Mengenal Prosesi Pewiwahan Umat Hindu, Banyak Pantangan dan Sakral

Sigit Purnomo, telisik indonesia
Rabu, 21 Juni 2023
0 dilihat
Mengenal Prosesi Pewiwahan Umat Hindu, Banyak Pantangan dan Sakral
Prosesi pewiwahan atau pernikahan umat Hindu yang beraroma sakral dan pantangan di Kolaka Timur. Foto: Sigit Purnomo/Telisik

" Perkawinan dalam Hindu merupakan momentum penting dan berbahagia bagi mempelai yang menjalani. Segala keinginan dan harapan dipanjatkan "

KOLAKA TIMUR, TELISIK.ID - Setiap perkawinan atau pewiwahan dalam agama Hindu, memiliki aroma sakral dan pantangan atau larangan yang akan ada dalam setiap prosesinya.

Menaati segala larangan adalah kewajiban yang harus dijalankan, dengan harapan dalam melaksanakan kehidupan berumah tangga selalu ada dalam lindungan Tuhan.

Perkawinan dalam Hindu merupakan momentum penting dan berbahagia bagi mempelai yang menjalani. Segala keinginan dan harapan telah dipanjatkan guna mencapainya.

“Seluruh alat-alat yang digunakan pada saat Natab Makala-kalaan memiliki makna yang menyeluruh tentang cobaan-cobaan yang mungkin akan dihadapi kedua mempelai,” ujar Mangku Eka.

Dijelaskan lebih lanjut, seperti makna yang terkandung dalam sapu lidi tiga batang yang digunakan saat Natab Beten merupakan simbol Tri Kaya Parisudha.

Baca Juga: Lestarikan Budaya dan Adat Masyarakat Hindu, Kabupaten Kolaka Timur Gelar Pawai Ogoh-Ogoh

Tri Kaya Parisudha artinya tiga perbuatan yang disucikan, merupakan salah satu kearifan lokal sosial yang dimiliki masyarakat Bali. Berpikir yang benar (manacika), berkata yang benar (wacika) dan berbuat yang benar (kayika) adalah inti dari konsep Tri Kaya Parisudha.

Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna dan agar tabah menghadapi cobaan dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini adalah untuk mencapai tujuan dari Grhasta Asrama itu sendiri.

Dilansir dari baliekspress.com upacara perkawinan dalam Hindu secara sederhana dikenal dengan Matanjung Sambuk, di mana kedua mempelai saling tendang serabut kelapa (matanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita.

Maknanya apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali.

Sementara itu Mangku Eka menuturkan, sambuk kupakan (serabut kelapa) yang digunakan pada saat Natab Beten harus disimpan di bawah kolong tempat tidur pengantin.

Baca Juga: Tradisi Ratibu yang Masih Dipertahankan Masyarakat Muna, Kekayaan Budaya Masih Dijunjung Tinggi

"Dengan maksud agar sambuk tersebut dijaga oleh kedua mempelai, seperti mereka menjaga hubungan suami istri," jelasnya.

Lanjutnya, sambuk tersebut memiliki pengaruh penting terhadap kelangsungan pernikahan. Apabila sambuk kupakan ini tidak disimpan dengan baik, maka momentum ini akan dimanfaatkan oleh orang yang tidak suka melihat kita bahagia.

“Jadi, sambuk ini bisa menjadi sarana untuk mereka menghancurkan pernikahan yang bersangkutan. Akibatnya, kedua mempelai dapat terlibat perselisihan, perkelahian bahkan hingga perceraian.” pungkasnya. (B)

Penulis: Sigit Purnomo

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga