PDIP Buka Ruang Tampung Aspirasi untuk Makzulkan Jokowi, Masinton: Kalau Rakyat Sudah Menghendaki

Mustaqim, telisik indonesia
Sabtu, 13 Januari 2024
0 dilihat
PDIP Buka Ruang Tampung Aspirasi untuk Makzulkan Jokowi, Masinton: Kalau Rakyat Sudah Menghendaki
Faisal Assegaf (tengah) dan Marwan Batubara (kanan) yang tergabung dalam Petisi 100, usai bertemu Menko Polhukam, Mahfud MD, terkait aspirasi pemakzulan Presiden Jokowi, Selasa (9/1/2024) lalu. Foto: Antara

" Hubungan renggang PDIP dengan Presiden Jokowi sebagai kader yang diusungnya dalam Pemilu 2014 dan 2019, tak membuat nyaman para elit partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini "

JAKARTA, TELISIK.ID – Hubungan renggang PDIP dengan Presiden Jokowi sebagai kader yang diusungnya dalam Pemilu 2014 dan 2019, tak membuat nyaman para elit partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini.

Para elit PDIP menyatakan siap menampung aspirasi rakyat untuk memakzulkan Jokowi dari kursi presiden.

Politisi PDIP yang juga anggota DPR RI, Masinton Pasaribu, menyatakan partainya senantiasa membuka ruang untuk menampung beragam aspirasi rakyat. Tidak terkecuali aspirasi yang menghendaki pemakzulan Jokowi dari jabatannya.  

Menampung dan mendengarkan aspirasi rakyat, kata Masinton, merupakan bagian dari tugas dan fungsi partai politik (parpol).

Baca Juga: Waketum Partai Gelora Sebut Bakal Ada Capres jadi Tersangka Usai Kalah Pilpres Putaran Pertama

“Kalau ada aspirasi rakyat masa kami tidak tampung, mekanismenya bagaimana, kami kan harus mendengar,” ujarnya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (13/1/2024).

Proses untuk memakzulkan Presiden diakui Masinton membutuhkan waktu yang tidak cepat. Kendati begitu, dia mengatakan bahwa masih ada celah pemakzulan bisa terjadi dalam tempo yang singkat bila rakyat sudah menghendaki.

“Caranya lewat pergerakan ekstra konstitusi, ekstra parlemen, datang duduki simbol-simbol kekuasaan, rakyat menduduki, mahasiswa menduduki, paksa penyelenggara negara baik politisinya, DPR, MPR, dan MK (Mahkamah Konstitusi, red) segera memberikan putusan saat itu juga,” bebernya.

Masinton menyebut, rakyat sebagai pemberi mandat kekuasaan kepada pemimpin yang dipilihnya. Karena itu, menurut Masinton, rakyat sewaktu-waktu bisa menarik kembali mandat yang diberikan kepada pemimpin yang tidak amanah.

“Kalau rakyat sudah menghendaki melalui kekuatan people power, satu hari sebelum berakhir masa jabatan (Presiden) bisa dipecat, kok. Itulah rakyat, karena kekuasaan tertinggi itu ada pada rakyat karena mandat kekuasaan itu diberikan oleh rakyat. Kalau mandat kekuasaan tidak amanah, ya rakyat berhak memecat pemimpinnya,” tegas Masinton.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD, sebelumnya, mengungkap lima syarat untuk memakzulkan Presiden.

Dia menilai syarat memakzulkan itu tidak mudah. Namun, Mahfud mempersilakan jika ada pihak yang ingin memakzulkan Presiden.

“Silakan saja kalau ada yang melakukan (pemakzulan) itu. Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar, untuk memakzulkan Presiden itu syaratnya lima. Satu, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau apa dan sebagainya,” jelasnya, Kamis (11/1/2024).

Syarat keempat menyangkut pelanggaran ideologi negara. “Kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu,” ujarnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, pemakzulan tak mudah dilakukan dan tidak akan selesai dalam waktu kurang 30 hari.

“Pemilu sudah kurang 30 hari. (Pendakwaan) di tingkat DPR aja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan, belum lagi sidangnya (di MK),” jelasnya.

Proses pemakzulan Presiden, kata Mahfud, terlebih dulu dibahas di DPR RI dengan minimal duapertiga anggota DPR harus menyetujui.

“DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach. Impeach itu pendakwaan, harus dilakukan oleh minimal sepertiga anggota DPR dari 575 anggota DPR. Dari sepertiga (anggota DPR) ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari duapertiga yang hadir harus duapertiga setuju untuk pemakzulan,” urai Mahfud.

Bila pemakzulan sudah disetujui oleh DPR, jelas Mahfud, maka usulan akan dilanjutkan pada proses sidang di MK.

Beberapa hari lalu, Mahfud menerima kunjungan sejumlah mantan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Petisi 100. Kelompok ini menyampaikan aspirasinya untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

“Menyampaikan kepada Pak Menko, solusi tepat untuk mencegah kecurangan itu adalah memakzulkan Pak Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Presiden. Dugaan kecurangan Pemilu dilakukan di lingkaran kekuasaan dan keluarga inti,” tutur salah satu aktivis Petisi 100, Faisal Assegaf, usai bertemu Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2024).

Faisal mengingatkan, pada Desember 2023, Petisi 100 merinci sepuluh alasan pemakzulan Jokowi yang telah mereka sampaikan di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, 20 Juli 2023.

“Pemakzulan semakin relevan setelah adanya pelanggaran-pelanggaran konstitusional baru yang dilakukan Jokowi,” kata Faisal mewakili Petisi 100.

Pelanggaran konstitusional yang dimaksud Petisi 100 antara lain keterlibatan Jokowi sebagai kakak ipar mantan Ketua MK, Anwar Usman, dalam menentukan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres.

Konsekuensi keterlibatan Anwar Usman dalam putusan tersebut, Majelis Kehormatan MK kemudian memutuskan adik ipar Jokowi ini telah melanggar etik berat sehingga diberhentikan sebagai Ketua MK.

Baca Juga: Lukman Abunawas Sampaikan Ini di HUT ke-51 PDI Perjuangan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, mengingatkan Jokowi agar bersikap netral dalam Pilpres 2024. Pernyataan ini disampaikan Hasto menyusul dukungannya terhadap pernyataan Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), yang menyarankan Jokowi bersikap netral jelang Pemilu 2024.

“Kami setuju dengan pendapat Pak Jusuf Kalla. Beliau  sosok pemimpin berpengalaman dan apa yang disampaikan Pak JK, kami yakin didengarkan Pak Presiden Jokowi,” tutur kHasto di Jakarta, Jumat (12/1/2024).

Hasto berharap Jokowi tak mengabaikan nasihat JK agar tidak dinilai sebagai Presiden yang tidak demokratis.

“Ini menjadi bagian dari legacy Bapak Presiden (Jokowi), jangan sampai tercatat sebagai sosok yang tidak mampu menjadi payung keadilan bagi rakyat. Tidak mampu menjalankan Pemilu yang demokratis,” imbuhnya. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga