Peluang dan Tantangan Pembentukan Provinsi Kepton

Musdar, telisik indonesia
Sabtu, 27 Maret 2021
0 dilihat
Peluang dan Tantangan Pembentukan Provinsi Kepton
Suasana diskusi publik koja-koja. Foto: Musdar/Telisik

" Dua RPP ini sampai hari ini, pemerintah RI belum membuat. "

KENDARI, TELISIK.ID - Semangat pembentukan daerah otonom Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) dari wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra), terus menjadi perhatian.

Anggota Komisi II DPR-RI, Ir Hugua mengungkapkan, secara administrasi Provinsi Kepton sebagai DOB sebenarnya telah selesai.

Artinya kata Hugua, pergerakan di level daerah hampir tuntas atau 99 persen telah selesai.

"Sekarang pertarungan berikutnya bukan lagi di Sulawesi Tenggara, tapi pertarungan berikutnya bina graha dan ada di senayan sana," kata Ir Hugua dalam acara diskusi publik koja-koja bertema Provinsi Kepulauan Buton di Simpang Jalan Peluang dan Tantangan, Jumat (26/3/2021).

Legislator Dapil Sulawesi Tenggara ini menceritakan, sejak Undang-undang nomor 32 tahun 2004 sampai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23 nomor 2014, ada 314 DOB dijaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebelum menyelesaikan masa pemerintahannya di tahun 2014, maka sisa 87 DOB baru yang diusulkan untuk di mekarkan.

Lahirnya UU Nomor 23 tahun 2014, lanjut Hugua, membuat Kepton berada di simpang jalan karena ada kebijakan penundaan sementara atau moratorium terhadap usulan pemekaran daerah baru.

"Apa itu mororatorium, kita istirahat sejenak, kapan selesainya? Tergantung dinamika politik," ujarnya.

Apa ukurannya rehat sejenak? Kata Hugua ada 2 Rancangan Peraturan PeĀ­merintah (RPP). Pertama, RPP tentang desain besar penataan daerah.

"Apa itu desain besar? Desain besar adalah kajian akademis, kajian segala macam yang terkait dengan sebelumnya setelah RI dibentuk dengan 17 ribu pulau ini, sebetulnya menurut pandangan pemerintah, ada berapa provinsi yang mestinya ideal dan berapa kabupaten," katanya.

Kedua, RPP berkaitan dengan DOB, mana batasan-batasan wilayah dan potensi kawasannya.

"Dua RPP ini sampai hari ini, pemerintah RI belum membuat," tegas Hugua.

Mantan Bupati Wakatobi dua Periode ini mengungkapkan, sebelum pandemi beberapa waktu lalu, komisi II kedatangan tamu dari Aceh dan Papua.

Mereka membahas pemekaran daerah sesuai janji Presiden Jokowi demi kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

Baca Juga: Densus 88 Mabes Polri Amankan 500 Kotak Amal Milik Terduga Teroris di Sumut

"Bla.. bla.. bla.. demi kesejahteraan dan keadilan maka sebagaimana janji presiden datang ke Papua untuk kami dimekarkan," cerita Hugua.

Politikus PDIP ini mengatakan, jika saat itu Pemerintah memekarkan Papua maka Komisi II berkesempatan untuk mendesak Mendagri menyelesaikan dua RPP tersebut.

Di saat komisi II sudah hampir menyelesaikan diskusi dengan bina graha untuk menyelesaikan RPP, RI dilanda pandemi.

"Sehingga menyebabkan Mendagri, Tito Karnavian memperpanjang moratorium," ungkapnya.

"Peluang nongol tapi tantangan datang menghantam," sambungnya.

Di tempat yang sama, akademisi UHO, M Najib Hasain mengatakan, pemekaran daerah masih menjadi isu strategis yang masih terus digulirkan hingga saat ini. Presiden Jokowi masih belum akan mencabut moratorium tersebut di tahun demi membangun Indonesia sentris.

Kebijakan moratorium merupakan imbas masifnya pemekaran daerah yang terjadi di era reformasi sejak diberlakukannya UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah.

UU ini sendiri telah direvisi sebanyak empat kali dengan nama yang sama menjadi UU Nomor 32/2004, UU Nomor 23/2014 dan terakhir UU Nomor 9/2015 tentang Pemerintah daerah.

Najib menjelaskan, jika ditahun 1999 Indonesia hanya memiliki 26 provinsi dan 293 kabupaten/kota, dalam rentang waktu 15 tahun jumlah tersebut kini menjadi 34 Provinsi dan 508 kabupaten/kota.

Banyaknya daerah otonom baru yang berhasil lahir telah menjadi stimulus bagi daerah lain untuk ikut menuntut pemekaran. Hingga saat ini, meskipun moratorium sedang berjalan, Kemendagri bahkan masih menerima sebanyak 314 usulan pemekaran daerah setingkat provinsi dan kabupaten/kota dari seluruh Indonesia.

Najib menuturkan, ada beberapa alasan mengapa Kepton harus mekar. Alasan bagaimana mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, hal ini dijadikan alasan utama karena adanya kendala geografis, infrastruktur dan sarana perhubungan yang minim.

Pertimbangan historis, pemekaran suatu daerah dilakukan karena alasan sejarah.

Pertimbangan kultural atau budaya (etnis), dimana pemekaran daerah terjadi karena menganggap adanya perbedaan budaya antara daerah yang bersangkutan dengan daerah induknya.

Baca Juga: Asyik Main Judi, 9 Orang Termasuk Dua Perempuan Diamankan Polisi

Pertimbangan ekonomi, dimana pemekaran daerah diharapkan dapat mempercepat pembangunan daerah.

Pertimbangan anggaran, daerah yang dimekarkan akan mendapatkan anggaran daerah induk selama 3 tahun dan mendapatkan dana dari pemerintah pusat (DAU dan DAK)

Pertimbangan keadilan, pemekaran daerah diharapkan akan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan publik dan pemerataan pembangunan.

"Dengan enam pertimbangan ini sudah selayaknya Buton itu menjadi sebuah provinsi yang kita kenal Kepulauan Buton. Buton punya akademisi yang banyak, Buton punya politisi yang banyak. Apalagi Buton punya Ir Hugua dan Amirul Tamim," tutup doktor lulusan terbaik UGM ini. (B)

Reporter: Musdar

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga