Hasil Menjanjikan, Masyarakat Pesisir Kolut Geluti Budidaya Rumput Laut

Muh. Risal H, telisik indonesia
Selasa, 13 April 2021
0 dilihat
Hasil Menjanjikan, Masyarakat Pesisir Kolut Geluti Budidaya Rumput Laut
Aktivitas petani rumput laut di Desa Powalaa, Kecamatan Pakue Tengah, Kolaka Utara. Foto: Muh. Risal/Telisik

" Meski biaya yang dikeluarkan untuk budidaya rumput laut terbilang tinggi tapi penghasilannya juga cukup menjanjikan pak. "

KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Sebagian masyarakat pesisir di Desa Powalaa, Kecamatan Pakue Tengah, Kolaka Utara (Kolut), mulai menggeluti budidaya rumput laut.

Hal tersebut dikarenakan hasil dari budidaya rumput laut lebih menjanjikan dibanding melaut (nelayan).

Menurut Tahan, salah satu petani rumput laut di Desa Powalaa, sejak Maret 2020 lalu dirinya telah membudidayakan rumput laut jenis cottoni atau rumput laut merah dan secara ekonomi hasilnya cukup menjanjikan.  

"Tahun lalu, total hasil dari penjualan rumput laut mentah (bibit) saya mencapai Rp 20 juta dengan bentangan tali sebanyak 400. Sementara untuk penjualan kering hanya satu kali dengan berat sekitar 500 kilogram," kata Tahan, Selasa (13/4/2021).

Untuk harga rumput laut mentah lanjutnya, masih sama dengan tahun lalu yakni Rp 5.000 per kilogram sementara yang kering dibandrol dengan harga Rp 14.000 per kilogram oleh pedagang lokal.

"Meski biaya yang dikeluarkan untuk budidaya rumput laut terbilang tinggi tapi penghasilannya juga cukup menjanjikan pak," terangnya.

Baca juga: Bom Ikan dan Pukat Harimau Merusak 75 Persen Terumbu Karang di Selat Tiworo

Petani rumput laut lainnya, Muh. Fikra, mengungkapkan, secara ekonomi budidaya rumput laut merah memang bagus jika dibandingkan dengan hasil menangkap ikan. Hanya saja, bagi mereka yang baru memulai membudidaya, membutuhkan modal banyak.

"Saya sendiri pertama budidaya habiskan uang untuk modal sekitar Rp 10 juta, biaya pembuatan tempat mengikat bentangan tali (pondasi) dan biaya tali bentangan. Setiap pondasi biayanya kurang lebih Rp 5 juta. Kalau dikerjakan orang lain, maka biayanya lebih dari itu karena setiap petak upahnya Rp 500.000," jelasnya.

Selain biaya tersebut lanjutnya, petani juga mengeluarkan biaya untuk membeli bibit rumput laut dari Wotu seharga Rp 3.200 dan upah mengikat rumput laut sebesar Rp 5.000 setiap bentangan tali ukuran 25 meter.

"Karena saya baru mulai bulan Oktober 2020, pas cuaca ekstrem itupun hanya 30 tali. Maka hasil yang saya peroleh  belum maksimal, cuman sekitar Rp 1 juta akibat gagal panen," tukasnya.

Meski beberapa bulan terakhir petani mengalami gagal panen akibat cuaca ekstrem, namun di penghujung bulan Maret ini mulai kembali menanam.

"Sejak Oktober 2020 sampai Februari 2021 kita gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu. Kadang kemarau berminggu-minggu setelah itu hujan lebat, begitu juga dengan kondisi perairan yang berombak. Tapi di penghujung bulan Maret ini, kondisi sudah bagus jadi kami mulai lagi membudidaya," bebernya.

Sementara itu, Kepala Desa Powalaa, Jupri Adi, menuturkan, budidaya rumput laut di desanya merupakan salah satu potensi ekonomi desa yang mulai dilirik masyarakat pesisir sejak Maret 2020 lalu dengan menggunakan modal sendiri.

Baca juga: Anggota Dewan Minim yang Hadir, RDP Terkait Kenaikan Harga BBM Dibatalkan

"Beberapa bulan lalu memang gagal panen karena pengaruh hujan dan ombak, sekarang cuaca sudah bagus jadi masyarakat yang telah membeli bibit rumput laut dari Wotu, mulai lagi membudidaya," tukasnya.

Petani rumput laut di desanya, kata Jupri, memilih membudidayakan rumput laut merah (cottoni) karena usia panennya relatif cepat dibanding rumput laut hijau.

"Lama budidaya rumput laut merah hanya satu bulan, setelah itu petani sudah bisa panen. Sementara yang hijau itu dua bulan. Setiap bentangan tali, ukuran 25 meter membutuhkan bibit 5 kilogram dapat menghasilkan rumput laut mentah sebayak 25 kilogram," ucapnya.

Dari sisi pemasaran, tahun lalu Pemdes pernah membangun komunikasi dengan pembeli rumput laut dari Kabupaten Bombana. Hanya saja, stok yang diinginkan pembeli sebayak 5 ton tidak mampu dipenuhi petani sehingga dibatalkan.

"Petani cuma mampu menyiapkan rumput laut kering sekitar 2 ton karena tidak terpenuhi akhirnya batal," pungkasnya.

Pantauan Telisik.id saat mengunjungi petani rumput laut di Desa Powalaa, di tahun kedua budidaya karena secara ekonomi menjanjikan, sebagian petani mulai menambah jumlah bentangan tali, misalnya Tahan dari 400 bentangan tali di 2020 kini menjadi 800 sementara Muh. Fikra, dari 30 bentangan tali di 2020 jadi 200 di tahun 2021. Bentangan tali cenderung variatif sesuai modal yang dimiliki para petani.

Kalau dulu hanya coba-coba, kini kurang lebih  20 Kepala Keluarga (KK) di Desa Powalaa telah memanfaatkan hamparan pantai untuk budidaya rumput laut.  (B)

Reporter: Muh. Risal

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga