Jangan Jadi Calon Pemimpin Pembohong
M. Najib Husain, telisik indonesia
Minggu, 06 September 2020
0 dilihat
Dr. M. Najib Husain, Dosen FISIP UHO. Foto: Ist.
" Bagi seorang warga negara, informasi memungkinkan seseorang untuk berpartisipasi dalam segala hal termasuk saat ini berpartisipasi dalam pemilihan serentak 2020 karena partisipasi pemilih bukan hanya pada saat pencoblosan 9 Desember 2020. "
Oleh: Dr. M. Najib Husain
Dosen FISIP UHO
PADA dasarnya, akses terhadap informasi adalah hak setiap manusia. Hak ini telah disandang manusia sejak ia lahir putih bersih di muka bumi. Undang-Undang Komisi Informasi Publik (KIP) menjamin hak setiap warga negara untuk (1) mencari; (2) memperoleh; (3) memiliki; (4) menyimpan; (5) mengelola; dan (6) menyampaikan informasi.
Jaminan itu diberikan untuk seluruh jenis saluran informasi yang tersedia, baik yang elektronik maupun non-elektronik. Dengan jaminan tersebut di atas, setiap warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berhak untuk mengetahui banyak hal.
Informasi memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks ini negara berkewajiban menyebarkan informasi yang harus diketahui oleh warga negaranya, demi kelancaran penegakan hukum dan terjaminnya hak warga negara. UU Kebebasan Informasi sudah ada tinggal implementasi di lapangan, hambatan hambatan relatif mendapatkan jalan keluarnya.
UU ini memberikan jaminan tentang bagaimana cara meminta informasi dan bagaimana bila informasinya ditolak serta ada sanksi hukum yang diberikan kepada pejabat publik yang dengan sengaja menghambat akses informasi publik serta mereka calon pemimpin yang berbohong.
Komisi Informasi (KI) di Propinsi Sulawesi Tenggara yang bertahun-tahun diperjuangkan kehadirannya sudah ada dan bisa mengawal hak warga masyarakat lokal untuk mendapatkan informasi di daerah yang melaksanakan pemilihan serentak, hanya sayang kondisinya saat ini dalam kondisi mati suri.
Bagi seorang warga negara, informasi memungkinkan seseorang untuk berpartisipasi dalam segala hal termasuk saat ini berpartisipasi dalam pemilihan serentak 2020 karena partisipasi pemilih bukan hanya pada saat pencoblosan 9 Desember 2020.
Tetapi sejak saat pendaftaran para bakal calon yang saat ini berlangsung di tujuh KPU kabupaten di Propinsi Sultra yang melaksanakan pemilihan serentak para pemilih sudah bisa memberikan masukan jika ada bakal calon pemimpin yang berbohong dalam menyampaikan identitas diri mereka, daftar kekayaan mereka dan sumber dana yang diperoleh serta jumlah yang diterima.
Saat ini, dibutuhkan kerja profesional dari KPU yang menerima pendaftaran bakal calon untuk menyampaikan kepada pemilih tentang siapa calon pemimpin mereka ke depan agar tidak ada lagi permasalahan setelah menjabat karena mempersoalkan masalah legalitas formal seorang pemimpin.
Baca juga: Bakal Calon Bupati Sebatas Baliho
Utamanya masalah kejelasan tentang jenjang pendidikan formal yang sampai saat ini masih terjadi di salah satu kabupaten di Sultra yang mempersoalkan keaslian ijazah yang prosesnya telah menghabiskan energi, pikiran dan biaya yang seharusnya tidak perlu terjadi jika proses tempat mendaftar bakal calon saat itu benar-benar tegas dan taat pada aturan.
Untuk itu, KPU di tujuh kabupaten yang saat ini membuka pendaftaran bakal calon harus mempublikasikan daftar riwayat hidup (DRH) para bakal calon melalui website yang mereka miliki, agar para pemilih dapat mengetahui siapa calon pemimpinya dan akan dijadikan rujukan dalam memilih nantinya agar cita-cita mewujudkan pemilih rasional positif dapat terwujud.
