Kejari Medan Tuntut Terdakwa Sodomi Bocah hanya 7 Tahun, LBH: Cederai Keadilan

Reza Fahlefy, telisik indonesia
Kamis, 30 Juni 2022
0 dilihat
Kejari Medan Tuntut Terdakwa Sodomi Bocah hanya 7 Tahun, LBH: Cederai Keadilan
Kantor LBH Medan, yang menyoroti rendahnya tuntutan Kejaksaan Negeri Medan terhadap terdakwa pencabulan terhadap bocah di bawah umur. Foto: Reza Fahlefy/Telisik

" Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyoroti tuntunan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejaksaan Negeri (Kejari) daerah setempat dengan sangat ringan "

MEDAN, TELISIK.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyoroti tuntunan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejaksaan Negeri (Kejari) daerah setempat dengan sangat ringan.

Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Syaputra mengatakan itu kepada awak media, Kamis (30/6/2022). Tuntutan JPU Kejari Medan hanya 7 tahun kepada terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.

"Terdakwa AGH seorang mahasiswa universitas yang ada di Medan mencabuli seorang anak laki-laki berinisial F. Tapi, JPU menjatuhkan tuntutan hanya 7 tahun kepada terdakwa. Padahal, jelas ini perkara yang luar biasa," kata Irvan.

Diakui Irvan, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76 E UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seharusnya, JPU bisa menuntut terdakwa lebih tinggi. Kalau perlu sampai 10 tahun.

"Sidang tuntutan 14 Juni 2022, kemarin.  di mana sidang lanjutan tindak pidana tersebut dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. JPU diduga ada kepentingan dalam tuntutan itu," tegasnya.

Menurut Irvan, kasus itu terjadi karena pelaku mencabuli korbannya dengan modus mengajak korban bermain game online.  Terdakwa melalui permainan tersebut mengajak korban bermain bersama di kosnya yang beralamat di Jalan Abdul Hakim, Kecamatan Medan Baru.

"Kemudian korban yang diketahui hobi bermain game online, tanpa berpikir panjang datang ke kos terdakwa dan seketika itu terdakwa langsung melakukan aksinya mencabuli (sodomi) korban. Insiden pencabulan itu terjadi Senin 27 Desember 2021 yang lalu. Karena melakukan kejahatan yang luar biasa, harusnya JPU menuntut lebih tinggi dan bisa lebih dari 7 tahun," ungkapnya.

Baca Juga: Beroperasi di Empat TKP, Tiga Pelaku Curat Ditangkap Polisi

LBH Medan sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang konsen terhadap Penegakan Hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) menduga tindakan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan, Kasi Pidum melalui JPU Rahmayani Amir yang menuntut terdakwa sangat rendah telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana.

"JPU juga tidak menjalankan program pemerintah yang mana notabenenya tahun 2016 secara tegas Presiden Jokowi telah menetapkan kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). oleh karenanya penangananya haruslah luar biasa, dalam hal ini menghukum berat pelaku kekerasan seksual terhadap anak," tegasnya.

LBH Medan juga menduga adanya kejanggalan yang nyata dalam tuntutan JPU, itu dapat terlihat jelas ketika tuntutan JPU berbanding terbalik dengan tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan tahun 2021 perkara pencabulan yang dilakukan oleh oknum Kepala sekolah atau Pendeta kepada siswanya dengan menuntut terdakwa dengan tuntutan selama 15  tahun penjara.

"Tidak hanya itu, sebagai pembanding lainya masih di tahun yang sama JPU Labuhan Deli telah menuntut terdakwa dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh seorang kakek terhadap seorang anak perempuan yang berusia 4 tahun dituntut 12 penjara serta diketahui Jaksa Meliani Marpaung, SH pada perkara Nomor: 19/Pid.Sus/2022 menuntut 13 tahun penjara terhadap pelaku kekerasan seksual," tuturnya.

Tuntutan Rahmayani Amir membuat pertanyaan besar, ada apa dengan Kejaksaan Negeri Medan dan apa yang menjadi pertimbangan JPU membuat disparitas tuntutan terhadap terdakwa selama 7 tahun.

"Oleh karena itu tindakan Kejaksaan negeri Medan telah mencederai keadilan korban. Kami (LBH Medan) menilai tuntutan rendah JPU tersebut akan sangat berdampak terhadap keseriusan pemerintah menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan tidak menutup kemungkinan tidak memberikan efek jera kepada terdakwa serta bisa berdampak kepada masyarakat yang diduga menilai pelaku kekerasan seksual terhadap anak hanya dihukum ringan," ungkapnya.

Kemudian, JPU yang menuntut terdakwa dengan ringan dapat memberikan dampak yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak (korban) dan berbahaya terhadap anak yang khususnya yang ada di Kota Medan.

Baca Juga: Tak Tahan dengan Kemolekan Tetangga, Seorang Remaja Cabuli Anak di Bawah Umur

"Oleh karana itu LBH Medan meminta kepada Majelis Hakim perkara a quo Pengadilan Negeri Medan untuk memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya," urainya.

Sejalan dengan hal tersebut, LBH kemudian menduga bahwa Kajari, Kasi Pidum dan JPU Rahmayani Amir pada Kejari  Medan telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 76C dan Surat Edaran: No. SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana pada bagian ke II Perkara Tindak Pidana Khusus angka III.

"Kami akan terus memantau perkara ini dan meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman yang seberat beratnya terhadap terdakwa karena melakukan kejahatan yang luar biasa," terangnya.

Terpisah, Jaksa Rahmayani Amir ketika dikonfirmasi melalui seluler membenarkan adanya tuntutan 7 tahun terhadap pelaku pencabulan berinisial AGH.

"Ada beberapa faktor yang membuat kami menuntut terdakwa selama 7 tahun. Di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui perbuatannya dan berterus terang serta menyesali perbuatannya. Kemudian, terdakwa masih kuliah dan masih memiliki masa depan. Jadi itu pertimbangan kami," terangnya. (A)

Penulis: Reza Fahlefy

Editor: Musdar

Baca Juga