Hukum Menukar Uang Receh Menjelang Hari Raya Idul Fitri

Muhamad Surya Putra, telisik indonesia
Minggu, 17 Mei 2020
0 dilihat
Hukum Menukar Uang Receh Menjelang Hari Raya Idul Fitri
Transaksi penukaran uang. Foto: www.panjimas.com

" Termasuk istilah jasa atau ucapan terima kasih kerena hukumnya jelas transaksi riba. Riba tetap tiba, sekalipun saling ridha. "

KENDARI, TELISIK.ID - Menjelang hari raya Idul Fitri ada tradisi di masyarakat yakni menukar uang receh mulai dari pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, hingga Rp 10.000. Namun transaksi ini bukan tanpa masalah kalau dilihat dari sisi hukum Islam.

Tukar menukar uang receh tersebut sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, dalam transaksi tersebut ada kelebihan uang yang ditukarkan atau ada tambahan uang yang ditukarkan selisih Rp 10.000 hingga Rp 20.000.

Dari aspek hukum Islam hal ini termasuk kategori riba, karena rupiah yang ditukar dengan rupiah, tergolong tukar menukar yang sejenis, syaratnya ada dua sama nilai dan tunai. Jika ada tambahan, hukumnya riba.

Seperti halnya dijelaskan oleh Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Konawe Ahmad Lita Rendelangi, S.Ag.,M.Pd menjelaskan prinsip dasar menukar dalam Islam tidak boleh kurang dan lebih.

"Termasuk istilah jasa atau ucapan terima kasih kerena hukumnya jelas transaksi riba. Riba tetap tiba, sekalipun saling ridha," terangnya, Minggu (17/05/2020).

Baca juga: Warga Diimbau Tak Gelar Salat Idul Fitri Berjamaah Saat Pandemi

Sebagai contoh uang seratus ribu ditukar dengan pecahan lima ribu, dengan selisih Rp 10.000 hingga Rp 20.000 atau ada tambahannya. Ini berarti tidak sama, meskipun dilakukan secara tunai.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, “Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.”

Bagaimana jika itu dilakukan saling ridha? Bukankah jika saling ridha menjadi diperbolehkan. Karena yang dilarang jika ada yang terpaksa dan tidak saling ridha.

Dalam transaksi haram, sekalipun pelakunya saling ridha dan ikhlas, tidak mengubah hukum. Karena transaksi ini diharamkan bukan semata terkait hak orang lain. Tapi dia diharamkan karena melanggar aturan syariat.

Orang yang melakukan transaksi riba, sekalipun saling ridha, tetap dilarang dan nilainya dosa besar.

Transaksi jual beli khamr atau narkoba, hukumnya haram, sekalipun pelaku transaksi saling ridha.

Seperti firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling ridha di antara kalian.” (QS. an-Nisa: 29)

Baca juga: Dua Santri di Karantina di Hotel Zahra Positif COVID-19

Ayat ini kita yakini benar. aturannya juga benar. Namun saling ridha yang menjadi syarat halal transaksi yang disebutkan dalam ayat ini, berlaku hanya untuk transaksi yang halal. Seperti jual beli barang dan jasa. Sementara transaksi haram, seperti riba, tidak berlaku ketentuan saling ridha. Karena semata saling ridha, tidak mengubah hukum.

Ada yang beralasan, kelebihan itu sebagai upah karena dia telah menukarkan uang di bank. Dia harus ngantri, harus bawa modal, jadi layak dapat upah.

Jelas ini alasan yang tidak benar. Karena yang terjadi bukan mempekerjakan orang untuk tukar uang di bank, tapi yang terjadi adalah transaksi uang dengan uang. Dan bukan upah penukaran uang. Upah itu ukurannya volume kerja, bukan nominal uang yang ditukar.

Riba termasuk salah satu dosa besar. Bahkan salah satu dosa yang diancam dengan perang oleh Allah.

“Jika kalian tidak meninggalkan riba, maka umumkan untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Baqarah: 279).

Reporter: Muhammad Surya Putra

Editor: Sumarlin

Artikel Terkait
Baca Juga