Karena pemilih berhak utuk mengetahui siapa sebenarnya yang akan memimpin mereka, mulai dari latar belakang pendidikan formal yang telah dijalani dari awal sekolah sampai akhir, pengalaman organisasi kemasyarakatan atau di partai politik mana pernah berorganisasi.
Latar belakang keluarga dan pendidikan anak-anak calon, serta pengalaman pekerjaan selama ini serta laporan harta kekayaan agar nantinya dapat dijadikan perbandingan sebelum menjabat dan setelah menjabat berapa banyak pertambahan hartanya.
Jika bakal calon telah mengisi daftar riwayat hidup dan melaporkan harta kekayaannya, maka tugas KPU untuk memverifikasi di lapangan, jika ada bakal calon yang tidak jujur dalam mengisi DRH maka seharusnya KPU mendiskualifikasi dan bukan membuka ruang untuk terjadi negoisasi dengan bakal calon.
Karena kalian adalah orang-orang pilihan yang bisa melaksanakan pesta demokrasi yang jujur, adil dan berintegritas dalam melahirkan pemimpin yang amanah dan jujur serta terbuka kepada publik karena itu erat kaitannya dengan komitmen ke depan jika terpilih.
Hal ini sejalan dengan penelitian Bambacas and Patrickson (2008) bahwa pemimpin yang menjalankan keterbukaan dan kebenaran yang dianggap keterampilan yang paling penting dalam membangun kepercayaan dan meningkatkan komitmen.
Dengan DRH bakal calon, akan memudahkan pemilih untuk mengetahui rekam jejak siapa calon pemimpin. Karena seorang calon pemimpin bukan hanya lahir seketika tetapi melalui proses yang panjang.
Garungan (2002) mengemukakan menjadi seorang pemimpin tidak bisa terjadi seketika, tetapi memerlukan waktu yang lama, dan pemimpin harus mempunyai ciri dan kecakapan (kecerdasan), yang secara umum hendaknya dimiliki oleh seorang pemimpin agar interaksi kelompok dapat berlangsung lancar dan produktif.
Baca juga: Black Campaign, Jalan Pintas Menjatuhkan Kompetitor
Kita berharap calon pemimpin yang mendaftar memiliki warisan ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang yang sampai saat ini masih sangat populer di kalangan masyarakat dan menjadi tolak ukur keberhasilan kepemimpinan, ajaran tersebut adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Ajaran ini pada intinya menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat agar dapat menjadi panutan bagi masyarakatnya. Ing ngarso sung tulodo berarti seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan bagi bawahan atau masyarakatnya.
Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi masyarakatnya.
Ing madyo mangun karso. Dimana kata ing madyo berarti di tengah, mangun berarti membangkitkan atau menggugah dan karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat.
Jadi, makna dari kata itu adalah seorang pemimpin di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahannya atau masyarakatnya. Demikian pula dengan tut wuri handayani. Tut wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan moral atau dorongan semangat.
Jadi tut wuri handayani ialah seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh masyarakatnya, karena paling tidak hal ini dapat menumbuhkan motivasi dan semangat kerja (Raharjo,2010).
Sehingga siapa pun yang diloloskan oleh KPU dan berhak mendapatkan nomor urut untuk bertarung di pemilihan serentak adalah calon-calon pemimpin terbaik di tujuh kabupaten yang akan melaksanakan pemilihan serentak 2020 dan pemilih memilih seorang calon karena benar-benar mengenal rekam jejak calon pemimpinnya.
Semakin terbuka KPU dalam menyampaikan informasi rekam jejak calon pemimpin maka akan mengurangi pemilih-pemilih yang masuk dalam kelompok yang abstain pada 9 Desember 2020 atau kategori golput ideologi. (*)