Kisah Pak Bin, Tukang Pijat Keliling Jakarta yang 3 Kali Naik Haji
Erwin Usman, telisik indonesia
Rabu, 06 Januari 2021
0 dilihat
Erwin Usman (kiri) dan Bintoro Asmat Iskak, akrab dipanggil Pak Bin. Foto: Ist.
" Seikhlasnya saja, sukarela bayarnya, berapa pun saya terima. "
Oleh: Erwin Usman
Founder Komunitas Indonesia Bantu Sesama (Kita Bisa)
TUBUHNYA pendek, agak bungkuk bila berjalan. Matanya terlihat seperti mengantuk. Selalu mengenakan baju batik. Usianya kini 72 tahun. Lahir tahun 1948. Namanya: Bintoro Asmat Iskak, dan akrab dipanggil Pak Bin.
Atau dia menyebut dirinya, panggil saya: Pak Bin 'Tupiling'. Tupling singkatan dari tukang pijat keliling.
Pak Bin berasal dari Sukoharjo, Solo. Sudah lima puluh tahun, sejak tahun 1970, dia bekerja sebagai tukang urut keliling. Mulai dari Solo. Lalu, di usia 22 tahun, dia memilih merantau pindah ke Jakarta. Pada tahun 1982 akhir.
Di ibu kota Jakarta, dia hidup mengontrak sebuah kamar kecil. Yang hingga kini masih ditempatinya.
Setiap hari, setelah sholat subuh, dia mengaji Al-Quran satu sampai dua juz. Lalu sholat Dhuha.
Kelar itu, barulah dia keluar bekerja menyusuri riuh jalan, dan keluar masuk kampung di Jakarta. Bahkan hingga ke Depok, Bogor, dan BSD Tangerang. Dengan mengendarai sepeda ontel tua.
Sepeda ini dibuat unik, karena ditempeli kertas bertuliskan: Tukang pijat keliling bisa dipanggil - bayar sukarela. Lengkap dengan nomor kontak telepon genggamnya.
Tidak itu saja, Pak Bin juga melengkapi diri dengan toa pengeras suara. Sambil mengayuh sepeda, tangan kanannya memegang toa dan mengumumkan jasa tukang urutnya.
"Yang mau urut, pijat, ayo mari. Silahkan. Bayarnya sukarela."
Pak Bin memang tidak pernah mematok biaya untuk jasanya. Dia memijat semua kalangan, tapi tidak bersedia memijat perempuan.
"Seikhlasnya saja, sukarela bayarnya, berapa pun saya terima." katanya.
Baca juga: Kesultanan Buton, Sistem Pemerintahan Tertua hingga Bergabung dengan Indonesia
Berapa bayaran yang biasa diterima? Tahun 1970-an dia mengaku dibayar 2.000 sampai 3.000 perak sekali pijat, untuk dua jam. Mulai tahun 2016 ke atas, dibayar Rp 20.000 sampai Rp 50.000, sekali pijat. Tapi ada juga yang memberi uang lebih dari itu.
Dalam berbagai tayangan video di kanal Youtube, Pak Bin terlihat memijat pasiennya tidak pilih tempat. Terkadang di garasi, di depan rumah, di pangkalan ojek, di pos ronda, di warung kopi; hingga di dalam rumah cukup mewah.
Setiap hari Pak Bin bisa memijat delapan hingga sepuluh orang.
Naik Haji
Pak Bin naik haji untuk pertama kali pada tahun 1983. Belum lama sejak dia masuk kota Jakarta. Dia ikut rombongan haji tenaga kerja Indonesia. Yang sekaligus sebagai petugas kebersihan haji. Mereka terdiri dari 500 orang jamaah.
Dia masih ingat, Pak Alwi Shihab yang mantan Menlu itu yang mengkoordinir jamaah tenaga kerja untuk naik haji.
Lalu kemudian, dia naik haji lagi pada tahun 1996. Biayanya Rp 8 juta. Dengan ONH (ongkos naik haji) biasa. Kali ini, uangnya dari hasil tabungan sebagai tukang pijat.
Selanjutnya, dia naik haji yang ketiga pada tahun 2016. Kali ini dengan ONH Plus. Biayanya Rp 150 juta. Berasal dari seorang pasiennya yang sakit stroke ringan dan sembuh setelah sebulan dipijatnya. Seminggu dua kali.
Cerita awalnya, dia ditawari hadiah mobil tapi enggan diterimanya.
"Bapak sudah sembuh dan bisa kembali bekerja ke kantor lagi, saya sudah ikut senang." katanya.
Karena menolak hadiah mobil, lalu pasien itu menggantinya dengan ONH Plus. Semua dibayar lunas. Maka berangkatlah Pak Bin untuk ketiga kalinya. Naik haji ke tanah suci Mekah.
Baca juga: Pesta Kampung Waoleona, Jejak Perlawanan Sultan Himayatuddin terhadap Kesultanan Buton
Di Mekah, Pak Bin juga tak lepas dari pekerjaannya memijat. Bila di Indonesia sekali pijat bisa dua jam. Maka di tanah suci, cukup sepuluh menit. Biasanya pada jamaah haji yang kelelahan minta dipijat, setelah melakukan tawaf.
Selama 21 hari berada di Mekah, pada musim haji 2016, Pak Bin mendapatkan uang dari memijat sesama jamaah haji sampai terkumpul Rp 10 juta. Karena ada yang memberi Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu.
Uang 10 juta rupiah itu, tidak dibawanya pulang. Dia memilih mensedekahkan ke lembaga di Mekah yang bisa mengurus dana itu.
"Saya tidak bawa pulang uang itu karena berkahnya biar menjadi amal jariyah saja. Toh, di Jakarta nanti, saya bisa cari uang lagi." Demikian alasannya.
Keluarga Pak Bin
Pak Bin punya seorang istri, enam orang anak, enam mantu, dan lima belas orang cucu. Keluarganya tinggal di Solo.
Satu orang anaknya tinggal di Jakarta. Anggota Polri berpangkat Aipda. Namanya Thoha, berdinas di Polsek Kebayoran Selatan. Satu lagi pegawai negeri, bidan. Berdinas di rumah sakit di Solo.
Pada anak dan mantunya, Pak Bin punya harapan agar semua bisa ke tanah suci: Umroh dan naik haji. Soal biaya, dia punya tips jitu. Yang juga sudah dipraktekkannya.
Setiap hari semua diminta menabung Rp 20.000. Sebulan Rp 600.000. Bawa uang itu untuk ditabung ke bank. Setahun akan mencapai Rp 7.200.000. Lalu, dalam lima tahun akan terkumpul dana: Rp 36 juta. Maka, dengan nilai itu sudah lunas untuk biaya ONH sekali berhaji.
Dia meyakini, "Bila ada niat kuat dana ONH bisa dicari. Allah akan membantu rezeki; bagian mana untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari, dan mana untuk disisihkan bagi tabungan naik haji."
Qadarullah, dengan tips menabung Rp 20 ribu per hari di atas, anak mantu dan istrinya sudah akan berangkat haji untuk tahun 2024.
Baca juga: Viral di TikTok, Pencipta Lagu Semua Berlalu Ternyata asal Baubau
Sikap Ikhlas
Pak Bin sudah diminta anak dan istrinya untuk berhenti bekerja sebagai tukang pijat. Namun, dia menolak. Masih kuat, katanya.
Selama 50 tahun menjalani pekerjaannya, Pak Bin mengaku tidak pernah sakit. Paling flu dan batuk pilek ringan. Tapi, setelah keluar berjalan untuk memijat orang, dia bilang akan berangsur kembali sehat.
Dia mengaku meniatkan sedekah dan ikhlas dalam bekerja. Melihat orang yang dipijatnya bisa kembali sehat, segar, dan bekerja lagi adalah rasa syukurnya. Sebab bisa menolong sesama.
Karena itu, dia ikhlas sukarela dibayar berapa pun. Bahkan pernah tak dibayar. Dia tidak marah. Karena yang ditolongnya orang yang habis kecelakaan. Kakinya keseleo. Orang tak mampu. Anaknya banyak, tinggal di kosan sempit.
Dia tak tega menerima 20 ribu rupiah pemberian tuan rumah setelah dipijat dan bisa kembali berjalan. Di hari itu juga, setelah memijat seseorang yang lain, dia dibayar uang Rp 1 juta.
Tuhan membalas dengan tunai di dunia untuk amal baiknya.
Tuhan telah memberi nikmat sehat, keluarga, juga bisa naik haji tiga kali. Pak Bin membalasnya dengan membantu orang lain agar kembali sehat. _Hal jazaaul ihsaan illal ihsaan._ Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).
Pesan dari Pak Bin, bila mau ke tanah suci berhaji atau umroh, niatkan saja dengan ikhlas. Lalu istiharakan. Insya Allah akan ada jalan rezeki dari Tuhan.
Hal ini katanya, berlaku pula untuk niat bagi kebutuhan dunia lainnya. Minta semua sama Allah. Jangan berharap pada manusia. Nanti akan dijawab doa kita pada saat yang tepat. Kita hanya butuh kuatkan kesabaran, tak lelah berusaha, dan tak merasa bosan meminta dalam doa.
Karena Tuhan Maha Tahu apa yang dibutuhkan oleh manusia, bukan apa yang diinginkan. (*)