-dinding batu di dalam gua.
"Keindahan gua kita hanya ditandingi oleh Mexico, makanya lukisan-lukisannya harus kita jaga," terangnya.
Sementara itu, tim perumus sinopsis Gua Liangkabori, LM Masrul, menerangkan bahwa gua prasejarah Liangkabori merupakan salah satu situs arkeologi unggulan Sultra dan menjadi permata arkeologi Indonesia yang menyimpan warisan budaya prasejarah luar biasa.
Kompleks ini memiliki konsentrasi lukisan cadas paling awal yang pernah ditemukan di wilayah Sultra dan menarik perhatian para arkeolog sejak tahun 1977 oleh E.A.Kosasih dari tim Pusat Penelitian Arkeolog Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Universitas Gajah Mada, Universitas Halu Oleo dan masih aktif diteliti hingga kini.
Saat ini, tim Arkeolog Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pakar seni Institut Seni Budaya Indonesia Bandung dan Universitas Halu Oleo masih melakukan penelitian di kompleks ini.
Hasil-hasil penelitian telah mendokumentasikan kekayaan lukisan cadas Liangkabori dari aspek arkeologis, seni, budaya hingga nilai- nilai sosial masyarakat prasejarah Pulau Muna masa lalu.
Berdasarkan penelitian terbaru tahun 2022 oleh Amaluddin Sope dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, telah teridentifikasi 43 gua, ceruk, maupun tebing yang mengandung kurang lebih 1900-an lukisan cadas. Jumlah itu akan terus bertambah seiring ditemukannya situs-situs baru.
Gambar-gambar yang ada di Gua Liangkabori terbagi dalam dua fase utama, yakni fase awal ditandai dengan kehadiran motif cap tangan di beberapa gua di kompleks gua Liangkabori.
Bukti tersebut ditemukan di Gua Metanduno, Kaghofighofine, Pominsa, Toko, Wabose, dan Gua Kabori, menggunakan pigmen merah yang diletakkan secara khusus terpisah dari motif lain, diduga kuat bermakna sakral, dan penanda kehadiran awal.
Fase lanjutan, atau fase Austronesia, ditandai dengan kehadiran beragam motif manusia dalam berbagai aktivitas dan adegan, representasi ksatria Muna (Ewa Muna), adegan manusia menunggang kuda, manusia menggembala, manusia berburu, manusia bermain layang-layang, manusia menggunakan perahu, serta adegan menari yang menjadi proto type (tarian awal) tari-tarian masyarakat Muna hari ini.
Selain itu, penggambaran hewan seperti kuda, rusa, sapi, hewan laut, bulu babi, ditemukan di kompleks Liangkabori. Beragam lukisan yang tergambar bukan sekedar lukisan yang hadir tanpa makna, melainkan merepresentasikan jejak leluhur masyarakat Pulau Muna.
Berdasarkan hasil riset, kompleks ini berpotensi sebagai tempat hunian masyarakat prasejarah Muna sebelum manusia mengenal rumah sebagai tempat tinggal seperti saat ini.
Uniknya, motif manusia yang beragam aktifitas dan beragam gambar layang-layang tidak ditemukan di situs-situs lain di Asia Tenggara, terutama Indonesia. Hal ini menjadikan Pulau Muna sebagai situs yang unik dan istimewa secara ilmiah dan budaya.
Temuan paling monumental adalah motif layang-layang di Sugi Patani yang telah memperkuat klaim Wolfgang Beck, peneliti asal Jerman tahun 1990-an, bahwa Pulau Muna sebagai tempat asal layang-layang tertua di dunia mendahului catatan dari Tiongkok dan Polinesia, memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat peradaban awal Nusantara.
Menambah data tahun 2022 yang menyatakan motif layang layang telah ditemukan di empat situs selain Gua Sugi Patani, tahun 2024 tim riset menemukan motif layang-layang di 14 lokasi lainnya, kemudian data motif layang-layang diperbaharui lagi melalui pendanaan internasional Granucci tahun 2025, yang tersebar di Desa Liangkabori dan Desa Kondongia.
Baca Juga: Tujuh Fakta Video Andini Permata 2 Menit 31 Detik Bareng Bocil, Link Bertebaran di Medsos
Uniknya lagi, penggambaran layang-layang mencirikan bentuk kaghati dan katimboka, sedangkan temuan master piecenya (temuan istimewa) sejauh ini hanya ditemukan di Gua Sugi Patani, yang merepresentasikan manusia sedang bermain layang-layang dan Gua Kaundalo.
Saat ini, tim riset sedang menelusuri jejak-jejak tarian masyarakat Muna yang tergambar di dinding-dinding kapur kompleks Liangkabori. Warna-warna khas cokelat, hitam dan merah yang menghiasi dinding gua, ceruk maupun tebing di kompleks Liangkabori adalah simbol ekspresi dan identitas dari masyarakat prasejarah Pulau Muna.
Gambar-gambar ini mencerminkan nilai-nilai sosial, kepercayaan spiritual dan hubungan erat manusia dengan alam ribuan tahun lalu.
"Mari kita jaga, lestarikan dan promosikan Liangkabori bukan hanya sebagai milik masyarakat Muna tetapi sebagai warisan budaya bangsa Indonesia dan dunia. Mari kita banggakan dan wariskan Liangkabori sebagai bukti bahwa dari dinding gua di Pulau Muna, Indonesia telah menerbangkan imajinasi manusia ribuan tahun sebelum sejarah mencatatnya," ajak Masrul. (A)
Penulis: Sunaryo
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS