Ini Arahan Kepala BKKBN saat Evaluasi Terpadu PPS di Sulawesi Tenggara
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 15 September 2023
0 dilihat
Kepala BKKBN DR. (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) memberikan arahan secara daring pada Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto: Facebook BKKBN Sultra
" Keluarga menjadi tumpuan dalam penurunan stunting. Terdapat delapan fungsi keluarga dan upaya keluarga melakukan pencegahan stunting "
KENDARI, TELISIK.ID - Stunting merupakan persoalan yang ada, nyata dan berlangsung lama, sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi dari pemerintah dan berbagai elemen masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Kepala BKKBN, DR. (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) saat memberikan arahan secara daring pada Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan di Aula Samaturu Balaikota Kendari, pada Kamis (14/9/2023).
Menurut Hasto, presiden dan wakil presiden mempunyai perhatian besar terhadap program percepatan penurunan stunting dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sebagai salah satu strategi menghadapi bonus demografi pada tahun 2030.
"Prevalensi stunting kita tahun 2022 masih di angka 21,6 persen. Angka ini sebetulnya sudah cukup baik jika kita bandingkan dengan prevalensi pada tahun 2018 yang berada di angka 30,8 persen,” ujar Hasto.
Artinya, dalam 4 tahun terakhir, prevalensi stunting mengalami penurunan sebesar 9,2 persen. Jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada periode 2013-2018 yang dapat menurunkan pervalensi sebesar 6,4 persen dalam 5 tahun, penurunan yang terjadi pada periode 2018-2022 adalah 1,5 kali lebih cepat.
Namun Hasto menyebutkan, dengan target sebesar 14 persen pada tahun 2024, kita masih harus menurunkan prevalensi sebesar 7,6 persen dalam waktu yang tersisa, yaitu 2023 dan 2024. Dengan mengacu pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, target ini tentu saja tidak akan mudah dicapai.
Keluarga menjadi tumpuan dalam penurunan stunting. Hasto mengemukakan, terdapat delapan fungsi keluarga dan upaya keluarga melakukan pencegahan stunting perlu dioptimalkan.
Selain itu, pengukuran berat badan dan tinggi badan anak sangat penting dilakukan dengan presisi yang baik, tepat dan benar oleh bidan dan tenaga terlatih, karena kualitas pengukuran dan penimbangan pada balita akan menentukan apakah balita tersebut stunting atau tidak.
Perhatian pemerintah daerah juga perlu dimaksimalkan seperti rumah layak huni dan asupan gizi protein hewani harus diperhatikan.
Hasto juga mengatakan, setiap Keluarga Berisiko Stunting (KRS) harus mendapatkan paket lengkap intervensi kunci yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memastikan akses dan pemanfaatan layanan lengkap dari setiap individu sasaran atau KRS, maka diperlukan pendekatan konvergensi di setiap tingkat administratif, mulai dari Pusat –antar kementerian lembaga; tingkat daerah – lintas OPD; dan tingkat desa/kelurahan dan antar pelaku program.
“Bahkan kita harus memperluas dengan pendekatan pentahelix, yang melibatkan unsur perguruan tinggi, swasta, hingga komunitas media,” katanya.
Pemberian Makanan Tambahan bersumber dari DAK, kemenkes, dana desa, PKH, dan dari Kemitraan BAAS harus dilakukan. Untuk itu, Hasto menitip agar semua dimanfaatkan secara maksimal dan tepat penggunaannya.
Sebagai informasi, Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulawesi Tenggara dibuka oleh Pj. Wali Kota Kendari, H. Asmawa Tosepu dan dihadiri peserta daring dan luring dari TPPS Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari, perangkat daerah terkait stunting di Sultra dan Kota Kendari, perwakilan BKKBN Sultra, Kanwil Agama Sultra, PKK, Perguruan Tinggi, ketua organisasi keagamaan, IBI, IAKMI, PERSAGI, APINDO, TVRI Sultra dan RRI Kota Kendari.
Kegiatan hari ini merupakan lanjutan dari rangkaian kunjungan lapangan atau site visit ke Provinsi Sultra oleh Tim Monev Terpadu dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga beberapa kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Sekretariat Wakil Presiden RI (Setwapres), Bappenas, KSP, Kemendagri, Kementerian PUPR, Kementerian Agama.
Menurut Asmawa Tosepu, Kota Kendari menjadi salah satu dari tiga kabupaten/ kota di Indonesia yg menjadi contoh baik dalam pelaksanaan penanganan stunting selain kabupaten Cianjur dan Kebumen.
Ia menyebutkan, kasus stunting di Kota Kendari pada tahun 2022 adalah sebesar 19,5 persen dan mengalami penurunan dari sebelumnya yaitu 24,0 persen pada tahun 2021.
Sebagai bentuk nyata upaya percepatan penurunan stunting dilakukan yaitu dengan membentuk Tim TPPS tingkat kota, kecamatan dan kelurahan. Selain itu, juga telah dibentuk TPK tingkat kelurahan yang dikuatkan dalam SK Wali Kota Kendari Nomor 28 Tahun 2023.
"Selain membentuk TPPS dan TPK tingkat kelurahan, kami juga membentuk gerakan dan satgas orang tua asuh atasi stunting, melakukan kerja sama MoU bersama Baznas dan Kemenag Kendari dalam rangka meningkatkan komitmen bersama dalam pencegahan stunting bagi calon pengantin,” pungkasnya. (B-Adv)