Kearifan Lokal Budaya Buton, Cara Jitu Hadapi Pandemi COVID-19
Iradat Kurniawan, telisik indonesia
Jumat, 17 Desember 2021
0 dilihat
Bupati Buton saat presentasi di AK PWI 2022. Foto: Ist.
" Buton memiliki tradisi kearifan lokal untuk menghadapi wabah yang sudah dilakukan secara turun temurun diterapkan dalam masyarakat "
BUTON, TELISIK.ID - Buton memiliki tradisi kearifan lokal untuk menghadapi wabah yang sudah dilakukan secara turun temurun diterapkan dalam masyarakat.
Salah satu tradisi tersebut dikenal dengan istilah Piago yang berarti memagari kampung, di mana para tokoh adat memerintahkan warga untuk berdiam di rumah pada waktu tertentu.
Tradisi tersebut menjadi salah satu bahan presentasi Bupati Buton Drs. La Bakry M.Si dengan tema Kearifan Lokal Budaya Buton Melawan Corona di ajang Anugerah Kebudayaan (AK) PWI 2022, di hadapan Dewan Juri di lantai 4 Hall Dewan Pers Jakarta, Kamis (16/12/2021).
"Kaitannya dengan pandemi, Buton punya cara sendiri dalam menghilangkan wabah yang sudah dilakukan secara terus menerus. Namanya Piago. Piago atau istilah sekarang lockdown, dengan memagari kampung," tutur La Bakry.
Atas permintaan tokoh adat, lanjutnya, masyarakat begitu patuh dengan sebuah falsafah Bolimo Karo Somanamo Lipu yang memiliki arti mendahulukan kepentingan umum (kepentingan orang banyak) di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Baca Juga: Setelah Bupati, Kadis Nakertrans Muna jadi Narasumber Talkshow Nasional
"Alhamdulillah dengan falsafah itu, masyarakat terhindar dari bahaya," kata La Bakry dalam presentasinya.
Bupati Buton juga menjelaskan bahwa cuci tangan itu juga sudah menjadi kebiasaan di Buton. Karena di masa lalu rata-rata mendiami rumah panggung di mana saat akan naik tangga sudah disiapkan gumbang yang diisi air yang berfungsi jika ada yang datang mereka akan cuci tangan dulu sebelum masuk rumah.
"Terkait budaya, Buton sangat menjaganya dan melestarikan dalam kehidupan kesehariannya dan untuk mengingatkan pentingnya budaya, sejak di masa kepemimpinan Umar Samiun, La Bakry sebagai wakil bupati selalu menggelar Festival Budaya Tua Buton yang kemudian terhenti akibat COVID-19," tuturnya.
Bupati Buton juga selalu meminta para perangkat adat dan tokoh agama untuk selalu memanjatkan doa tolak bala guna menghindari wabah dan pandemi.
"Budaya paling tidak telah memberikan pemahaman pada generasi bahwa mengimplementasikan kearifan lokal dapat menjadi landasan kehidupan masyarakat, di era penerapan new normal. Bahwa kearifan lokal utamanya budaya juga dapat menangkal pandemi dengan lockdown yang berlandaskan zikir dan permohonan kepada yang Maha Kuasa," tuturnya.
Selain memaparkan tentang kearifan lokal Buton dalam melawan pandemi yang berkesesuaian dengan visi Buton yakni mewujudkan Buton sebagai kawasan bisnis budaya terdepan, Bupati Buton juga memaparkan produk unggulan daerah ini.
"80 persen aspal yang ada di Indonesia ada di Buton, hanya saja Aspal Buton belum termanfaatkan secara maksimal. Sehingga pihaknya, bersama Bupati sebelumnya yakni Samsu Umar Abdul Samiun begitu gencar memperjuangkan Aspal Buton agar dapat digunakan di dalam negeri," katanya.
Hasilnya terjawab dengan adanya dukungan Presiden Jokowi yang berjanji akan memproduksi Aspal Buton dan digunakan di seluruh kota/kabupaten se-Indonesia. Ketika itu berhasil, maka akan mensejahterahkan masyarakat Buton secara keseluruhan.
Baca Juga: Warga Terdampak Letusan Semeru Direlokasi di Dua Tempat
"Harapannya adalah dengan kemajuan industri aspal dapat memberi kontribusi bagi daerah Buton," katanya.
Adapun hubungannnya dengan budaya terdepan, belajar dari negara seperti Jepang, Korea yang sudah maju industrinya. Kendatipun sudah maju, namun tidak lepas melepaskan budayanya.
Untuk diketahui, Bupati Buton adalah satu dari 10 bupati/wali.kota yang menjadi nominator Anugerah Kebudayaan PWI Pusat. Mereka akan memaparkan tentang budaya dalam perilaku baru yang berbasis informasi dan kebudayaan di daerahnya masing-masing.
Pemaparannya tersebut dipresentasikan di depan dewan juri yang berjumlah empat orang yakni Nungki Kusumastuti (Dosen Institut Kesenian Jakarta, penari, bintang film), Agus Dermawan T (penulis buku kebudayaan dan seni, pengamat seni rupa), Atal S.Depari (Ketua Umum PWI Pusat, wartawan), dan Yusuf Susilo Hartono (Ketua Pelaksana Anugrah Kebudayaan PWI). (C)
Reporter: Iradat Kurniawan
Editor: Haerani Hambali