Pelapor Dugaan Pembohongan Publik Bupati Arusani Penuhi Panggilan Penyidik

Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 01 September 2020
0 dilihat
Pelapor Dugaan Pembohongan Publik Bupati Arusani Penuhi Panggilan Penyidik
Proses pemeriksaan La Ode Tazrufin di ruang Unit II Reskrim polres Buton Foto: Deni Djohan/telisik

" Yang pasti, semua bukti surat maupun dokumen sudah saya serahkan di penyidik. Kalau masih kurang, saya siap mencarinya guna mempermudah proses penyelidikan ini. "

BUTON, TELISIK.ID - Pelapor kasus dugaan pembohongan publik yang dilakukan Bupati Buton Selatan (Busel), La Ode Arusani, La Ode Tazrufin, memenuhi undangan panggilan klarifikasi oleh penyidik Polres Buton, pada Senin (31/08/2020) kemarin.

Kedatangan La Ode Tazrufin di ruang Unit II Reskrim Buton merupakan bagian dari tindak lanjut laporan aduan beberapa waktu lalu yang kini tengah dinaikan dari aduan menjadi penyelidikan. Mahasiswa itu menjalani pemeriksaan selama enam jam.

Ia mengaku, sedikitnya 20 pertanyaan dilontarkan ke padanya. Namun yang paling subtansi soal kerugian materil dan non materil yang ia dapatkan atas kasus dugaan pembohongan publik tersebut.

"Saya jawab mulai dari peserta didik SD sampai dengan SMA dan perguruan tinggi itu merasa dirugikan dengan adanya dugaan pembohong publik," ucap Tazrufin usai menjalani pemeriksaan.

Seperti diketahui, materi aduan yang dilaporkannya soal ijazah SMA milik La Ode Arusani saat mendaftarkan diri sebagai Wakil Bupati Busel. Dalam riwayat hidupnya, Arusani mengklaim diri menyelesaikan studinya di Madrasah Aliah Negeri (MAN) Baubau. Data itu tercatat pada website resmi Pemda Busel. Sementara diketahui, ijazah SMA Arusani adalah paket C atau sekolah non reguler.

Selain itu, bukti surat yang lain berupa surat keterangan dari Kepala Sekolah MAN Baubau yang menyatakan bahwa Arusani benar-benar bukan alumni MAN yang tamat tahun 2008.

"Kalau hukum tidak bertindak, berarti secara langsung mengamini oknum tersebut dalam hal ini Bupati Buton Selatan dengan klaim dirinya sebagai MAN Baubau," ujarnya.

Baca juga: Aniaya Tunangan, Pasangan Ini Gagal Nikah

Selain ijazah tingkat SMA, Tazrufin juga melaporkan ijazah SMP yang saat ini juga tengah bergulir di Polda Sultra dan Polres Mimika, Papua. Menurutnya, hal itu berkaitan erat antar satu sama lain.

"Yang pasti, semua bukti surat maupun dokumen sudah saya serahkan di penyidik. Kalau masih kurang, saya siap mencarinya guna mempermudah proses penyelidikan ini," paparnya.

Pada kesempatan itu, dirinya sempat meminta ke penyidik agar menggunakan teori hukum netoire feuten notorius atau pembuktian yang tak perlu dibuktikan karena sudah menjadi pengetahuan umum seperti pada Pasal 184 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk memudahkan mengungkap kasus tersebut.

"Contoh teori hukum tersebut adalah, kita tidak perlu lagi membuktikan air laut itu asin atau gula itu manis. Sebab dalam teori pengetahuan akademik air laut itu rasanya asin dan gula itu manis," bebernya.

Jika kembali pada kasus Arusani, lanjutnya, Polisi tidak perlu lagi berdalih bahwa pihak pelapor harus terlebih dulu membuktikan pemalsuan surat atau ijazah yang dimaksud. Sebab pada dasarnya, jenjang pendidikan dari SMP ke SMA berjarak tiga tahun. Apabila terdapat siswa yang menyelesaikan sekolah hanya dua tahun maka Polisi patut menduga siswa tersebut ilegal. Jika ijazahnya ada, sudah pasti itu palsu.

"Nah, berdasarkan akta pendirian sekolah, SMP Banti itu berdiri tahun 2003. Artinya, sudah pasti alumni pertama sekolah tahun 2006. Sementara ijazahnya Bupati Arusani ini 2005. Buat apa lagi kita harus membuktikan kepalsuan ijazah itu, karena sudah pasti 1000 persen ijazah itu palsu," pungkasnya.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Kardin

TAG:
Baca Juga