Kabar Guru di Kendari yang Dipecat, Kini Jualan Air Galon Hingga Tak Berani Antar Anak ke Sekolah

Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Kamis, 19 Januari 2023
0 dilihat
Kabar Guru di Kendari yang Dipecat, Kini Jualan Air Galon Hingga Tak Berani Antar Anak ke Sekolah
Wa Ode Sunartin, seorang guru di SDN 92 Kendari yang dipecat secara sepihak melalui petisi dari guru-guru di sekolah tersebut. Foto: Adinda Septia Putri/Telisik

" Kisah viral seorang guru bernama Wa Ode Sunartin menjadi buah bibir di masyarakat. Perempuan yang sudah mengabdikan dirinya selama 16 tahun menjadi guru di SDN 92 Kendari itu dipecat dengan alasan tak jelas oleh pihak sekolah "

KENDARI, TELISIK.ID - Kisah viral seorang guru bernama Wa Ode Sunartin menjadi buah bibir di masyarakat. Perempuan yang sudah mengabdikan dirinya selama 16 tahun menjadi guru di SDN 92 Kendari itu dipecat dengan alasan tak jelas oleh pihak sekolah.

Ingin mendengar kisahnya lebih lanjut, Telisik.id pun berkesempatan mengunjungi kediaman Sunartin yang berada sekitar 5 Km dari tempatnya dulu mengajar, yaitu di Kecamatan Baruga, Kota Kendari.

Sunartin menyambut dengan senyum simpul, namun senyumnya tetap tak bisa sembunyikan suasana sedih hatinya. Perempuan yang saat itu mengenakan gamis hitam berkerudung kuning mempersilahkan duduk di dalam rumahnya.

Di depan rumahnya, terlihat mesin depot air minum isi ulang sebagai usaha sampingan yang ia jalani sekarang, terlihat juga beberapa galon air berwarna biru tua dan merah muda yang tersusun di sana.

Baca Juga: Pemecatan Sepihak Guru Honorer SDN 92 Kendari Berjalan Alot Saat Hearing DPRD

Rumah Sunartin terlihat sangat sederhana, tempat duduk di ruang tamunya tak lagi empuk dan berwarna kusam, dinding rumahnya banyak tertempel foto-foto yang dipajang dengan frame jam bekas, serta atapnya yang tak punya plafon.

Masuk ke ruang tamu, Telisik.id disambut dengan anak laki-laki Sunartin yang terlihat asyik memainkan game di telepon genggamnya. Anak tersebut ternyata sedang duduk di bangku kelas dua di SD yang sama dengan tempat Sunartin pernah mengajar, SDN 92 Kendari.

Dengan suara yang terisak dan bercucuran air mata, Sunartin menceritakan dirinya kini belum berani mengirim putranya kembali ke sekolah sejak kejadian pemecatannya pada 10 Januari 2023 lalu. Ia khawatir dengan keselamatan fisik dan mental sang anak jika dirinya kembali bersekolah, mengingat kasusnya yang viral.

Saat ini, Sunartin hanya berdiam di rumahnya sambil menjalankan usaha depot air isi ulang dan mengajari sang anak selama ia tak sekolah. Sunartin mengatakan, pendapatannya dari berjualan tersebut berkisar Rp 50.000-Rp 100.000 per harinya, dengan harga air galon sebesar Rp 5.000 per galon.

Meski terbilang lumayan, namun Sunartin masih harus memikirkan pembayaran pinjaman modal usahanya, pasalnya usaha air galon isi ulang tersebut ia bangun dari pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Setelah perjuangkan haknya untuk mengajar ke sana ke mari, Sunartin mengaku hal tersebut menguras tenaga dan mentalnya. Ia mengatakan, saat ini dirinya hanya sedang istirahat sejenak sambil menunggu keputusan Dinas Pendidikan.

Permasalahan Sunartin berawal dari dirinya yang diduga dijegal berkali-kali oleh pihak sekolah untuk mendaftar seleksi calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mulai dari Surat Keputusan (SK) Wali Kota Kendari pengabdiannya yang diduga dicekal pihak sekolah karena alasan ia belum divaksin, padahal kepala sekolah sudah mendengar pernyataan dokter yang tak bisa memvaksinnya karena kondisi tubuhnya yang rentan, mengingat Sunartin saat itu sedang hamil tua dan punya riwayat keguguran hingga empat kali.

Sunartin pun melaporkan keadaanya kepada pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) agar dirinya tetap bisa mendapat SK pengabdian. Pihak BKD memberitahu ternyata nama Sunartin dihapus dari daftar pengusulan SK oleh pihak sekolah.

Sunartin merasa tidak terima dan berusaha menjelaskan posisinya yang sudah mengajar puluhan tahun kepada pihak BKD, salah seorang pejabat di BKD pun membantunya hingga akhirnya Sunartin berhasil memperoleh SK pengabdiannya.

Usai mendapat SK-nya, Sunartin sempat merasa lega dan semangat untuk melengkapi berkas pengajuan pendaftaran PPPK secara online ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang salah satu berkasnya adalah SK tersebut.

Saat mendaftar, Sunartin dikategorikan sebagai prioritas tiga karena dedikasinya yang sudah puluhan tahun mengabdi menjadi guru. Artinya, Sunartin dapat diloloskan tanpa tes.

Namun upaya sekolah dalam dugaan menjegalnya tak berhenti, pihak operator data sekolah diduga memasukan data yang salah mengenai Sunartin, agar BKN menilai data yang diajukan Sunartin dengan pihak sekolah tidak singkron sehingga tidak bisa terverifikasi.

