Hasil Nelayan Turun, Alat Tangkap Perre-Perre di Muna Barat Mengancam Ekosistem Laut

Putri Wulandari, telisik indonesia
Jumat, 19 Januari 2024
0 dilihat
Hasil Nelayan Turun, Alat Tangkap Perre-Perre di Muna Barat Mengancam Ekosistem Laut
Nelayan pulau katela resah akan alat tangkap ikan jenis perre-perre yang berdampak pada menurunnya ekosistem laut. Foto: Ist

" Nelayan Pulau Katela, Kabupaten Muna Barat resah, sejak alat tangkap jenis perre-perre beroperasi hasil tangkap menurun dan mengancam ekosistem laut "

MUNA TELISIK.ID - Nelayan Pulau Katela, Kabupaten Muna Barat resah, sejak alat tangkap jenis perre-perre beroperasi hasil tangkap menurun dan mengancam ekosistem laut.

Menurut pengakuan salah satu nelayan, Mustamin, alat tangkap ikan tersebut sangat meresahkan sebab dapat mengancam ekosistem laut khususnya ikan di selat Tiworo, Kabupaten Muna Barat.

Alat tangkap ikan jenis itu juga membuat penghasilan nelayan tradisional berkurang, mengingat alat tangkap yang digunakan yaitu alat tangkap bagang.

Sejak 2023 lalu, alat tangkap ini telah beroperasi, sehingga berdampak pada penghasilan nelayan pesisir utamanya di pulau katela. Dimana penghasilan yang dulunya mampu menghasilkan ikan tiga hingga empat ember, namun sejak beroperasinya alat tangkap tersebut nelayan sudah tak bisa menghasilkan ikan seperti jumlah biasanya.

"Kadang kita ini tidak dapat ikan," ungkapnya, Jumat (19/1/2024).

Baca Juga: Ini Titik Rawan Banjir di Muna Barat

Menurutnya, dengan alat tangkap tersebut sangat berbahaya, selain menurunkan penghasilan nelayan sekitar juga mampu mengurangi ekosistem ikan akibat penangkapan yang berlebihan.

Pasalnya, alat tangkap tersebut mampu menghasilkan ikan mencapai ratusan kilo bahkan mencapai kurang lebih satu ton, sehingga hal ini membuat nelayan sekitar resah.

Terlebih, alat tangkap ini menggunakan GPS yang mampu mendeteksi kerumunan ikan di laut, kemudian alat tangkap itu memiliki ratusan lampu dengan daya yang sangat besar, sehingga menyerupai alat strom, sehingga bisa membuat ikan pingsan bahkan mati, baik itu ikan kecil maupun yang besar.

Dengan begitu, otomatis penggunaan alat tangkap tersebut mengancam punahnya ikan di wilayah tersebut dan butuh waktu lama eksistensi ikan sebab telur dan anak ikan akan ikut hilang.

"Jika ini terjadi maka berdampak pada kelangsungan hidup nelayan Desa Katela," ujarnya.

Nelayan lainnya, Edi, mengaku jika alat ini dibiarkan beroperasi selama dua atau tiga bulan maka bisa membuat masyarakat Desa Katela mati kelaparan, karena di pulau Katela tidak memiliki lahan untuk berkebun, sehingga hanya mengandalkan hasil nelayan.

"Jadi kalau ikan mulai langkah maka kelangsungan hidup nelayan Desa Katela terancam," ungkapnya.

Edi juga mengatakan, alat tangkap perre-perre ini asalnya dari Sulawesi Selatan, yang mana alat ini masuk di Muna Barat sejak awal tahun 2023 lalu.

Alat ini diduga dikelola oleh oknum pengusaha ikan di Desa Mandike, dan alat tangkap ini diperkirakan enam unit dengan harga Rp 100 juta per unit.

Baca Juga: Hindari Terpangkas, Insentif RT di Muna Barat Disalurkan Melalui Rekening Pribadi

Sebelumnya, alat tangkap ini pernah beroperasi di wilayah Bulukumba. Namun nelayan di wilayah tersebut juga menolak, sehingga Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah tersebut mengeluarkan kebijakan tentang larangan alat tangkap ikan jenis perre-perre berpotensi di wilayah bulukumba yang termuat dalam surat nomor  523/1377/VIII/DKP tertanggal 25 Agustus 2022.

Sehingga atas larangan tersebut, oknum yang menggunakan alat tangkap ikan jenis perre-perre ini mencari tempat atau wilayah lain untuk disasar hasil lautnya.

Atas keresahan itu, Edi pernah menyampaikan keluhan tersebut ke instansi terkait, sehingga pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Muna Barat telah melakukan pemanggilan sebanyak dua kali untuk mengadakan pertemuan, namun pemilik alat tangkap tersebut tidak pernah hadir.

"Ini kita dijanji lagi mau adakan pertemuan tapi sampai saat ini pertemuannya tidak pernah dilakukan," ujarnya.

Atas persoalan itu, nelayan Desa katela berharap kepada Pemda Muna Barat agar melihat masalah ini secara serius dan tegas, karena jika alat ini dibiarkan maka bukan hanya nelayan Desa Katela yang terancam kelaparan, pasti wilayah pesisir yang lain juga akan merasakan hal yang sama. (B)

Penulis: Putri Wulandari

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga