Pencalonan Gibran dan Nasib Pamannya Ditentukan Putusan MKMK 7 November

Mustaqim, telisik indonesia
Rabu, 01 November 2023
0 dilihat
Pencalonan Gibran dan Nasib Pamannya Ditentukan Putusan MKMK 7 November
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, memastikan pembacaan putusan hasil sidang MKMK akan dilakukan pada 7 November 2023. Foto: Antara

" Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melakukan sidang pemeriksaan pelapor pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023). Dalam sidang ini MKMK mengungkap 10 persoalan terkait MK yang sudah dilaporkan sejak sidang pemeriksaan pelapor pada Selasa (31/10/2023) "

JAKARTA, TELISIK.ID - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melakukan sidang pemeriksaan pelapor pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023). Dalam sidang ini MKMK mengungkap 10 persoalan terkait MK yang sudah dilaporkan sejak sidang pemeriksaan pelapor pada Selasa (31/10/2023).

Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, menyebut 10 persoalan yang dilaporkan oleh para pelapor.  

“Jadi yang anda (pelapor) persoalkan hari ini, (pertama), utamanya itu soal hakim tidak mengundurkan diri padahal dalam perkara yang dia punya kepentingan, perkara yang dia punya hubungan keluarga,” ungkap Jimly dalam sidang.

Kedua, Hakim Konstitusi juga dilaporkan karena berbicara di ruang publik terkait substansi materi perkara yang sedang diperiksa. Ketiga, hakim MK juga dilaporkan karena mengungkapkan dissenting opinion atau perbedaan pendapat terkait substansi materi perkara yang sedang diperiksa.

“Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal,” ujarnya.

Baca Juga: Makan Siang Bareng Tiga Bacapres Dinilai Dramaturgi Politik, PKS Anggap Jokowi 'Cuci Piring' demi Gibran

Persoalan keempat, Hakim Konstitusi juga dianggap melanggar kode etik karena membicarakan permasalahan internal ke pihak luar, sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada MK. Kelima, Hakim Konstitusi dilaporkan karena dinilai melanggar prosedur registrasi yang diduga atas perintah Hakim MK.

“(Keenam) ada juga (laporan) soal pembentukan MKMK. (Dianggap) lambat padahal sudah di diperintahkan oleh undang-undang,” sebut Jimly.

Persoalan ketujuh, Hakim Konstitusi juga dilaporkan karena mekanisme pengambilan keputusan yang dinilai kacau. Kedelapan, dianggap dijadikan alat politik praktis. Kesembilan, Hakim Konstitusi pun dilaporkan karena terdapat permasalahan internal yang diketahui oleh pihak luar.

“Kan nggak boleh yang rahasia kok ketahuan kayak CCTV,” sindir Jimly.

Persoalan kesepuluh, kata Jimly, Hakim Konstitusi diduga melakukan kebohongan terkait ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Perkara Nomor 29-51-55.

Jimly menegaskan, pemeriksaan terhadap Hakim MK bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik pada MK. Karena itu, bila salah satu hakim MK terbukti melanggar kode etik, hukuman yang akan diberikan berupa hukuman etik, yang bertujuan mendidik dan membuat jera hakim.

Majelis Kehormatan MK akan mempercepat pembacaan putusan pada Selasa (7/11/2023) mendatang, sebagaimana permintaan pelapor pertama, untuk menyesuaikan dengan jadwal penetapan capres dan cawapres KPU.

Jika Hakim MK terbukti melanggar kode etik, putusan Hakim MK yang menerima sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres bisa batal, begitupula pendaftaran capres dan cawapres yang didasarkan pada putusan itu.

“Kalau kita tolak (usulan percepatan keputusan), timbul kecurigaan juga kalau kita sengaja berlindung di balik prosedur jadwal (untuk tidak membatalkan putusan MK),” jelas Jimly.

Majelis Kehormatan MK akan kembali memeriksa Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang dugaan pelanggaran etik hakim buntut putusan mengenai batas usia minimal capres-cawapres. Jimly memastikan, sidang yang akan digelar pada Jumat (3/11/2023) lusa, juga akan memeriksa memeriksa Hakim Konstitusi lainnya yakni Arief Hidayat.

“Kami akan panggil sekali lagi Pak Anwar Usman. Kemungkinan Pak Arief juga kami panggil. Kemudian, panitera juga kami pangil,” bebernya.

Pemeriksaan panitera diperlukan lantaran dugaan pelanggaran etik dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 ini berkenaan dengan tugas panitera. “Ada beberapa isu yang terkait dengan mereka (panitera) juga soal prosedur administrasi,” ujar Jimly menambahkan.

Anwar Usman menjadi hakim terlapor yang paling banyak dilaporkan. Dia sudah menjalani sidang pemeriksaan pertama sebagai hakim terlapor pada Selasa (31/10/2023).

Jimly usai sidang merespons penolakan Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, terkait jadwal putusan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dan delapan Hakim Konstitusi lainnya.

Jimly menjelaskan, jadwal putusan keputusan tersebut harus menyesuaikan tahapan pemilu di KPU. Sebab, sejumlah terlapor meminta agar putusan ditetapkan sebelum penetapan capres-cawapres.

“Jadi, kalau dibuat majelis baru tanpa melibatkan hakim terlapor, itu bisa berubah putusannya. Kalau itu terjadi tetapi pencapresannya sudah selesai, itu kan enggak bisa lagi mengubahnya,” urai Jimly.

Sebelumnya, Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus, keberatan dengan rencana MKMK yang akan memutus perkara dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dan delapan Hakim Konstitusi lainnya pada 7 November 2023. Menurut Petrus, MKMK memiliki masa bakti selama satu bulan hingga 24 November 2023 untuk memeriksa dan mengadili perkara.

Dia menilai MKMK tidak memberikan kesempatan secara maksimal kepada pihak pelapor untuk membuktikan laporannya.

“Nampaknya setelah Mahkamah Konstitusi dirusak, kini MKMK pun dicoba dirusak. MKMK sudah tidak mandiri lagi dan sudah dikendalikan oleh proses politik di KPU bahkan dari Istana,” tegas Petrus, Rabu (1/11/2023).

Kasus nepotisme Anwar Usman, menurut Petrus yang disebutnya sebagai megaskandal, yang menimpa MK saat ini, seharusnya dijadikan momentum perbaikan penegakan hukum.

“Terutama apa yang terjadi saat ini di MK karena faktor nepotisme telah merusak sendi-sendi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan adil sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tandas Petrus.

Baca Juga: PKPU Pencalonan Presiden-Wakil Presiden Disetujui Revisi, DPR Tuding KPU Kebablasan

Sementara itu, sebelumnya salah satu Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, mengaku tidak tahu soal dugaan adanya lobi saat memeriksa dan memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

“Saya juga enggak tahu. Saya enggak dilobi,” kata Arief usai sidang tertutup dengan MKMK, Selasa (31/10/2023).

Dia menampik anggapan putusan perkara tersebut sarat kepentingan politik. Dia menegaskan bahwa putusan tersebut murni karena menyangkut muruah institusi. Kendati demikian, Arief mengatakan sembilan hakim MK sadar penuh bahwa MKMK harus dibentuk untuk mengusut laporan masyarakat yang masuk terkait putusan dimaksud.

Arief menjalani sidang tertutup dengan MKMK di Gedung II MK, Jakarta, Selasa petang. Dia diperiksa setelah Anwar Usman dan disusul Hakim Konstitusi lainnya Enny Nurbaningsih.

Mereka diperiksa secara tertutup oleh tiga anggota MKMK, yakni Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R Saragih. (A)

Penulis: Mustaqim

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga