Maniak Hubungan Intim Picu Gejala PTSD, Berikut Tanda dan Fakta Medisnya
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Jumat, 24 Oktober 2025
0 dilihat
Hubungan ranjang tak sehat bisa menjadi gejala PTSD ketika trauma masa lalu memicu dorongan seksual berlebihan. Foto: Repro iStockphoto
" Ketika dorongan seksual seseorang meningkat hingga menimbulkan perilaku kompulsif dan sulit dikendalikan, kondisi tersebut dikenal sebagai hiperseks atau sexual compulsive disorder "

JAKARTA, TELISIK.ID – Ketika dorongan seksual seseorang meningkat hingga menimbulkan perilaku kompulsif dan sulit dikendalikan, kondisi tersebut dikenal sebagai hiperseks atau sexual compulsive disorder.
Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa perilaku ini bisa jadi bukan sekadar dorongan biologis, melainkan bentuk respons psikologis dari trauma mendalam yang belum terselesaikan, seperti pada gangguan stres pascatrauma atau Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Hiperseks sering kali dipahami sebagai kondisi di mana seseorang memiliki kebutuhan ekstrem untuk berhubungan seksual, menonton pornografi, atau terlibat dalam aktivitas seksual berisiko.
Namun, dalam konteks medis, perilaku ini tak selalu berkaitan dengan kenikmatan, melainkan bisa menjadi mekanisme pelarian dari luka emosional yang belum teratasi.
Melansir Halodoc, Jumat (24/10/2025), studi yang dipublikasikan dalam Journal of Affective Disorders menyebutkan bahwa individu dengan riwayat trauma berat, seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, hiperseks sebagai bentuk pengalihan rasa sakit emosional.
Baca Juga: Fakta di Balik Korset: Bikin Ramping atau Bahayakan Kesehatan
Pada beberapa kasus, seks digunakan untuk mengontrol rasa takut, rasa bersalah, atau bahkan untuk menegaskan kembali kendali atas tubuh yang pernah dilanggar.
Meski begitu, tidak semua orang dengan PTSD akan mengalami hiperseksualitas. Gejala ini muncul ketika trauma memengaruhi sistem penghargaan otak dan mengubah cara seseorang memaknai keintiman atau kenikmatan.
Dalam konteks ini, hubungan seksual bisa berubah menjadi pelarian dari realitas emosional, bukan ekspresi kasih sayang atau koneksi.
Berikut adalah fakta medis dan tanda-tanda hiperseks yang berhubungan dengan PTSD:
1. Mengutamakan Seks daripada Aktivitas Lain
Seseorang yang terus menempatkan hubungan seksual di atas segala hal lain, seperti pekerjaan, hubungan sosial, atau keluarga, bisa menunjukkan tanda gangguan kompulsif.
Pikiran dan dorongan seksual menjadi pusat kehidupannya, dan hal ini bisa menjadi bentuk pelarian dari stres akibat trauma masa lalu.
2. Melakukan Seks yang Berisiko
Salah satu indikator utama dari hiperseks yang berkaitan dengan trauma adalah perilaku seksual yang berbahaya. Misalnya, melakukan hubungan tanpa perlindungan, sering berganti pasangan, atau berhubungan dengan orang asing tanpa pertimbangan kesehatan.
Perilaku ini biasanya tidak didorong oleh keinginan untuk mendapatkan kenikmatan, melainkan dorongan tak sadar untuk melampiaskan kecemasan atau rasa kehilangan kontrol.
3. Menggunakan Seks sebagai Kendali
Beberapa individu yang mengalami trauma menggunakan seks bukan untuk memperoleh keintiman emosional, melainkan untuk menguasai situasi atau orang lain.
Hal ini sering kali muncul pada korban kekerasan yang merasa kehilangan kendali atas dirinya di masa lalu, lalu mencoba menegaskan kekuasaan melalui aktivitas seksual.
4. Merasa Kecanduan Seksual
Dalam banyak kasus, penderita hiperseks mengalami kecanduan terhadap sensasi seksual meskipun tidak menikmatinya. Seks dilakukan berulang kali hanya untuk mendapatkan efek lega sesaat, namun setelahnya muncul rasa bersalah, malu, atau hampa.
5. Mati Rasa Emosional
Trauma berat dapat membuat seseorang terputus dari perasaannya sendiri. Dalam kasus ini, seks dilakukan tanpa keterlibatan emosi, bahkan sekadar untuk menutupi perasaan kosong.
Mekanisme ini dikenal sebagai dissociation, yaitu kondisi di mana individu memisahkan kesadaran dari realitas emosionalnya untuk bertahan dari tekanan batin.
6. Mencari Hubungan Bermakna Melalui Seks
Beberapa penderita PTSD berusaha menemukan keintiman melalui seks, namun tanpa benar-benar merasa terhubung secara emosional.
Mereka mungkin mencari validasi atau kasih sayang dengan cara yang tidak sehat, karena asosiasi antara keintiman dan rasa aman telah terganggu sejak pengalaman traumatis terjadi.
Dalam konteks medis, para ahli menekankan pentingnya membedakan antara dorongan seksual alami dengan gangguan hiperseksual.
Baca Juga: Ini Penyebab Kepala Bayi Bisa Tertinggal di Rahim, Panggul Sempit hingga Obesitas
Diagnosis gangguan ini hanya dapat dilakukan oleh profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater, melalui serangkaian evaluasi klinis yang mempertimbangkan faktor psikologis, biologis, dan sosial.
Penanganan terhadap hiperseks akibat PTSD melibatkan kombinasi antara terapi psikologis dan intervensi medis.
Terapi yang umum digunakan antara lain Cognitive Behavioral Therapy (CBT), terapi trauma seperti Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR), serta konseling hubungan jika dampaknya sudah menjalar ke ranah interpersonal.
Selain itu, dukungan lingkungan sosial dan keluarga juga memiliki peran penting dalam proses pemulihan.
Penderita hiperseks sering kali membutuhkan ruang aman untuk berbicara tanpa dihakimi, serta bantuan profesional untuk memahami akar emosional di balik perilaku mereka. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS