IAI Kendari: Obat Dexamethasone Bukan Mematikan Virus COVID-19
Muhammad Israjab, telisik indonesia
Kamis, 18 Juni 2020
0 dilihat
Dr.rer.nat. Apt. Adryan Fristiohady, M.Sc. Akademisi Fakultas Farmasi UHO dan Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Cabang Kota Kendari. Foto: Muhammad Israjab/Telisik
" Jadi selama ini digunakan untuk antiradang atau antiinflamasi serta untuk penyakit auto imun. Kalo kita lihat dari efeknya, ini biasa disebut ‘obat dewa’ sebab biasa digunakan untuk campuran jamu yang istilahnya tidak legal. Baik untuk menambah nafsu makan, asam urat dan lain sebagainya,. "
KENDARI, TELISIK.ID - Saat ini banyak peneliti dan perusahaan yang berlomba menemukan vaksin dan obat untuk menyembuhkan pasien virus COVID-19. Beberapa obat ada yang telah menunjukkan hasil yang efektif pada pasien Corona.
Terbaru, obat murah Dexamethasone diklaim mampu mengurangi angka kematian pasien kritis yang terinfeksi virus COVID-19. Dexamethasone merupakan obat steroid yang biasa digunakan untuk mengurangi peradangan.
World Health Organization (WHO) menyambut baik temuan awal penggunaan Dexamethasone untuk mengobati pasien COVID-19 yang berada dalam kondisi kritis.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Cabang Kota Kendari, Dr. Adryan Fristiohady mengatakan, obat Dexamethasone masuk dalam golongan Kortikosteroid yang merupakan obat mengandung hormon steroid yang berguna untuk menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan, dan meredakan peradangan atau inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
“Jadi selama ini digunakan untuk antiradang atau antiinflamasi serta untuk penyakit auto imun. Kalo kita lihat dari efeknya, ini biasa disebut ‘obat dewa’ sebab biasa digunakan untuk campuran jamu yang istilahnya tidak legal. Baik untuk menambah nafsu makan, asam urat dan lain sebagainya,” ucapnya Adriyan saat di konfirmasi Telisik.id, Kamis (18/6/2020).
Baca juga: UGM Yogyakarta Buat Alat Rapid Tes Sendiri
Menurut Adriyan bahwa obat ini cukup berefek baik, karena mekanisme kerjanya yang cukup luas. Namun, penggunaanya banyak juga disalahgunakan.
“Nah dalam beberapa hari yang lalu kita dihebohkan, yang istilahnya penelitian dari UK yang menemukan bahwa dengan terapi dexamethasone pada pasien COVID-19 ternyata lebih cepat sembuh dan biaya yang murah. Memang obat ini murah, bisa kita dapatkan di apotek seluruh wilayah khususnya Kendari. Sehingga di bandingkan obat COVID-19 yang lain Dexamethasone jauh lebih murah,” katanya.
“Dari sisi farmakologi, diperlukan penelitian lebih lanjut lagi. Untuk mengklaim bahwa ini obat benar-benar untuk COVID-19. Karena kita ketahui bahwa COVID disebakan oleh virus, nah harusnya obatnya kan harus antivirus. Sementara Dexamethasone ini golongan steroid yang digunakan sebagai anti radang sehingga tidak berhubungan,” sambung akademisi Fakultas Farmasi UHO itu.
WHO juga sempat memberikan komentar terhadap pengaruh obat Dexamethasone, yang mana dikatakan jika pasien yang positif COVID-19 yang dalam perawatan khusus. Kemudian diberikan ventilator dan oksigen dan ditambah Dexamethasone, ternyata bisa menyembuhkan.
Baca juga: Tuntut Pansus Dugaan Ijazah Palsu Bupati, Anggota DPRD Busel Disandera
“Bukan yang tidak melakukan perawatan seperti orang tanpa gejala (OTG), tiba-tiba mau minum Dexamethasone supaya sembuh dari COVID nya, tidak. Bukan seperti itu, yang diteliti pasien yang sesak nafas diberi ventilator dan oksigen dan ditambah dexamethasone, makanya dia sembuh. Jadi kemungkinan sesak nafasnya atau apanya itu bisa turun atau gejalanya hilang karena adanya Dexamethasone atau anti radangnya,” imbuh Adriyan.
Sehingga gangguan pernapasannya bisa hilang, jadi bukan virusnya. Sehingga obat ini hanya membantu menyembuhkan pasien COVID-19. Adriyan menyatakan akibat info yang tidak akurat soal penggunaan obat ini bisa menimbulkan ‘panic buying’.
“Sehingga jika terjadi itu apotek-apotek di Kota Kendari ini habis Dexamethasonenya. Kan sayang sekali, karena obat ini juga banyak efek sampingnya. Penggunaan terus menerus, bisa menyebabkan sakit perut, nafsu makan meningkat, gangguan tidur, demam. Jika digunakan dengan jangka panjang bisa menyebabkan osteoporosis dan diabetes,” terangnya.
Reporter: Muhammad Israjab
Editor: Sumarlin