Pihak sekolah diduga mengubah data tanggal lahir yang salah, selain itu ijazah terakhir Sunartin juga ditulis hanya tamatan SMP, padahal dirinya adalah lulusan D2. Tak berhenti sampai di situ, pihak sekolah juga menggeser posisi Sunartin sebagai wali kelas menjadi guru mata pelajaran Penjaskes Olahraga dan Kesenian (PJOK) yang sama sekali tidak relevan dengannya.

Posisi Sunartin sebagai wali kelas digantikan oleh istri dari keponakan kepala sekolah yang baru beberapa bulan mengajar. Padahal, salah satu syarat pendaftaran PPPK juga mengharuskan pesertanya adalah guru wali kelas.

Sunartin pun gerah dan melaporkan hal tersebut kepada DPRD Kota Kendari melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Desember 2022. Dalam rapat tersebut Sunartin minta untuk diberi kelas agar ia dapat melanjutkan pendaftaran PPPK-nya.

Hasil RDP pun mengatakan Sunartin harus dipenuhi haknya untuk diberi kelas. Namun permasalahan yang awalnya tentang hak pekerjaannya sebagai guru, berlanjut kepada tuduhan-tuduhan dan fitnah yang mengarah ke aspek pribadi.

Pasca RDP, Sunartin dipanggil oleh kepala sekolah SDN 92 Kendari, ia dikumpulkan bersama guru-guru lainnya. Saat itu Sunartin beranggapan baik bahwa kepala sekolah akan memberinya kelas untuk ia pegang.

Namun kata Sunartin, kepala sekolah justru menuduh Sunartin mengadukan dirinya korupsi kepada DPRD, padahal hal yang dibahas saat RDP hanya sebatas ia meminta haknya untuk diberi kelas. Hal itulah yang membuat guru lain diduga memfitnah Sunartin dan menginisiasi pemberhentian Sunartin melalui petisi.

Petisi pemecatan Sunartin ditandatangani oleh semua guru SDN 92 Kendari bahkan sampai satpam dan cleaning service, petisi itu diajukan kepada Dinas Pendidikan oleh pihak sekolah.

Entah sudah berapa kali ia mengusap air mata dipipinya dengan kerudung yang ia kenakan saat ia menceritakan kisahnya. Sesekali Sunartin menjeda kata-katanya untuk menenangkan kembali kecamuk hatinya yang kecewa.

Sunartin mengaku tak pernah bermasalah dengan siapapun, termasuk tenaga pengajar, anak-anak dan orang tua murid di tempatnya mengajar. Banyak dari orangtua murid bahkan memberinya dukungan dan keberpihakkan.

Pasca pemecatan tersebut, Sunartin tak gentar dan kembali mengadu kepada DPRD Kota Kendari dalam RDP kedua di Januari 2023. Hasilnya sama, DPRD meminta Dinas Pendidikan untuk membiarkan Sunartin kembali mengajar seperti dulu, atau memindahkannya di sekolah lain.

Terkait memindahkannya di sekolah lain, Sunartin mengaku keberatan. Ia menganggap SDN 92 Kendari sudah menjadi bagian dari dirinya, 16 tahun mengabdi tentu bukan hal yang mudah untuknya di banding harus memulai lagi di tempat baru.

Selama 16 tahun itu Sunartin banyak mengorbankan dirinya untuk bayaran guru honorer yang tidak seberapa, hanya Rp 650.000 per bulan. Meski sudah puluhan tahun mengajar, gajinya menjadi yang terkecil dibanding guru lain di sana yang bisa sampai Rp 1.000.000 per bulannya.

Sunartin bahkan pernah mengeluarkan uang pribadinya untuk memfasilitasi program pojok baca di kelas yang ia pegang dulu. Sampai hal mendesain dan mengecat pojok baca tersebut adalah hasil kerja kerasnya.

Belum lagi riwayat kegugurannya hingga empat kali dan pernah kehilangan bayinya yang masih berusia 2 hari menunjukan betapa ia selalu menunaikan perannya sebagai guru meski dalam kondisi apapun.

Baca Juga: Sudah Mengabdi 16 Tahun Guru SD di Kendari Malah Dipecat Diduga Gegara Daftar PPPK

Ke depannya ia masih menunggu keputusan Dinas Pendidikan mengenai nasibnya, Sunartin berharap pemerintah kota tak tutup telinga dan dapat memberi keadilan untuknya dapat kembali mengajar di SDN 92 Kendari.

Sunartin punya mimpi yang besar sebagai pahlawan wanita tanpa tanda jasa, di depan rumahnya terlihat rumah yang terbengkalai dan masih setengah dibangun, rumah itu ternyata adalah miliknya yang belum selesai karna terkendala biaya. Sunartin berniat untuk membangun rumah tersebut menjadi rumah belajar bagi anak TK dan SD.

Sang anak, Alzham mengaku ingin pindah dari sekolah lamanya tersebut, karena tak tahan dengan perlakukan pihak sekolah kepada ibunya. Alzham diketahui sebagai salah satu siswa berprestasi, di kelasnya ia selalu mendapat peringkat satu.

Sementara saat didatangi Telisik.id, Kepala Sekolah SDN 92 Kendari sedang tak berada di tempat begitu pula dengan wakil kepala sekolah. Seorang guru yang enggan disebutkan namanya mengatakan pihak sekolah saat ini enggan berkomentar mengenai kasus Sunartin, terkait akan kembali mengajar atau tidak, pihak sekolah masih menunggu keputusan Dinas Pendidikan. (AA)

Penulis: Adinda Septia Putri

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga