Nur Adha: Bertarung dengan Takdir
Haidir Muhari, telisik indonesia
Rabu, 30 September 2020
0 dilihat
Nur Adha. Foto: Dok. Telisik
" Kehidupan di dunia kita syukuri, nikmati. Apapun itu, kita bisa jika ditakdirkan seperti ini. "
KENDARI, TELISIK.ID - Setiap anak yang dilahirkan dari seorang Ibu dari keluarga apapun ditakdirkan jadi pemenang.
Dilahirkan dari keluarga yang tak biasa, perempuan ini kerap bertarung dengan takdir dan mengukir prestasinya dengan caranya sendiri. Nur Adha namanya. Lahir di Rawua, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe pada 16 Maret 2000.
Di balik senyum manis dari wajah ovalnya ternyata Rada, biasa ia disapa, memendam gejolak pedih yang menganga. Di balik keramahannya, ternyata telah biasa ia bergelut dengan penat demi bisa menjadi tuah di masa mendatang.
Tak banyak yang tahu kisahnya. Saat anak-anak SD seusianya berlari-lari riang menikmati masa anak-anak yang indah dan berteduh dari rumah kasih sayang yang dipenuhi gelagak bahagia. Walau tak seberuntung anak-anak itu, ia tahu bahwa untuk bertahan hidup ia harus bertekad baja.
Sedari Sekolah Dasar (SD), ia sudah terbiasa membantu Ibunya mencari uang. Pasar sore Anggopiu menjadi saksi tekadnya. Di pasar itu ia mencari upah dari jasa membersihkan sayuran.
"Saya nikmati itu dari SD," kenangnya, Kamis (24/9/2020).
Kehidupan memang misteri. Tuhan telah menggariskan bahwa di balik setiap kepedihan yang menimpa hamba-hamba-Nya akan ada hikmah yang menanti. Di tahun 2008, ia dipilih gurunya untuk mewakili SD-nya mengikuti lomba menyanyi solo se-Kabupaten Konawe. Ia berhasil menjadi juara pertama.
Baca juga: Muhammad-Samir: Harmoni Beda Agama
Setamat dari SD, tekadnya bulat, ia mesti melanjutkan sekolah. Karena itu, saat Madrasah Tsanawiyah (MTs) ia harus tinggal di rumah keluarganya di Ameroro.
Di luar sekolah, ia berhasil menjadi juara I menyanyi solo tingkat SLTP se-kabupaten. Dan meraih juara II menyanyi solo tingkat provinsi Sulawesi Tenggara.
"Kehidupan di dunia kita syukuri, nikmati. Apapun itu, kita bisa jika ditakdirkan seperti ini," ungkapnya.
Ia orang yang awalnya jarang tersenyum. Perih kehidupan telah merampas senyumnya. Senyumnya merekah saat kuliah di IAIN. Ia tak mau rebah dengan apa yang disuguhkan keadaan, karena itu ia tetap optimis. Terus bertarung dengan takdir.
"Saya ngegrab, kerja di warung makan, kerja di hotel, manggung sana-sini, pernah ngamen juga, dan akhirnya dari hasil semua itu saya bisa tenang," bebernya.
Di tahun ini ia mengikuti konteks hijabers dan berhasil meraih juara pertama. Orang tua yang menjadi kekuatannya untuk terus bangkit.
"Dan yang membuat saya kuat itu Ibu, Ayah," sendunya.
Reporter: Haidir Muhari
Editor: Haerani Hambali