Pemberian Gelar La Ode Bisa untuk Orang Luar Kepulauan Buton

Deni Djohan, telisik indonesia
Kamis, 31 Desember 2020
0 dilihat
Pemberian Gelar La Ode Bisa untuk Orang Luar Kepulauan Buton
Tokoh masyarakat Kepton yang juga pemerhati budaya Buton, Samsu Umar Abdul Samiun. Foto: Deni Djohan/telisik

" Tapi waktu saya dulu memberikan gelar kepada Menteri Pariwisata, itu inisiatif saya sendiri. Saya buat sendiri keputusan itu. Kalau bicara budaya, ayo kita diskusikan. Saya ini orang Kaomu dan Walaka. Ibu saya Waode. "

BUTON, TELISIK.ID - Pemberian gelar Ode kepada seseorang luar kesultanan Buton sudah terjadi sejak zaman kesultanan itu.

Hal tersebut diungkapkan tokoh masyarakat Kepulauan Buton (Kepton), Samsu Umar Abdul Samiun. Ia menyampaikan hal tersebut saat menanggapi pemberian gelar bangsawan, La Ode kepada Pangdam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Sumangerukka beberapa waktu lalu.

Menurut Samsu Umar Abdul Samiun yang juga pemerhati Budaya Buton, pemberian gelar bangsawan itu tak apa-apa atau bukan suatu masalah bila diberikan kepada orang luar dari daerah tersebut.

"Saya baru saja mendapatkan gelar adat dari Tomia sebagai Laode Barani Mina I Tomia. Saya pegang amanah itu. Kemudian menyusul pemberian gelar Laode kepada Pangdam. Saya ditanya, apakah boleh seperti itu? Saya katakan, ya tidak ada masalah," nilai Umar Samiun saat memberikan sambutannya di acara adat pesta kampung, Tumada, Kecamatan Kapontori, Buton.

Kata dia, pemberian gelar Ode kepada seseorang luar kesultanan sudah terjadi sejak zaman kesultanan itu, seperti saat pemberian gelar bangsawan kepada Raja Bone, yang meminta suaka politik di Buton, Arung Palakka. Arung Palakka diterima baik bahkan diberi jabatan sebagai Lakina Holimombo dengan Nama daerah La Tondu.

Namun, tambah dia, pemberian gelar ini perlu ada ketegasan dari seluruh pihak agar pemahaman akan gelar Ode tersebut seragam semua.

"Misalnya kemarin Pangdam diberi gelar itu tidak apa-apa, nanti ditanya, gelar Ode-nya ini dari mana. Sebab La Ode di Buton ini dikenal dari golongan, Kaomu yang terdiri dari kombewaha, Tapi-tapi dan tanailandu. Jika yang memberi gelar adalah Kombewaha, maka dia La Ode dari Kombewaha. Artinya, partainya dia adalah kombewaha. Itu mutlak tidak bisa di ganggu gugat," jelasnya.

Baca juga: Jabatan Kepala Badan Kesbangpol Muna Kosong di Penghujung Tahun 2020

Contoh lain, lanjut dia, pemberian gelar La Ode kepada Almarhum Djeni Hasmar oleh La Ode Manaarfa. Itu boleh dilakukan. Alamat kepartaiannya di Buton jelas yakni, Kombewaha.

"Tapi waktu saya dulu memberikan gelar kepada Menteri Pariwisata, itu inisiatif saya sendiri. Saya buat sendiri keputusan itu. Kalau bicara budaya, ayo kita diskusikan. Saya ini orang Kaomu dan Walaka. Ibu saya Waode," pungkasnya.

Pada kesempatan itu, mantan bupati Buton itu sempat meluruskan sejarah terkait muasal pesta kampung yang tersebar di wilayah eks kesultanan. Pasalnya terdapat banyak cerita sejarah yang ditambah dalam sinopsis. Selain itu, Umar juga meluruskan status kesultanan Buton yang ada sebelumnya dan saat ini.

Menurutnya, jika tidak segera diluruskan maka generasi berikutnya bisa salah paham dalam memaknai soal kesultanan.

Olehnya itu, sultan kelembagaan adat dan sultan Buton itu beda. Sedangkan yang ada saat ini adalah Sultan kelembagaan adat Buton. Salahnya, yang ada saat ini menyambung Sultan Buton yang asli. Padahal Sultan Buton itu hanya 38, maka jangan lagi disambung sultan Buton 39 dan 40. Sebab 5 atau 10 tahun kedepan, masyarakat tidak tau lagi mana Sultan Buton yang asli dan mana sultan Buton yang kamuflase.

"Sebenarnya pedis, tapi sebagai pemerhati budaya saya harus sampaikan ini untuk meluruskan apa yang sudah ada saat ini," pungkasnya. (B)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga